Kamis, 09 April 2020

Proses Tahapan Pengembangan Kepribadian Guru

Duh, Terjadi Kurang Bayar Atas Tunjangan Profesi Guru di Indramayu ...

Oleh: Rendra Fahrurrozie

A.    Pendahuluan
Faktor terpenting dari seorang guru adalah adalah kepribadiannya.[1] Karena dari kepribadian[2] itulah, pendidik akan menjadi seorang yang mampu membawa peserta didik menjadi generasi yang baik, yang diperoleh dari arahan, bimbingan, motivasi, teladan yang kemudian menginspirasi dalam setiap kepribadiannya. Ini kunci keberhasilan pendidikan sebenarnya, sebab menurut Zakiyah Darajat (1980), peserta didik pada masa sekolah baik dasar maupun menengah sedang mengalami kegoncangan jiwa.
Kepribadian merupakan sebuah kompetensi, dari salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh pendidik. Yaitu kompetensi profesional, kompetensi pedagogi, kompetensi sosial dan kompetensi kepribadian yang akan mempercakap profesinya.[3] Kompetensi adalah kemampuan yang menjadikan seseorang ahli dalam bidangnya, terutama seorang guru yang menjadi teladan bagi peserta didik dalam menempuh pendidikan. Kompetensi kepribadian definisinya terdapat dalam UU No. 14 Tahun 2005 pasal 10 ayat 1 mengenai Guru dan Dosen adalah:

“Yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik.”[4]

Untuk mengetahui indikasi seorang guru mempunyai kompetensi kepribadian yang baik, dapat dilihat dari beberapa indikasi, 1) Berkepribadian yang mantap dan stabil, indikasi: berbuat sesuai norma (hukum, sosial) dan konsisten. 2) Pribadi yang dewasa. Indikasi: mandiri dan beretos kerja. 3) Pribadi arif, indikasi: bermanfaat bagi peserta didik dan berpikiran terbuka.
4) Berwibawa, indikasi: pengaruh positif dan disegani peserta didik. 5) Akhlak mulia dan menjadi teladan, indikasi: berperilaku sesuai norma agama dan diteladani peserta didik.[5] Guru juga harus menjunjung kode etik sebagai seorang profesional yang menjadi karakternya.[6]
Sehingga dalam hal ini, sangat penting untuk diketahui proses tahapan dalam pengembangan kepribadian guru/pendidik.

B.     Tahapan Dalam Pengembangan Kepribadian Guru
            Guru merupakan insan yang mulia dalam pembentukan karekater peserta didik sebagai generasi penerus negeri. Karnanya dalam tahapan pengembangan kepribadian guru, dimulai terlebih dahulu dari pendidikan karakter yang harus diterima guru. Hal ini diperoleh dari wawasan guru yang luas dan terpola sehingga dapat mempengaruhi peserta didik dan kepribadiannya.


Gambar 1: Pola Pengaruh pendidikan karakter terhadap kepribadian[7]

Wawasan ini diperoleh dari pendidikan dan pelatihan yang diikuti pendidik dalam menambah kognitifnya sebagai pendidik untuk menghindari penyampaian yang monoton dan tidak berkembang dalam mencari solusi atas masalah peserta didik. Keterampilan kepribadian yang lahir dari karakter yang terdidik, akan mempengaruhi peserta didik nanti. Selain itu guru akan terkonsep dirinya agar menjadi positif dalam kepribadiannya. Konsep diri tersebut seperti: paham kelebihan/kekurangan, berkeingin untuk berubah, menghargai dan menerima orang lain apa adanya, terbuka atas kritikan, ketahanan diri yang kuat, dan mampu mengontrol diri.[8]
Berikut proses tahapan kepribadian guru yang terskema dalam tinjauan berikut ini:


Gambar 2: Proses Pengembangan Pribadi Guru[9]

1.      Pembiasaan
Pembiasaan dimulai dari keluarga, karena memang keluarga adalah lingkup pertama yang berpengaruh besar dalam pembentukan karakter[10]. Ini dapat diciptakan oleh pendidik sendiri dalam keluarganya, dengan eksistensinya menjalankan keluarga berdasarkan norma-norma Islam (syariah). Pembiasaan ini dilakukan dengan konsisten dan terus-menerus, sehingga menjadi akhlak yang spontan dilakukan tanpa rekayasa.
Penanaman nilai-nilai karakter yang hadir melalui pembiasaan akan tertanam kuat dan membekas pada karakter yang terbentuk. Sehingga interaksi yang terjadi antara pendidik dengan rekan guru sejawat, lingkungan sekolah dan peserta didik akan terbentuk dan dinamis sehingga proses edukasi berjalan.
Cara penerapan pembiasaan yang dapat dilakukan dengan: a) dimulai sejak kecil; b) dilakukan secara kontinu, teratur, dan terjadwal; c) diawasi ketat, konsisten, dan tegas; d) berawal dari mekanistis menjadi kebutuhan.[11] Sehingga kebiasaan (folkways) mempunyai kekuatan mengikat pada seorang pendidik yang berulang-ulang menjadi bukti bahwa pendidik itu menyukai pekerjaannya dan terhindar dari pelanggaran norma dan perilaku menyimpang di masyarakat.[12]
Dalam tinjauan Islam, kebiasaan baik oleh pendidik merupakan perbuatan yang disukai Allȃh subẖȃnahu wa ta’ȃla, sebagaimana sabda Rasȗlullȃh berikut:
وَاعْلَمُوا أَنَّ أَحَبَّ الْعَمَلِ إِلَى اللَّهِ أَدْوَمُهُ
Artinya: “Dan ketahuilah bahwa amal yang paling sukai Allȃh adalah yang paling rutin meski sedikit.” (HR. Muslȋm, dalam Shȃẖiẖ Muslȋm No. 5043)[13]

Pembiasaan kepribadian baik oleh guru, menjadi berpahala dan akan dicontoh oleh peserta didik yang efeknya adalah lahir pendidik yang berkarakter mulia yang diharapkan oleh negara,lingkungan, dan keluarga peserta didik.

2.      Pemahaman, Penghayatan, dan Penerapan
Pemahaman, penghayatan, dan penerapan adalah secara sadar berusaha untuk mempelajari dan memahami (nilai-nilai, asas-asas, dan perilaku) yang dianggap baik dan bermakna, kemudian berusaha mendalami dan menjiwainya, serta menerapkan dalam kehidupan sehari-hari.[14]
Dari proses kebiasaan (folkways), pendidik mengembangkan karakternya menjadi sosok guru yang ideal bagi peserta didik, setidaknya terdapat 5 (lima) sosok guru ideal itu:[15]
a.       Guru memahami benar akan profesinya. Tugas mulianya itu menjadikan guru itu tulus, dirindukan, dan wajahnya terpancar kebahagiaan.
b.      Guru rajin membaca dan menulis. Ini untuk memperluas wawasan dan penajaman analisa pendidik, sehingga dari cara bicara dan penyampaian kaya akan ilmu dan pendalaman.
c.       Guru yang kreatif dan inovatif. Merupakan usaha untuk terus mencoba hal baru, dan tidak merasa cukup dengan ilmunya sehingga terus berkembang ilmunya yang dapat ditularkan pada peserta didik. Ini dapat ditempuh dengan mengikuti pelatihan, keorganisasian guru atau pengabdian pada masyarakat di sekitar tempat tinggalnya.
d.      Guru memiliki 5 (lima) kecerdasan. Yakni, kecerdasan intelektual, moral, sosial, emosional, dan motorik. Yang masing-maing terpancar dalam karakternya saat mengajar dan dalam kehidupan sehari-hari.
e.       Guru menjadi panutan. Ilmunya yang dikuasai guru mampu disampaikan dengan mudah dipahami serta dekat dengan peserta didik. Pendidik menjadi insan yang menjadi inspirasi kebaikan merupakan guru yang sudah ideal dalam kepribadiannya.

Rasȗlullȃh pernah bersabda mengenai sosok guru yang ideal (rabbani) dalam riwayat Ibn ‘Abbas raḏiallȃhu ’anhu berikut:
كُونُوا رَبَّانِيِّيْنَ حُلَمَاءَ فُقَهَاءَ، وَيُقَالُ الرَّبَّانِيُّ الَّذِي يُرَبِّي النَّاسَ بِصِغَارِ العِلْمِ قَبْلَ كِبَارِهِ
Artinya: “Jadilah kalian pendidik yang lapang dada dan faqih. Disebut rabbani adalah orang yang mendidik manusia dengan ilmu yang kecil-kecil sebelum yang besar-besar.” (HR. Al-Bukhȃri)[16]

Sehingga peserta didik dalam penyampaian ilmu dari pendidik, diterima dengan baik serta dapat mengubah tingkahlaku baik kognitifnya, afektif dan psikomotorik. Dari sosok guru yang paham akan pendidikan, dan pengembangan kemampuan kepribadiannya.

3.      Peneladanan
Pendidik harus dapat menampilkan dirinya sebagai teladan nyata bagi peserta didik. Dengan berlatih melakukan hal berikut:[17]
a.       Berlatih membiasakan diri berperilaku yang mencerminkan keimanan dan ketakwaan.
b.      Berlatih membiasakan diri berperilaku santun.
c.       Berlatih membiasakan diri berperilaku yang dapat diteladani oleh peserta didik

Teladan ini sangat membantu peserta didik mengembangkan konsep dirinya, baik ideal maupun aktual sebagai pencari ilmu. Proses menirukan model idola yang dikagumi merupakan karakter bagi anak usia sekolah dasar maupun menengah dalam proses pendidikannya.[18]
Sosok pendidik yang paling ideal dan mempunyai teladan yang baik adalah Rasȗlullȃh . Sebagaimana Allȃh sampaikan dalam firmannya.
لَّقَدۡ كَانَ لَكُمۡ فِي رَسُولِ ٱللَّهِ أُسۡوَةٌ حَسَنَةٞ لِّمَن كَانَ يَرۡجُواْ ٱللَّهَ وَٱلۡيَوۡمَ ٱلۡأٓخِرَ وَذَكَرَ ٱللَّهَ كَثِيرٗا ٢١
Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasȗlullȃh itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allȃh dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allȃh” (QS. Al-Aẖzȃb: 21)[19]

Pendidik senantiasa meneladani Rasȗlullȃh dalam perbuatannya, yang menjadikan akidah Islam sebagai kepemimpinan berfikirnya. Inilah teladan terbaik, yang hendaknya guru jadikan contoh dalam membina peserta didik menjadi insan mulia.

4.      Ibadah
Ibadah adalah perbuatan untuk menyatakan bakti kepada Allah, yang didasari ketaatan mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.[20] Yang terbagi menjadi 2 (dua) yakni ibadah maẖḏah ( محضة dari kata مَحْض yang artinya murni, bersih, tak bercampur, absolut, mutlak, sederhana, lurus ) dan ghair maẖḏah (غيرمحضة, yang artinya tidak murni).[21] Ibadah maẖḏah adalah ibadah yang langsung kepada Allȃh, dan ibadah yang tidak langsung kepada Allȃh disebut ibadah ghair maẖḏah.[22]
Yang termasuk didalam abadah maẖḏah adalah salat, puasa ramaḏȃn, zakat, umrah, haji, membaca Al-Qur’an, dan lain-lain. Adapun menjalankan pross-proses pendidikan masuk ke dalam bagian muamalah yang tergolong ibadah ghair maẖḏah. Karena itu, pendidik harus menyadari bahwa dirinya saat menjadi guru yang profesional, berkepribadian baik dan dapat menginspirasi peserta didik adalah amal saleh yang akan kelak mendapatkan balasan terbaik dari Allȃh subẖȃnahu wa ta’ȃla. Dan sebaliknya, apabila seorang pendidik itu memberikan teladan yang buruk serta mengabaikan proses-proses pendidikan yang selayaknya dipunyai seorang pendidik, maka balasannya pun adalah keburukan dari Allȃh (neraka).
Oleh sebab itu, motivasi ibadah adalah motivasi terbaik bagi insan pendidik. Tiada lain yang dapat diharapkan selain ilmu yang bermanfaat serta amal jariah yang terus mengalir. Sebagaimana sabda Nabi berikut ini.
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
Artinya: “Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim No. 1631)
                  
Inilah motivasi terbaik sebagai landasan ibadah bagi pendidik dalam mengembangkan kepribadian dan kemampuannya sebagai pencetak generasi terbaik, ibadah kepada Allȃh.

C.     Kesimpulan
Kompentensi kepribadian adalah salah satu kemampuan yang penting dan harus dimiliki oleh pendidik. Sehingga dalam hal ini pendidik mengembangkan kompetensi ini agar dapat diterapkan dalam proses-proses pengajaran di lembaga pendidikan.
Terdapat proses-proses tahapan dalam pengembagan kepribadian pendidik. Yaitu: 1) pembiasaan; 2) pemahaman, penghayatan, dan penerapan; 3) peneladanan; dan 4) ibadah.

D.     Daftar Pustaka
An-Naisaburi, Muslim bin al Hajjaj bin Muslim bin Kausyaz al-Qusyairi, Shahih Muslim, Shahih Muslim (da’wahrights, 2010) <https://imnasution.files.wordpress.com/2013/11/shahih-muslim.pdf>
Arti Kata Ibadah - Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online’ <https://kbbi.web.id/ibadah> [diakses pada 20 Maret 2020]
Desi, Desi, ‘Kompetensi Kepribadian Guru Akidah Akhlak Dalam Pembinaan Akhlak Peserta Didik Di Man 1 Bandar Lampung’, Masters Thesis (UIN Raden Intan Lampung, 2017) <http://repository.radenintan.ac.id/id/eprint/1740>
Herriyan, Argi, ‘Kompetensi Kepribadian Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Membina Akhlak Peserta Didik Di Mas Proyek Univa Medan’ (Universitas Islam Negeri Sumatera Utara., 2017)
Khoiriyah, Hidayatin, ‘Metode Pembiasaan Dalam Pendidikan Agama Pada Anak Usia 6-12 Tahun: Studi Pemikiran Prof. Dr. Zakiah Daradjat’, 2016
Mafazah, Tatu, ‘Pelaksanaan Ibadah Mahdhah Di Desa Majir Kec. Kutoarjo Kab. Purworejo Skripsi’ (Institut Agama Islam Negeri (Iain) Salatiga, 2018)
Nursyamsi, Nursyamsi, ‘Pengembangan Kepribadian Guru’, Al-Ta’Lim, 21.1 (2014), 32 <https://doi.org/10.15548/jt.v21i1.70>
Republik Indonesia, ‘Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen’, Sekretariat Negara, 2005
RI, Departemen Agama, Al Qur’an Dan Terjemahnya, ke 10 (Bandung: CV. Penerbit Diponogoro, 2007)
Rini, Darlina Kartika, Materi Kuliah Pengembangan Kepribadian Guru (Bogor, 2020)
Rochman, Chaerul, and Heri Gunawan, Pengembangan Kompetensi Kepribadian Guru, ed. by Irwan Kurniawan, cet. ke 3 (Bandung: Penerbit Nuansa, 2016)
Sitompul, Hafsah, ‘Metode Keteladanan Dan Pembiasaan Dalam Penanaman Nilai-Nilai Dan Pembentukan Sikap Pada Anak’, Jurnal Darul ’Ilmi, 04.01 (2016), 54–62
Tafsir, Ahmad, Hadis Tarbawi, cet. ke 3 (Bandung: Tarbiyah Press IAIN Sunan Gunung Djati Bandung, 2003)
Terjemahan Dan Arti Kata محضة Dalam Bahasa Indonesia, Kamus Istilah Bahasa Indonesia Bahasa Arab Halaman’ <https://www.almaany.com/id/dict/ar-id/محضة/?c=Semua> [diakses pada 20 Maret 2020]





[1] Chaerul Rochman dan Heri Gunawan, Pengembangan Kompetensi Kepribadian Guru, ed. by Irwan Kurniawan, cet. ke 3 (Bandung: Penerbit Nuansa, 2016), hlm. 17.
[2] Kepribadian adalah kebiasaan-kebiasaan yang mempengaruhi orang lain, yang orang lain pikirkan terhadap seseorang, serta kemampuan untuk mempengaruhi orang lain. Darlina Kartika Rini, Materi Kuliah Pengembangan Kepribadian Guru (Bogor, 2020), Pada hari Jumat 17 Januari 2020.
[3] Argi Herriyan, ‘Kompetensi Kepribadian Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Membina Akhlak Peserta Didik Di MAS Proyek Univa Medan’, Master Thesis (Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, 2017), hlm. 3. Lihat juga Permendiknas No. 16 Tahun 2007 mengenai Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.
[4] Republik Indonesia, ‘Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen’, Sekretariat Negara, 2005.
[5] Desi Desi, ‘Kompetensi Kepribadian Guru Akidah Akhlak Dalam Pembinaan Akhlak Peserta Didik Di Man 1 Bandar Lampung’, Masters Thesis (UIN Raden Intan Lampung, 2017) <http://repository.radenintan.ac.id/id/eprint/1740>, hlm. 23-24.
[6] Darlina Kartika Rini, Materi Kuliah Pengembangan Kepribadian Guru., pada hari Jumat, 21 Februari 2020 15.22 WIB.
[7] Ibid., pada hari Jumat, 7 Februari 2020.
[8] Ibid.
[9] Ibid., pada hari Jumat, 31 Januari 2020.
[10] Hafsah Sitompul, ‘Metode Keteladanan Dan Pembiasaan Dalam Penanaman Nilai-Nilai Dan Pembentukan Sikap Pada Anak’, Jurnal Darul ’Ilmi, 04.01 (2016), 54–62, hlm. 55-56.
[11] Hidayatin Khoiriyah, ‘Metode Pembiasaan Dalam Pendidikan Agama Pada Anak Usia 6-12 Tahun: Studi Pemikiran Prof. Dr. Zakiah Daradjat’, 2016, hlm. 33.
[12] Chaerul Rochman dan Heri Gunawan, Pengembangan Kompetensi Kepribadian Guru., hlm. 84.
[13] Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim bin Kausyaz al-Qusyairi Al-Naisaburi, Shahih Muslim, Shahih Muslim (da’wahrights, 2010) <https://imnasution.files.wordpress.com/2013/11/shahih-muslim.pdf>, hlm. 2720.
[14] Darlina Kartika Rini, Materi Kuliah Pengembangan Kepribadian Guru., pada hari Jumat, 31 Januari 2020.
[15] Ibid., pada hari Jumat, 28 Februari 2020.
[16] Ahmad Tafsir, Hadis Tarbawi, cet. ke 3 (Bandung: Tarbiyah Press IAIN Sunan Gunung Djati Bandung, 2003), hlm. 14.
[17] Nursyamsi Nursyamsi, ‘Pengembangan Kepribadian Guru’, Al-Ta’Lim, 21.1 (2014), 32 <https://doi.org/10.15548/jt.v21i1.70>, hlm. 40.
[18] Hafsah Sitompul, ‘Metode Keteladanan Dan Pembiasaan., hlm. 59.
[19] Departemen Agama RI, Al Qur’an Dan Terjemahnya, ke 10 (Bandung: CV. Penerbit Diponogoro, 2007), hlm. 420.
[20] Arti Kata Ibadah - Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online’ <https://kbbi.web.id/ibadah> [diakses pada 20 Maret 2020].
[21] Terjemahan Dan Arti Kata محضة Dalam Bahasa Indonesia, Kamus Istilah Bahasa Indonesia Bahasa Arab Halaman’ <https://www.almaany.com/id/dict/ar-id/محضة/?c=Semua> [diakses pada 20 Maret 2020].
[22] Tatu Mafazah, ‘Pelaksanaan Ibadah Mahdhah Di Desa Majir Kec. Kutoarjo Kab. Purworejo Skripsi’ (Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, 2018), hlm. 3.

Previous Post
Next Post

Man 'Arofa Nafsihi 'Arofa Robbuhu | #IslamSelamatkanNegeri

0 komentar: