Sabtu, 21 Desember 2019

Pengertian dan Tujuan Pendidikan Agama Islam


Hasil gambar untuk kelas madrasah
foto sumber: mamhtroso.com


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pendidikan pada dasarnya merupakan sebuah proses transformasi pengetahuan yang menuju pada perbaikan, penguatan, dan penyempurnaan semua potensi manusia. Karnanya pendidikan tidak mengenal ruang dan waktu, ia tidak hanya terbatas pada tebalnya dinding tembok sekolah, atau sempitnya ruang kelas. Pendidikan bisa berlangsung dimana saja, kapan saja oleh siapa saja sepanjang manusia mampu melakukan proses pendidikan.
Keluarga memiliki peran yang sangat penting dan kuat dalam pembentukan karakter anak yang diungkapkan Papini (1994) dalam Family Intervention, bahwa peran penting dan kualitas keluarga yang ikut mewarnai pembentukan karakter antara lain terletak pada model pendidikan yang diberikan keluarga pada anaknya.[1] Pendidikan sejak dini oleh keluarga akan menjadi budaya dan akan dipegang teguh oleh anak hingga akhir hayatnya.
Kerusakan moral yang terjadi pada remaja sekolah, yang ditandai maraknya  seks bebas, penyalahgunaan  narkoba, tawuran,  pornografi, serta lainnya menyebabkan pentingnya pendidikan karakter/kepribadian menjadi hal yang sangat diperlukan oleh negeri ini. Tercatat oleh Direktur Remaja dan Perlindungan Hak-Hak Reproduksi BKKBN, M. Masyri Muadz, mengatakan bahwa 63% remaja Indonesia pernah melakukan seks bebas. Sedangkan remaja korban narkoba di Indonesia ada 1,1 juta orang atau 3,9% dari total jumlah korban.[2] Dan masih banyak data lagi yang menunjukkan fenomena kerusakan moral/akhlak yang menimpa remaja (masyarakat).
Karnanya, perlu adanya model pendidikan yang dapat diterapkan oleh keluarga  Indonesia. Dalam hal ini adalah Pendidikan Agama Islam merupakan solusi praktis oleh keluarga untuk membentuk karakter anak-anak menjadi berkepribadian Islam.  Sebab, Pendidikan Agama Islam merupakan hal yang wajib diberikan oleh orang tua muslim kepada putra-putrinya  dikeluarganya.  Allah SWT berfirman dalam Al Qur’an,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ قُوٓاْ أَنفُسَكُمۡ وَأَهۡلِيكُمۡ نَارٗا ٦
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (QS. At Tahrim: 6)
Maksudnya orang-orang yang telah menyatakan beriman, wajib memelihara diri dan keluarganya, yaitu istri, anak-anak dan siapa saja yang disebut keluarga agar tidak masuk neraka. Abdullah bin Abbas r.a memberikan penafsiran pada ayat tersebut sebagai berikut: “Kamu semua hendaknya mengajar keluargamu dalam urusan-urusan syariat Allah dan didiklah mereka dengan akhlak yang sempurna.”[3]
            Akan tetapi, yang perlu dibahas pertama kali dalam Pendidikan Agama Islam dalam keluarga, adalah mengenai pengertian dan tujuan Pendidikan Agama Islam terlebih dahulu. Agar didapatkan pemahaman mendasar sebelum masuk pada pandangan-pandangan, konsep atau model pendidikan Islam tersebut. Karnanya, makalah ini akan membahas dari kedua hal tersebut, yang akan menjadi referensi awal dalam pembahasan Pendidikan Agama Islam dalam keluarga. Yang di dalamnya juga terdapat prinsip-prinsip dan sasaran dari tujuan Pendidikan Agama Islam.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut:
1.      Apa pengertian dari Pendidikan Agama Islam?
2.      Apa tujuan dari Pendidikan Agama Islam itu?
3.      Apa prinsip dan sasaran dari tujuan Pendidikan Agama Islam?

C. Tujuan Pembahasan
1.      Agar pembaca dapat mengetahui pengertian dari Pendidikan Agama Islam.
2.      Agar pembaca dapat mengerti tujuan dari Pendidikan Agama Islam.
3.      Agar pembaca dapat mengetahui Prinsip dan Sasaran dari Tujuan Pendidikan Agama Islam.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Pendidikan Agama Islam
Pendidikan menjadi proses agar dapat menjalankan kehidupan dan memenuhi tujuan hidup manusia secara lebih efektif dan efisien. Pendidikan lebih dari pada pengajaran, karena pengajaran sebagai suatu proses transfer ilmu belaka, sedang pendidikan merupakan transformasi nilai dan pembentukan kepribadian dengan segala aspek yang dicakupnya.
Pendidikan dalam bahasa Arab bisa disebut tarbiyah yang berasal dari kata rabba, berbeda dengan kata pengajaran dalam bahasa Arab yang disebut dengan ta’lim yang berasal dari kata ‘allama. Pendidikan Islam sama dengan Tarbiyatul Islamiyah. Kata rabba, beserta cabangnya banyak dijumpai dalam Al Qur’an, misal dalam QS. Al Isra’ [17]: 24 dan QS. Asy Syu’ara [26]: 18. Tarbiyah sering juga disebut ta’dib seperti sabda Rasullulah : “addabani rabbi fa ahsana ta’dibi” (Tuhanku telah mendidikku, maka aku menyempurnakan pendidikannya).[4] Istilah “tarbiyah, ta’lim, dan ta’dib” yang harus dipahami secara bersama-sama. Ketiga istilah ini mengandung makna yang mendalam menyangkut manusia dan masyarakat serta lingkungan yang dalam hubungannya dengan Tuhan saling berkaitan satu sama lain. Istilah-istilah itu pula sekaligus menjelaskan ruang lingkup pendidikan Islam: informal, formal dan non formal.
Secara terminologis, pendidikan merupakan proses perbaikan, penguatan, dan penyempurnaan terhadap semua kemampuan dan potensi manusia. Pendidikan juga dapat diartikan suatu ikhtiyar manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai dan kebudayaan yang ada dalam masyarakat. Tidak mengherankan jika pendidikan telah ada sejak munculnya peradaban manusia.[5]

Agama secara bahasa (etimologis), biasanya diterjemahkan dengan kata al-din (bahasa Arab) atau religion (bahasa Inggris). Selanjutnya disebut Din Al Islam atau The Religion of Islam atau Agama Islam. Dalam bahasa sansekerta, satu pendapat mengatakan bahwa Agama berasal dari kata A = tidak, Gam = tidak, kacau. Jadi, agama tidak pergi, tidak kacau, tetap ditempat, diwarisi turun menurun, karna agama mempunyai sifat demikian. Ada pendapat mengatakan Gam berarti tuntunan, karena agama memang memberi tuntunan.[6]
Secara terminologi, Agama atau Al Diin menurut Mahmud Syaltut mengatakan bahwa “Agama adalah ketetapan-ketetapan Ilahi yang diwahyukan kepada Nabi-Nya untuk menjadi pedoman hidup manusia.” Adapun menurut Syekh Muhammad Abdullah Badran, guru besar Al Azhar dalam bukunya Al Madkhal ila Adyan menggambarkan bahwa, “hubungan antara dua pihak dimana yang pertama mempunyai kedudukan lebih tinggi dari yang kedua”. Seluruh kata yang terdapat pada Diin yakni Dal, Ya’ dan Nun atau Dain yang berarti hutang atau daana-yadiinu yang berati menghukum atau taat dan sebagainya, menggambarkan adanya dua pihak yang melakuka interaksi. Jadi, agama adalah hubungan antara Makhluk dan Khaliknya. Perkataan Agama menurut Sansekerta menitik beratkan pada hubungan manusia dengan dewa, sedangkan religion dalam pengertin umum di Barat yang beerasal dari kata latin religio atau relegree lebih menonjolkan “ikatan manusia dengan kelompoknya disamping dengan dewanya.”[7]
Prof. Muhammad Daud Ali mengatakan, istilah Ad-Diin yang tercantum dalam QS. Ali Imran (5): 3, tidak hanya mengandung pengertian pengaturan hubungan manusia dengan Tuhanya saja, tetapi juga mengandung pengaturan hubungan manusia dengan manusia yang lain dalam masyarakat dan alam lingkungan hidupnya.[8] Termasuk hubungan antara manusia dengan dirinya sendiri yakni dalam hal akhlak, pakaian dan minuman (Hafidz Abdurrahman, 2002: 20).
Secara bahasa, perkataan Islam berasal dari bahasa Arab, dari kata kerja “salima” yang dalam bentuk mashdarnya adalah kata Islam yang bermakna selamat, sejahtera dan damai. Islam satu kata dengan kata salam yang timbul darinya ungkapan assalamu’alaikum yang membudaya dalam masyarakat Indonesia dengan arti selamat, damai, dan sejahtera.[9] Dari arti bahasa sebenarnya, Islam mempunyai arti penyerahan diri secara total pada kehendak Allah tanpa perlawanan (menurut Prof. Dr. Muhammad Abdullah Draz), begitu juga Prof. Dr. M. Tahir Azhary bahwa Islam berarti penundukan diri sepenuhnya setiap makhluk Allah SWT terhadap kehendak dan ketetapanNya/sunatullah (M. Tahir Azhary, 2003: 3-4).
Secara terminologis, Islam adalah agama penutup dari semua agama yang diturunkan berdasarkan wahyu Ilahi (Al Qur’an) kepada Nabi Muhammad , melalui malaikat Jibril untuk diajarkan kepada seluruh umat manusia sebagai way of life (pedoman hidup) lahir bathin dari dunia sampai akhirat sebagai agama yang sempurna.[10] Definisi yang bersifat jami’ (komprehensif) dan mani’ (protektif) terminologi Islam adalah agama yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad untuk mengatur hubungan manusia dengan Allah, manusia dengan dirinya, dan manusia dengan sesamanya.[11]
Jadi ada 3 hubungan manusia dalam Islam, yang kemudian menjadi dasar Pendidikan Agama Islam baik di dalam keluarga, masyarakat (masjid dan lingkungan sekitar), dan Negara (sekolah dan universitas) yaitu:
1.      Hubungan manusia dengan Tuhannya dalam hal ibadah, seperti sholat, zakat, puasa, haji, dan lain-lainnya.
2.      Hubungan manusia dengan manusia dengan sesama/lingkungan dalam hal muamalah seperti bisnis, sosial, pemerintahan, politik, pendidikan, dll), dan uqubat (hukum).
3.      Hubungan manusia dengan dirinya sendiri akhlak, pakaian, makanan, dan minuman.
Dari interaksi individu manusia dan kelompok sosial akan menciptakan dinamika pemikiran dan budaya (kebiasaan) masyarakat. Dari sinilah terwujudnya pendidikan, termasuk Pendidikan Agama Islam. Tanpa adanya interaksi dan gerak dinamis, akan tidak terjadinya proses-proses pendidikan itu. Sebab, hidup itu sendiri adalah menunjukkan gerakan yang dinamis. Semakin dinamis seorang individu atau kelompok maka semakin baik pula proses pendidikannya dan kehidupannya.
Pendidikan Agama Islam atau Pendidikan Islam disampaikan kepada masyarakat dengan jalan berdakwah. Dari dakwah inilah proses pendidikan berlangsung dan melahirkan perubahan-perubahan ke arah positif yang dipandu Allah SWT melalui nash-nash Al Qur’an dan As Sunnah oleh pendidik (Ulama).
Pendidikan Islam secara bahasa dalam rekomendasi Konferensi Dunia tentang Pendidikan tahun 1977 di Jeddah ada tiga, yaitu al tarbiyah, al ta’lim dan al ta’dib.[12] Al Tarbiyah dalam makna sederhana adalah membesarkan tanpa mencakup penanaman pengetahuan dalam proses itu.[13] Adapun Al Ta’lim maknanya adalah pengajaran dan pengajaran itu berlaku juga untuk selain manusia.[14] Adapun Al Ta’dib bisa disebut proses menjadikan seseorang beradab (akhlak mulia). Sehingga al ta’dib dianggap paling cocok untuk istilah pendidikan, didalamnya terkandung unsur ‘ilm, ta’lim, dan  tarbiyah. Akan tetapi, dalam konsep Al Qur’an tidak ada kata yang asal katanya dari “al adaba”, istilah adab ini dikenal dalam peradaban Arab sejak pra Islam yang terkadang diartikan etika. Tapi tidak terkonfirmasi dengan Al Qur’an sama sekali tidak termuat kata itu dan kata yang berakar darinya, sehingga dalam perspektif Al Qur’an tidak mendapat posisi.[15]
Lain halnya dengan kata Al Tarbiyah, yang berasal dari kata “rabba” yang sangat banyak disebutkan di dalam Al Qur’an yakni sebanyak 1241 kali.[16] Sehingga kata ini mempunyai posisi dalam Al Qur’an mengingat “rabbun” adalah salah satu nama Allah SWT. Menurut Al Raghib Al Asfahani, kata rabbun sesungguhnya yang membentuk kata Al Tarbiyah, yakni التمام إنشاء الشيء حالا فحالا إلى حد : “mengupayakan sesuatu perlahan-lahan menuju kesempurnaan.” Sehingga pendidikan akan terus berlangsung tidak pernah berakhir, karna ia tidak pernah sempurna, ia hanya hadd at tamam (menyempurnakan apa yang kurang).
Khalid Ibn Hamid al-Hazimi mencoba melengkapi definisi Al-Tarbiyah lebih rinci, yakni “membentuk manusia secara bertahap di setiap aspeknya, dengan tujuan mencari kebahagiaan dunia akhirat, yang sesuai dengan pedoman yang Islami.”[17]
            Pendidikan Agama Islam secara istilah didefinisikan oleh banyak ahli diantaranya:  Menurut Muhammad Naquib Al Attas, yakni suatu proses penamaan sesuatu ke dalam diri manusia.[18] Atau pendidikan adalah sesuatu yang secara bertahap ditanamkan ke dalam manusia.[19] Jadi, ada tiga unsur dalam pendidikan yaitu proses, kandungan, dan yang menerima.
Sedangkan menurut Ahmad D. Marimba memberikan pengertian bahwa Pendidikan Agama Islam adalah bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum Islam menuju terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.[20] Dari definisi ini memuat tiga unsur mendukung Pendidikan Agama Islam, yaitu:
1)      Usaha berupa bimbingan bagi pengembangan potensi jasmaniah dan rohaniah secara seimbang,
2)      Usaha tersebut didasarkan atas ajaran Islam, yang bersumber dari Al Qur’an, As Sunnah, dan Ijtihad,
3)      Usaha tersebut diarahkan pada upaya untuk membentuk dan mencapai kepribadian muslim (Islam). Yaitu kepribadian yang didlamnya tertanam nilai-nilai Islam sehingga perilakunya sesuai dengan nilai-nilai Islam.     
Dari sini dapat dikatakan bahwa Pendidikan Agama Islam, sebenarnya terfokus pada pengembangan akhlak mulia,[21] yang dipadu ilmu sosial, eksakta, dan humaniora.[22] 
B.     Tujuan Pendidikan Agama Islam
Dalam Islam, “tujuan” memiliki posisi yang penting. Hal ini terlihat dalam pelafalan niat untuk semua perbuatan manusia terlebih dalam hal ibadah. Niat berarti merencanakan sesuatu sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.[23] Sehingga yang menjadi komponen penting dalam aktivitas manusia harus mempunyai tujuan, yakni tujuan pendidikan. Sutari Imam Barnadib (1996:15) berpendapat bahwa tujuan pendidikan merupakan syarat mutlak bagi tersusunnya pengertian pendidikan secara sistematis yang memungkinkan adanya proses pendidikan yang berasas dan fungsional.[24] Sehingga tujuan pendidikan merupakan nilai-nilai yang ingin dicapai dan dinternalisasikan pada peserta didik (Brucher, 1962: 52). Dan tujuan pendidikan menjadi masalah yang asasi inti dan saripati dari selurûh proses pendidikan dan berfungsi sebagai petunjuk yang mengarahkan proses pendidikan, memotivasi dan memberi kriteria ukuran dalam evaluasi pendidikan.
Tujuan pendidikan menjadi komponen pendidikan yang harus dirumuskan terlebih dahulu sebelum merumuskan komponen-komponen pendidikan yang lain. Tujuan dapat membatasi gerak usaha agar kegiatan dapat terfokus pada apa yang dicita-citakan dan yang terpenting adalah dapat memberi penilaian atau evaluasi terhadap usaha-usaha pendidikan. Jika menelaah kajian tentang tujuan pendidikan, setidaknya ada tiga pendekatan yang bisa digunakan. Pertama, pendekatan ilmu pendidikan. Kedua, pendekatan kebijakan negara. Dan ketiga, adalah pendekatan agama (Islâm).[25]
            Kebijakan Negara di dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, sehat jasmani dan rohani, berkepribadian dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Dalam khazanah pemikiran pendidikan Islam, pada umumnya para pakar/ulama berpendapat bahwa tujuan akhir pendidikan Islam adalah untuk beribadah kepada Allah Swt. Ibn Khaldun yang dikutip Ramayulis (1994: 25) menjelaskan bahwa tujuan pendidikan Islam ada dua, yaitu (a) Tujuan keagamaan; maksudnya ialah beramal untuk akhirat, sehingga ia menemui Tuhannya dan telah menemukan hak-hak Allah yang diwajibkan keatasnya, (b) Tujuan ilmiah yang bersifat keduniaan, yaitu apa yang diungkapkan oleh pendidikan modern dengan tujuan kemanfaatan atau persiapan untuk hidup.[26]
Naquib al-Attas[27] menyatakan bahwa tujuan pendidikan yang penting harus diambil dari pandangan hidup (philosophy of life). Jika pandangan hidup itu Islam maka tujuannya adalah membentuk manusia sempurna (insan kamil) menurut Islam.
Menurut Abdul Fatah Jalal (1990: 22) tujuan pendidikan Islam adalah untuk mempersiapkan manusia yang abid yang menghambakan dirinya kepada Allah. Yaitu terbentuknya manusia yang sempurna yang beribadah kepada Allah.
Menurut M. Arifin (1994: 41) tujuan pendidikan Islam adalah menanamkan takwa dan akhlak serta menegakkan kebenaran dalam rangka membentuk manusia yang berpribadi dan berbudi luhur menurut ajaran Islam.
Menurut Ahmad Tafsir (1994: 50) tujuan pendidikan Islam adalah terbentuknya manusia yang sempurna, yaitu manusia yang beribadah kepada Allah, memiliki kesehatan jasmani, kuat secara mental, akalnya cerdas dan pandai serta kalbunya penuh iman kepada Allah.[28]
Menurut Umar Muhammad at-Taumi asy-Syaibani[29], mengemukaan bahwa tujuan tertinggi dari pendidikan Islam adalah persiapan untuk kehidupan dunia dan akhirat. Bagi asy-Syaibani, tujuan pendidikan adalah untuk memproses manusia yang siap untuk berbuat dan memakai fasilitas dunia ini guna beribadah kepada Allah, bukan manusia yang siap pakai dalam arti siap dipakai oleh lembaga, pabrik, atau yang lainnya. Jika yang terakhir ini yang dijadikan tujuan dan orientasi pendidikan maka pendidikan hanya ditujukan sebagai alat produksi tenaga kerja dan memperlakukan manusia bagaikan mesin dan robot. Pendidikan seperti ini tidak akan mampu mencetak manusia terampil dan kreatif yang memiliki kebebasan dan kehormatan.
            Muhammad Athiyah al-Abrasyi,[30]  merumuskan tujuan pendidikan Islam secara lebih rinci. Dia menyatakan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah untuk membentuk akhlak mulia, persiapan menghadapi kehidupan dunia-akhirat, persiapan untuk mencari rizki, menumbuhkan semangat ilmiah, dan menyiapkan profesionalisme subjek didik.
            Abd ar-Rahman an-Nahlawi[31] berpendapat bahwa tujuan pendidikan Islam adalah mengembangkan pikiran manusia dan mengatur tingkah laku serta perasaan mereka berdasarkan Islam yang dalam proses akhirnya bertujuan untuk merealisasikan ke taatan dan penghambaan kepada Allah di dalam kehidupan manusia, baik individu maupun masyarakat. Definisi tujuan pendidikan ini lebih menekankan pada kepasrahan kepada Tuhan yang menyatu dalam diri secara individual maupun sosial.
Pendidikan Islam bertugas mempertahankan, menanamkan dan mengembangkan kelangsungan berfungsinya nilai-nilai Islami yang bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadits. Sejalan dengan tuntutan kemajuan atau modernisasi kehidupan masyarakat akibat pengaruh kebudayaan yang meningkat, pendidikan Islam memberikan kelenturan (fleksibilitas) perkembangan nilai-nilai dalam ruang lingkup konfigurasinya. Dengan demikian, pendidikan Islam bertujuan di samping menginternalisasikan (menanamkan dalam pribadi) nilai-nilai Islami, juga mengembangkan anak didik agar mampu mendidik anak didik agar memiliki kedewasaan dan kematangan dalam beriman, bertakwa dan mengamalkan hasil pendidikan yang diperoleh sehingga menjadi pemikir yang sekaligus pengamal ajaran Islam.[32]
Berdasarkan pada definisi yang telah dikemukakan di atas maka secara umum dapatlah dikatakan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah pembentukan kepribadian muslim paripurna (kaffah). Pribadi yang demikian adalah pribadi yang menggambarkan terwujudnya keseluruhan esensi manusia secara kodrati, yaitu sebagai makhluk individual, makhluk sosial, makhluk bermoral, dan makhluk yang ber-Tuhan. Citra pribadi muslim seperti itu sering disebut sebagai manusia paripurna (insân kâmil) atau pribadi yang utuh, sempurna, seimbang, dan selaras.
Manusia sempurna berarti manusia yang memahami tentang Tuhan, diri, dan lingkungannya. Dalam hal ini, Zakiyah Daradjat mengemukakan:
Tujuan pendidikan Islam adalah membimbing dan membentuk manusia menjadi hamba Allah yang saleh, teguh imannya, taat beribadah, dan berakhlak terpuji. Bahkan keseluruhan gerak dalam kehidupan setiap muslim, mulai dari perbuatan, perkataan dan tindakan apa pun yang dilakukannya dengan nilai mencari ridha Allah, memenuhi segala perintah-Nya, dan menjauhi segala larangan-Nya adalah ibadah. Maka untuk melaksanakan semua tugas kehidupan itu, baik bersifat pribadi maupun  sosial, perlu dipelajari dan dituntun dengan iman dan akhlak terpuji. Dengan demikian, identitas muslim akan tampak dalam semua aspek ke hidupannya.[33]
Pengabdian yang tinggi kepada Tuhan akan memberikan manfaat pada seluruh alam semesta. Manusia terdidik akan berusaha secara maksimal untuk bisa menjadi makhluk yang berguna bagi sesamanya dengan menghormati, mencintai, dan menjaga keharmonisan di antara mereka. Di antara indikator peserta didik yang telah ter manusiakan adalah bahwa ia akan menjadi pribadi yang produktif, kreatif, komunikatif, aspiratif, demokratis, cinta damai, menjaga kelestarian alam, cinta seni dan keindahan, suka menolong, dan taat beribadah. Semua itu dilakukannya dengan sadar, berkualitas, dan penuh kegembiraan.

C.    Prinsip-Prinsip Tujuan Pendidikan Agama Islam
Tujuan Pendidikan Islam, hakikatnya tidak terlepas dari prinsip-prinsip pendidikan yang bersumber dari Al Qur’an dan As Sunnah. Setidaknya ada 5 (lima) prinsip dalam pendidikan Islam. Kelima prinsip tersebut adalah:[34]
Pertama, Prinsip Integrasi (tauhid). Prinsip ini memandang adanya wujud kesatuan dunia-akhirat. Oleh karena itu, pendidikan akan meletakkan porsi yang seimbang untuk mencapai kebahagiaan di dunia sekaligus di akhirat.
Kedua, Prinsip Keseimbangan. Prinsip ini merupakan konsekuensi dari prinsip integrasi. Keseimbangan yang proporsional antara muatan ruhaniah dan jasmaniah, antara ilmu murni dan ilmu terapan, antara teori dan praktik, dan antara nilai yang menyangkut aqidah, syari’ah, dan akhlak.
Ketiga, Prinsip Persamaan dan Pembebasan. Prinsip ini di kembangkan dari nilai tauhid, bahwa Tuhan adalah Esa. Oleh karena itu, setiap individu dan bahkan semua makhluk hidup diciptakan oleh pencipta yang sama (Tuhan). Perbedaan hanyalah unsur untuk memperkuat persatuan. Pendidikan Islam adalah satu upaya untuk membebaskan manusia dari belenggu nafsu dunia menuju pada nilai tauhid yang bersih dan mulia. Manusia, dengan pendidikan, di harapkan bisa terbebas dari belenggu kebodohan, kemiskinan, ke jumudan, dan nafsu hayawaniah-nya sendiri.
Keempat, Prinsip kontinuitas dan Berkelanjutan (istiqâmah). Dari prinsip inilah dikenal konsep pendidikan seumur hidup (life long education) sebab di dalam Islam, belajar adalah satu kewajiban yang tidak pernah dan tidak boleh berakhir. Seruan membaca yang ada dalam Al-Qur’an merupakan perintah yang tidak mengenal batas waktu. Dengan menuntut ilmu secara kontinu dan terus-menerus, diharapkan akan muncul kesadaran pada diri manusia akan diri dan lingkungannya, dan yang lebih penting tentu saja adalah kesadaran akan Tuhannya.
Kelima, Prinsip Kemaslahatan dan Keutamaan. Jika ruh tauhid telah berkembang dalam sistem moral dan akhlak seseorang dengan kebersihan hati dan kepercayaan yang jauh dari kotoran maka ia akan memiliki daya juang untuk membela hal-hal yang maslahat atau berguna bagi kehidupan. Sebab, nilai tauhid hanya bisa dirasakan apabila ia telah dimanifestasikan dalam gerak langkah manusia untuk kemaslahatan, keutamaan manusia itu sendiri.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa prinsip pendidikan Islam identik dengan prinsip hidup setiap muslim, yakni beriman, bertakwa, berakhlak mulia, berkepribadian muslim, insan shalih guna mengemban amanat Allah sebagai khalifah di muka bumi dan beribadat kepada Tuhan untuk mencapai ridha-Nya. Prinsip-prinsip dalam pendidikan Islam tersebut perlu dirinci dalam bentuk indikator-indikator sehingga mudah untuk diaplikasi kan dan dievaluasi. Selain itu, prinsip-prinsip ini juga dapat dijabar kan menjadi langkah-langkah konseptual dan operasional sehingga mudah diaplikasikan dalam pendidikan, baik dalam keluarga, sekolah, maupun masyarakat.
Prinsip pendidikan secara ringkas setidaknya mengandung beberapa hal. Pertama, pendidikan adalah upaya untuk memanusiakan manusia dengan segala potensi yang dimilikinya, sehingga manusia tersebut dapat mengaktualisasikan dirinya sebagai manusia. Kedua, pengembangan aspek kemanusiaan dengan upaya pendidikan harus bersifat menyelurûh, bukan sebagian atau parsial berkenaan dengan satu atau beberapa aspek kemanusiaan. Ketiga, prinsip pendidikan mengarah pada sesuatu yang abstrak. Prinsip pendidikan tidak hanya mengarah pada proses pendidikan yang aplikatif, praktis, dan empiris, ia pun dapat diarahkan pada pencapaian tujuan yang lebih hakiki, lebih dari sekadar operasionalisasi pendidikan (Al-Syaibani, 1989: 133-134).[35]
D.    Sasaran Tujuan Pendidikan Agama Islam
Sasaran mempunyai perbedaan dengan tujuan[36], sasaran pada intinya menjadi pedoman dalam penyusunan rencana kegiatan dan alokasinya agar efektif dan efisien. Termasuk Pendidikan Agama Islam, memiliki sasaran tentunya. Dengan mengetahui sasaran, Pendidikan Islam akan direncanakan oleh keluarga, sekolah dan masyarakat dalam bentuk yang lebih rinci dan mempunyai waktu pencapaian atau pelaksanaan. Semisal kurikulum, silabus atau kalau di keluarga misalnya rencana keluarga dalam bentuk gambaran visi dan misi tahunan atau capaian dari orang tua terhadap anak-anaknya.
Sejalan dengan misi agama Islam yang bertujuan memberikan rahmat bagi sekalian makhluk di alam ini, Muhammad Fadhil Al Djamaly (1967: 99) menjelaskan bahwa Pendidikan Islam mengidentifikasikan sasarannya yang digali dari ajaran Al-Qur’an, meliputi 4 (empat) pengembangan fungsi manusia, yaitu:[37]
1.      Menyadarkan manusia secara individual pada posisi dan fungsinya di tengah makhluk lain serta dalam tanggung jawab dalam kehidupannya. Dengan kesadaran ini manusia akan mampu berperan sebagai makhluk Allah yang paling utama di antara makhluk-makhluk lainnya sehingga mampu berfungsi sebagai khalifah di muka bumi ini.
2.      Menyadarkan fungsi manusia dalam hubungannya dengan masyarakat, serta tanggung jawabnya terhadap ketertiban masyarakat itu. Oleh karena itu, manusia harus mengadakan interrelasi dan interaksi dengan sesamanya dalam kehidupan bermasyarakat.
3.      Menyadarkan manusia terhadap Pencipta alam dan mendorongnya untuk beribadah kepada-Nya. Oleh karena itu, manusia sebagai homo divinans (makhluk yang berketuhanan), sikap dan watak religiusitasnya perlu dikembangkan sedemikian rupa, sehingga mampu menjiwai dan mewarnai kehidupannya.
4.      Menyadarkan manusia tentang kedudukannya terhadap makhluk lain dan membawanya agar memahami hikmah Tuhan menciptakan makhluk lain, serta memberikan kemungkinan kepada manusia untuk mengambil manfaatnya.


BAB III
PENUTUP
            Pendidikan dalam bahasa Arab bisa disebut tarbiyah yang berasal dari kata rabba, berbeda dengan kata pengajaran dalam bahasa Arab yang disebut dengan ta’lim yang berasal dari kata ‘allama. Pendidiakan Islam sama dengan Tarbiyatul Islamiyah. Secara terminologis, pendidikan merupakan proses perbaikan, penguatan, dan penyempurnaan terhadap semua kemampuan dan potensi manusia. Pendidikan juga dapat diartikan suatu ikhtiyar manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai dan kebudayaan yang ada dalam masyarakat.
            Agama secara bahasa (etimologis), biasanya diterjemahkan dengan kata al-din (bahasa Arab) atau religion (bahasa Inggris). Selanjutnya disebut Din Al Islam atau The Religion of Islam atau Agama Islam. Dalam bahasa sansekerta, satu pendapat mengatakan bahwa Agama berasal dari kata A = tidak, Gam = tidak, kacau. Jadi, agama tidak pergi, tidak kacau, tetap ditempat, diwarisi turun menurun, karna agama mempunyai sifat demikian. Ada pendapat mengatakan Gam berarti tuntunan, karena agama memang meberi tuntunan. Secara terminologi, Agama atau Al Diin menurut Mahmud Syaltut mengatakan bahwa “Agama adalah ketetapan-ketapan Ilahi yang diwahyukan kepada Nabi-Nya untuk menjadi pedoman hidup manusia.” Adapun menurut Syekh Muhammad Abdullah Badran, guru besar Al Azhar dalam bukunya Al Madkhal ila Adyan menggambarkan bahwa, “hubungan antara dua pihak dimana yang pertama mempunyai kedudukan lebih tinggi dari yang kedua”.
            Secara bahasa, perkataan Islam berasal dari bahasa Arab, dari kata kerja “salima” yang dalam bentuk mashdarnya adalah kata Islam yang bermakna selamat, sejahtera dan damai. Secara terminologis, definisi yang bersifat jami’ (komprehensif) dan mani’ (protektif) terminologi Islam adalah agama yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad untuk mengatur hubungan manusia dengan Allah, manusia dengan dirinya, dan manusia dengan sesamanya.

            Pendidikan Islam secara bahasa dalam rekomendasi Konferensi Dunia tentang Pendidikan tahun 1977 di Jeddah ada tiga, yaitu al tarbiyah, al ta’lim dan al ta’dib. Secara istilah didefinisikan oleh banyak ahli diantaranya: Menurut Muhammad Naquib Al Attas, yakni suatu proses penamaan sesuatu ke dalam diri manusia. Atau pendidikan adalah sesuatu yang secara bertahap ditanamkan ke dalam manusia. Jadi, ada tiga unsur dalam pendidikan yaitu proses, kandungan, dan yang menerima. Sedangkan menurut Ahmad D. Marimba memberikan pengertian bahwa Pendidikan Agama Islam adalah bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum Islam menuju terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.
            Dalam Islam, “tujuan” memiliki posisi yang penting. Hal ini terlihat dalam pelafalan niat untuk semua perbuatan manusia terlebih dalam hal ibadah. Niat berarti merencanakan sesuatu sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan pendidikan menjadi komponen pendidikan yang harus dirumuskan terlebih dahulu sebelum merumuskan komponen-komponen pendidikan yang lain. Tujuan dapat membatasi gerak usaha agar kegiatan dapat terfokus pada apa yang dicita-citakan dan yang terpenting adalah dapat memberi penilaian atau evaluasi terhadap usaha-usaha pendidikan.
            Ibn Khaldun yang dikutip Ramayulis (1994: 25) menjelaskan bahwa tujuan pendidikan Islam ada dua, yaitu (a) Tujuan keagamaan; maksudnya ialah beramal untuk akhirat, sehingga ia menemui Tuhannya dan telah menemukan hak-hak Allah yang diwajibkan keatasnya, (b) Tujuan ilmiah yang bersifat keduniaan, yaitu apa yang diungkapkan oleh pendidikan modern dengan tujuan kemanfaatan atau persiapan untuk hidup.
            Zakiyah Daradjat mengemukakan: Tujuan pendidikan Islam adalah membimbing dan membentuk manusia menjadi hamba Allah yang saleh, teguh imannya, taat beribadah, dan berakhlak terpuji. Bahkan keseluruhan gerak dalam kehidupan setiap muslim, mulai dari perbuatan, perkataan dan tindakan apa pun yang dilakukannya dengan nilai mencari ridha Allah, memenuhi segala perintah-Nya, dan menjauhi segala larangan-Nya adalah ibadah. Maka untuk melaksanakan semua tugas kehidupan itu, baik bersifat pribadi maupun  sosial, perlu dipelajari dan dituntun dengan iman dan akhlak terpuji. Dengan demikian, identitas muslim akan tampak dalam semua aspek ke hidupannya.
Prinsip-prinsip pendidikan yang bersumber dari Al Qur’an dan As Sunnah. Setidaknya ada 5 (lima) prinsip dalam pendidikan Islam. Kelima prinsip tersebut adalah: Pertama, Prinsip Integrasi (tauhid). Prinsip ini memandang adanya wujud kesatuan dunia-akhirat. Kedua, Prinsip Keseimbangan. Prinsip ini merupakan konsekuensi dari prinsip integrasi. Ketiga, Prinsip Persamaan dan Pembebasan. Prinsip ini di kembangkan dari nilai tauhid, bahwa Tuhan adalah Esa. Keempat, Prinsip kontinuitas dan Berkelanjutan (istiqâmah). Dari prinsip inilah dikenal konsep pendidikan seumur hidup (life long education) sebab di dalam Islam, belajar adalah satu kewajiban yang tidak pernah dan tidak boleh berakhir. Kelima, Prinsip Kemaslahatan dan Keutamaan. Jika ruh tauhid telah berkembang dalam sistem moral dan akhlak seseorang dengan kebersihan hati dan kepercayaan yang jauh dari kotoran maka ia akan memiliki daya juang untuk membela hal-hal yang maslahat atau berguna bagi kehidupan.
Muhammad Fadhil Al Djamaly (1967: 99) menjelaskan bahwa Pendidikan Islam mengidentifikasikan sasarannya yang digali dari ajaran Al-Qur’an, meliputi 4 (empat) pengembangan fungsi manusia, yaitu:
a.       Menyadarkan manusia secara individual pada posisi dan fungsinya di tengah makhluk lain serta dalam tanggung jawab dalam kehidupannya.
b.      Menyadarkan fungsi manusia dalam hubungannya dengan masyarakat, serta tanggung jawabnya terhadap ketertiban masyarakat itu.
c.       Menyadarkan manusia terhadap Pencipta alam dan mendorongnya untuk beribadah kepada-Nya.
d.      Menyadarkan manusia tentang kedudukannya terhadap makhluk lain dan membawanya agar memahami hikmah Tuhan menciptakan makhluk lain, serta memberikan kemungkinan kepada manusia untuk mengambil manfaatnya.


DAFTAR PUSTAKA

Abd ar-Rahman an-Nahlawi. 1992. Prinsip-Prinsip Pendidikan Islam. Bandung:    Diponegoro.
Abdurrahman, Hafidz. 2002. Diskursus Islam Politik dan Spiritual. Jakarta: Wadi Press.
Al Attas, Muhammad Naquib.1996. Konsep Pendidikan Islam, Terjemahan Haidar Bagir, cet. 7. Bandung: Mizan.  
Al-Abrasyi, Muhammad Athiyah. 1975. At-Tarbiyah al-Islâmiyah wa Falasifatuhâ. Kairo: Isa al-Bab al-Halabi.  
Ali, Mohammad Daud. 1998. Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia, cet. 6. Jakarta: Rajagrafindo Persada.
An Nawawi, Muhammad bin Umar. 2002. Buku Terjemah Kitab: Syarh uqud Al Lujjain Fii Bayani Huquq Az Zaujaini, Penerjemah: Abu Sofia dan Lukman  Lubis. Surabaya: Ampel Mulia.
Asy-Syaibani, Umar Muhammad at-Toumi. t.t. Falsafah at-Tarbiyah al-Islâmiyah. Tri poli: asy-Syirkah al-‘Ammah li an-Nasyr wa at-Tauzi’ al-I’lan.  
Badan Penelitian dan Pengembangan Kabupaten Malang. 31-07-2013.              http://balitbang.malangkab.go.id/konten-36.html. Diakses pada 20   September 2018.
Dalimunthe, Sehat Sultoni. 2018. Filsafat Pendidikan Islam: Sebuah Bangunan Ilmu Islamic Studies. Yogyakarta: Deepublish.
Langgulung, Hasan. 2000. Asas-Asas Pendidikan Islam. Jakarta: Al Husna Zikrah  
Mardani. 2017. Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi. Depok: PT. Kharisma Putra Utama.
Muhadjir, Noeng. 1997. Kuliah Teknologi Pendidikan. Yogyakarta: P.Ps. IAIN Sunan Kalijaga

Roqib, Moh. 2009. Ilmu Pendidikan Islam: Pengembangan Pendidikan Integratif Di Sekolah, Keluarga Dan Masyarakat. Yogyakarta: PT. LKIS Printing.
Suryadi, Rudi Ahmad. 2018. Ilmu Pendidikan Islam. Yogyakarta: Deepublish. 
Syarbini, Amirullah. 2004. Model Pendidikan Karakter Dalam Keluarga. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
Zuhairini. 1982/1983. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Depag.


                [1] Amirullah Syarbini, Model Pendidikan Karakter Dalam Keluarga, (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2014), hal. VII.
                [2]  Ibid., Hal. 2. Dari sumber: Dharma Kesuma dkk, 2001: 2-3.
                [3] Syekh Muhammad bin Umar An Nawawi, Buku Terjemah Kitab: Syarh uqud Al Lujjain Fii Bayani Huquq Az Zaujaini, Penerjemah: Abu Sofia dan Lukman Lubis, (Surabaya: Ampel Mulia, 2002, Cet. I), hal. 29.
                [4] Dr. Moh. Roqib, M. Ag, Ilmu Pendidikan Islam: Pengembangan Pendidikan Integratif Di Sekolah, Keluarga Dan Masyarakat, (Yogyakarta: PT. LKIS Printing Cemerlang, Cet. I, 2009), hal. 14.
                [5] Ibid., hal. 15-16.
                [6] Dr. Mardani, Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi, (Depok: PT. Kharisma Putra Utama, Cet. I, 2017), hal. 1-2.
                [7] Ibid,. hal. 5.
                [8] Mohammad Daud Ali, Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, cet. ke-6, 1998), hlm. 28.
                [9] Dr. Mardani, Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi., hal. 19.
                [10] Ibid., hal. 22
                [11] Hafidz Abdurrahman, Diskursus Islam Politik dan Spiritual, (Jakarta: Wadi Press, 2002), hal. 1
                [12] Dr. Sehat Sultoni Dalimunthe, M.A, Filsafat Pendidikan Islam: Sebuah Bangunan Ilmu Islamic Studies, (Yogyakarta: Deepublish, cet. I, 2018), hal. 5.
                [13] Muhammad Naquib Al Attas, Konsep Pendidikan Islam, Terjemahan Haidar Bagir, cet. 7, (Bandung: Mizan, 1996), hal. 72.
                [14] Hasan Langgulung, Asas-Asas Pendidikan Islam, (Jakarta: Al Husna Zikrah, 2000), hal. 4.
                [15] Dr. Sehat Sultoni Dalimunthe, M.A, Filsafat Pendidikan Islam., hal. 26-28.
                [16] Ibid., hal. 11.
                [17] Ibid., hal. 14.
                [18] Muhammad Naquib Al Attas, Konsep Pendidikan Islam., hal. 35.
                [19] Ibid., hal. 36.
                [20] Dr. Moh. Roqib, M. Ag, Ilmu Pendidikan Islam., hal. 20.
                [21] Noeng Muhadjir, Kuliah Teknologi Pendidikan, (Yogyakarta: P.Ps. IAIN Sunan Kalijaga, 1997).
                [22] Dr. Moh. Roqib, M. Ag, Ilmu Pendidikan Islam., hal. 20.
                [23] Ibid., hal. 25.
                [24] Rudi Ahmad Suryadi, Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Deepublish, Cet. I, 2018), hal. 12.
                [25] Ibid., hal. 13-14.
                [26] Ibid., hal. 47-48
                [27] Dr. Moh. Roqib, M. Ag, Ilmu Pendidikan Islam., hal. 27.
                [28] Rudi Ahmad Suryadi, Ilmu Pendidikan Islam., hal 49.
                [29] Umar Muhammad at-Toumi asy-Syaibani, Falsafah at-Tarbiyah al-Islâmiyah, (Tri poli: asy-Syirkah al-‘Ammah li an-Nasyr wa at-Tauzi’ al-I’lan, t.t.).
                [30] Muhammad Athiyah Al-Abrasyi, At-Tarbiyah al-Islâmiyah wa Falasifatuhâ, (Kairo: Isa al-Bab al-Halabi, 1975), hlm. 22–25.
                [31] Abd ar-Rahman an-Nahlawi, Prinsip-Prinsip Pendidikan Islam, (Bandung: Diponegoro, 1992), hlm. 162.
                [32] Rudi Ahmad Suryadi, Ilmu Pendidikan Islam., hlm. 48.
                [33] Zuhairini, (Ketua Tim), Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Depag, 1982/1983), hal. 40.
                [34] Dr. Moh. Roqib, M. Ag, Ilmu Pendidikan Islam., hal. 32-33.

                [35] Rudi Ahmad Suryadi, Ilmu Pendidikan Islam., hal. 24-25.
                [36] Tujuan harus merupakan pencerminan hasil yang dijalankan agar suatu keadaan masa depan yang diidam-idamkan (visi) menjadi kenyataan. Lihat: http://balitbang.malangkab.go.id/konten-36.html
                [37] Rudi Ahmad Suryadi, Ilmu Pendidikan Islam., hal. 54.

Previous Post
Next Post

Man 'Arofa Nafsihi 'Arofa Robbuhu | #IslamSelamatkanNegeri

2 komentar: