![]() |
foto sumber: mamhtroso.com |
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan pada dasarnya merupakan sebuah proses
transformasi pengetahuan yang menuju pada perbaikan, penguatan, dan
penyempurnaan semua potensi manusia. Karnanya pendidikan tidak mengenal ruang
dan waktu, ia tidak hanya terbatas pada tebalnya dinding tembok sekolah, atau
sempitnya ruang kelas. Pendidikan bisa berlangsung dimana saja, kapan saja oleh
siapa saja sepanjang manusia mampu melakukan proses pendidikan.
Keluarga memiliki peran yang sangat penting dan
kuat dalam pembentukan karakter anak yang diungkapkan Papini (1994) dalam Family
Intervention, bahwa peran penting dan kualitas keluarga yang ikut mewarnai
pembentukan karakter antara lain terletak pada model pendidikan yang diberikan
keluarga pada anaknya.[1]
Pendidikan sejak dini oleh keluarga akan menjadi budaya dan akan dipegang teguh
oleh anak hingga akhir hayatnya.
Kerusakan moral yang terjadi pada remaja sekolah, yang
ditandai maraknya seks bebas,
penyalahgunaan narkoba, tawuran, pornografi, serta lainnya menyebabkan
pentingnya pendidikan karakter/kepribadian menjadi hal yang sangat diperlukan
oleh negeri ini. Tercatat oleh Direktur Remaja dan Perlindungan Hak-Hak
Reproduksi BKKBN, M. Masyri Muadz, mengatakan bahwa 63% remaja Indonesia pernah
melakukan seks bebas. Sedangkan remaja korban narkoba di Indonesia ada 1,1 juta
orang atau 3,9% dari total jumlah korban.[2] Dan
masih banyak data lagi yang menunjukkan fenomena kerusakan moral/akhlak yang
menimpa remaja (masyarakat).
Karnanya, perlu adanya model pendidikan yang dapat
diterapkan oleh keluarga Indonesia. Dalam
hal ini adalah Pendidikan Agama Islam merupakan solusi praktis oleh keluarga untuk membentuk
karakter anak-anak menjadi berkepribadian Islam. Sebab, Pendidikan Agama Islam merupakan hal
yang wajib diberikan oleh orang tua muslim kepada putra-putrinya dikeluarganya. Allah SWT berfirman dalam Al Qur’an,
يَٰٓأَيُّهَا
ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ قُوٓاْ أَنفُسَكُمۡ وَأَهۡلِيكُمۡ نَارٗا ٦
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah
dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (QS.
At Tahrim: 6)
Maksudnya orang-orang yang telah menyatakan
beriman, wajib memelihara diri dan keluarganya, yaitu istri, anak-anak dan
siapa saja yang disebut keluarga agar tidak masuk neraka. Abdullah bin Abbas
r.a memberikan penafsiran pada ayat tersebut sebagai berikut: “Kamu semua
hendaknya mengajar keluargamu dalam urusan-urusan syariat Allah dan didiklah
mereka dengan akhlak yang sempurna.”[3]
Akan
tetapi, yang perlu dibahas pertama kali dalam Pendidikan Agama Islam dalam
keluarga, adalah mengenai pengertian dan tujuan Pendidikan Agama Islam terlebih
dahulu. Agar didapatkan pemahaman mendasar sebelum masuk pada
pandangan-pandangan, konsep atau model pendidikan Islam tersebut. Karnanya, makalah
ini akan membahas dari kedua hal tersebut, yang akan menjadi referensi awal
dalam pembahasan Pendidikan Agama Islam dalam keluarga. Yang di dalamnya juga
terdapat prinsip-prinsip dan sasaran dari tujuan Pendidikan Agama Islam.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang tersebut, rumusan masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian dari Pendidikan Agama Islam?
2. Apa tujuan dari Pendidikan Agama Islam itu?
3. Apa prinsip dan sasaran dari tujuan Pendidikan Agama Islam?
C. Tujuan Pembahasan
1. Agar pembaca dapat mengetahui pengertian dari Pendidikan Agama Islam.
2. Agar pembaca dapat mengerti tujuan dari Pendidikan Agama Islam.
3. Agar pembaca dapat mengetahui Prinsip dan Sasaran dari Tujuan Pendidikan
Agama Islam.

PEMBAHASAN
A.
Pengertian Pendidikan Agama Islam
Pendidikan menjadi proses agar
dapat menjalankan kehidupan dan memenuhi tujuan hidup manusia secara lebih efektif dan efisien. Pendidikan lebih
dari pada pengajaran, karena pengajaran sebagai
suatu proses transfer ilmu belaka, sedang pendidikan merupakan transformasi
nilai dan pembentukan kepribadian dengan segala aspek yang dicakupnya.
Pendidikan
dalam bahasa Arab bisa disebut tarbiyah yang berasal dari kata rabba,
berbeda dengan kata pengajaran dalam bahasa Arab yang disebut dengan ta’lim
yang berasal dari kata ‘allama. Pendidikan Islam sama dengan Tarbiyatul
Islamiyah. Kata rabba, beserta cabangnya banyak dijumpai dalam Al
Qur’an, misal dalam QS. Al Isra’ [17]: 24 dan QS. Asy Syu’ara [26]: 18. Tarbiyah
sering juga disebut ta’dib seperti sabda Rasullulah ﷺ: “addabani rabbi fa ahsana ta’dibi” (Tuhanku
telah mendidikku, maka aku menyempurnakan pendidikannya).[4]
Istilah “tarbiyah, ta’lim, dan
ta’dib” yang harus dipahami secara bersama-sama. Ketiga istilah ini
mengandung makna yang mendalam menyangkut manusia dan masyarakat serta
lingkungan yang dalam hubungannya dengan Tuhan saling berkaitan satu sama lain.
Istilah-istilah itu pula sekaligus menjelaskan ruang lingkup pendidikan Islam:
informal, formal dan non formal.
Secara
terminologis, pendidikan merupakan proses perbaikan, penguatan, dan
penyempurnaan terhadap semua kemampuan dan potensi manusia. Pendidikan juga
dapat diartikan suatu ikhtiyar manusia untuk membina kepribadiannya sesuai
dengan nilai-nilai dan kebudayaan yang ada dalam masyarakat. Tidak mengherankan
jika pendidikan telah ada sejak munculnya peradaban manusia.[5]
Agama
secara bahasa (etimologis), biasanya diterjemahkan dengan kata al-din (bahasa
Arab) atau religion (bahasa Inggris). Selanjutnya disebut Din Al
Islam atau The Religion of Islam atau Agama Islam. Dalam bahasa sansekerta,
satu pendapat mengatakan bahwa Agama berasal dari kata A = tidak, Gam = tidak,
kacau. Jadi, agama tidak pergi, tidak kacau, tetap ditempat, diwarisi turun
menurun, karna agama mempunyai sifat demikian. Ada pendapat mengatakan Gam
berarti tuntunan, karena agama memang memberi tuntunan.[6]
Secara
terminologi, Agama atau Al Diin menurut Mahmud Syaltut mengatakan bahwa “Agama
adalah ketetapan-ketetapan Ilahi yang diwahyukan kepada Nabi-Nya untuk menjadi
pedoman hidup manusia.” Adapun menurut Syekh Muhammad Abdullah Badran, guru
besar Al Azhar dalam bukunya Al Madkhal ila Adyan menggambarkan bahwa, “hubungan
antara dua pihak dimana yang pertama mempunyai kedudukan lebih tinggi dari yang
kedua”. Seluruh kata yang terdapat pada Diin yakni Dal, Ya’ dan
Nun atau Dain yang berarti hutang atau daana-yadiinu yang
berati menghukum atau taat dan sebagainya, menggambarkan adanya dua pihak yang
melakuka interaksi. Jadi, agama adalah hubungan antara Makhluk dan Khaliknya.
Perkataan Agama menurut Sansekerta menitik beratkan pada hubungan manusia
dengan dewa, sedangkan religion dalam pengertin umum di Barat yang
beerasal dari kata latin religio atau relegree lebih menonjolkan
“ikatan manusia dengan kelompoknya disamping dengan dewanya.”[7]
Prof.
Muhammad Daud Ali mengatakan, istilah Ad-Diin yang tercantum dalam QS.
Ali Imran (5): 3, tidak hanya mengandung pengertian pengaturan hubungan manusia
dengan Tuhanya saja, tetapi juga mengandung pengaturan hubungan manusia dengan
manusia yang lain dalam masyarakat dan alam lingkungan hidupnya.[8]
Termasuk hubungan antara manusia dengan dirinya sendiri yakni dalam hal akhlak,
pakaian dan minuman (Hafidz Abdurrahman, 2002: 20).
Secara
bahasa, perkataan Islam berasal dari bahasa Arab, dari kata kerja “salima” yang
dalam bentuk mashdarnya adalah kata Islam yang bermakna selamat,
sejahtera dan damai. Islam satu kata dengan kata salam yang timbul
darinya ungkapan assalamu’alaikum yang membudaya dalam masyarakat
Indonesia dengan arti selamat, damai, dan sejahtera.[9]
Dari arti bahasa sebenarnya, Islam mempunyai arti penyerahan diri secara total
pada kehendak Allah tanpa perlawanan (menurut Prof. Dr. Muhammad Abdullah
Draz), begitu juga Prof. Dr. M. Tahir Azhary bahwa Islam berarti penundukan
diri sepenuhnya setiap makhluk Allah SWT terhadap kehendak dan
ketetapanNya/sunatullah (M. Tahir Azhary, 2003: 3-4).
Secara
terminologis, Islam adalah agama penutup dari semua agama yang diturunkan
berdasarkan wahyu Ilahi (Al Qur’an) kepada Nabi Muhammad ﷺ, melalui malaikat Jibril untuk diajarkan kepada seluruh umat
manusia sebagai way of life (pedoman hidup) lahir bathin dari dunia
sampai akhirat sebagai agama yang sempurna.[10]
Definisi yang bersifat jami’ (komprehensif) dan mani’ (protektif)
terminologi Islam adalah agama yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi
Muhammad ﷺ untuk mengatur hubungan manusia dengan
Allah, manusia dengan dirinya, dan manusia dengan sesamanya.[11]
Jadi
ada 3 hubungan manusia dalam Islam, yang kemudian menjadi dasar Pendidikan
Agama Islam baik di dalam keluarga, masyarakat (masjid dan lingkungan sekitar),
dan Negara (sekolah dan universitas) yaitu:
1.
Hubungan manusia dengan Tuhannya dalam hal ibadah, seperti sholat, zakat,
puasa, haji, dan lain-lainnya.
2.
Hubungan manusia dengan manusia dengan sesama/lingkungan dalam hal muamalah
seperti bisnis, sosial, pemerintahan, politik, pendidikan, dll), dan uqubat
(hukum).
3. Hubungan manusia dengan dirinya
sendiri akhlak, pakaian, makanan, dan minuman.
Dari
interaksi individu manusia dan kelompok sosial akan menciptakan dinamika
pemikiran dan budaya (kebiasaan) masyarakat. Dari sinilah terwujudnya
pendidikan, termasuk Pendidikan Agama Islam. Tanpa adanya interaksi dan gerak
dinamis, akan tidak terjadinya proses-proses pendidikan itu. Sebab, hidup itu
sendiri adalah menunjukkan gerakan yang dinamis. Semakin dinamis seorang
individu atau kelompok maka semakin baik pula proses pendidikannya dan
kehidupannya.
Pendidikan
Agama Islam atau Pendidikan Islam disampaikan kepada masyarakat dengan jalan
berdakwah. Dari dakwah inilah proses pendidikan berlangsung dan melahirkan
perubahan-perubahan ke arah positif yang dipandu Allah SWT melalui nash-nash Al
Qur’an dan As Sunnah oleh pendidik (Ulama).
Pendidikan Islam secara bahasa dalam
rekomendasi Konferensi Dunia tentang Pendidikan tahun 1977 di Jeddah ada tiga,
yaitu al tarbiyah, al ta’lim dan al ta’dib.[12] Al Tarbiyah dalam
makna sederhana adalah membesarkan tanpa mencakup penanaman pengetahuan dalam proses
itu.[13]
Adapun Al Ta’lim maknanya adalah pengajaran dan pengajaran itu berlaku
juga untuk selain manusia.[14]
Adapun Al Ta’dib bisa disebut proses menjadikan seseorang beradab
(akhlak mulia). Sehingga al ta’dib dianggap paling cocok untuk istilah
pendidikan, didalamnya terkandung unsur ‘ilm, ta’lim, dan tarbiyah. Akan tetapi, dalam konsep Al
Qur’an tidak ada kata yang asal katanya dari “al adaba”, istilah adab
ini dikenal dalam peradaban Arab sejak pra Islam yang terkadang diartikan
etika. Tapi tidak terkonfirmasi dengan Al Qur’an sama sekali tidak termuat kata
itu dan kata yang berakar darinya, sehingga dalam perspektif Al Qur’an tidak
mendapat posisi.[15]
Lain halnya dengan kata Al
Tarbiyah, yang berasal dari kata “rabba” yang sangat banyak
disebutkan di dalam Al Qur’an yakni sebanyak 1241 kali.[16]
Sehingga kata ini mempunyai posisi dalam Al Qur’an mengingat “rabbun” adalah
salah satu nama Allah SWT. Menurut Al Raghib Al Asfahani, kata rabbun sesungguhnya
yang membentuk kata Al Tarbiyah, yakni التمام إنشاء الشيء حالا فحالا إلى حد : “mengupayakan sesuatu perlahan-lahan menuju kesempurnaan.”
Sehingga pendidikan akan terus berlangsung tidak pernah berakhir, karna ia
tidak pernah sempurna, ia hanya hadd at tamam (menyempurnakan apa yang
kurang).
Khalid Ibn Hamid
al-Hazimi mencoba melengkapi definisi Al-Tarbiyah lebih rinci, yakni “membentuk
manusia secara bertahap di setiap aspeknya, dengan tujuan mencari kebahagiaan
dunia akhirat, yang sesuai dengan pedoman yang Islami.”[17]
Pendidikan Agama Islam secara
istilah didefinisikan oleh banyak ahli diantaranya: Menurut Muhammad Naquib Al Attas, yakni suatu proses penamaan sesuatu ke dalam diri
manusia.[18]
Atau pendidikan adalah sesuatu yang secara bertahap ditanamkan ke dalam manusia.[19]
Jadi, ada tiga unsur dalam pendidikan yaitu proses, kandungan, dan yang
menerima.
Sedangkan
menurut Ahmad D. Marimba memberikan pengertian bahwa Pendidikan Agama Islam
adalah bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum Islam menuju terbentuknya
kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.[20]
Dari definisi ini memuat tiga unsur mendukung Pendidikan Agama Islam, yaitu:
1) Usaha berupa bimbingan bagi pengembangan potensi
jasmaniah dan rohaniah secara seimbang,
2) Usaha tersebut didasarkan atas ajaran Islam, yang
bersumber dari Al Qur’an, As Sunnah, dan Ijtihad,
3) Usaha tersebut diarahkan pada upaya untuk
membentuk dan mencapai kepribadian muslim (Islam). Yaitu kepribadian yang
didlamnya tertanam nilai-nilai Islam sehingga perilakunya sesuai dengan
nilai-nilai Islam.
Dari sini dapat
dikatakan bahwa Pendidikan Agama Islam, sebenarnya terfokus pada pengembangan
akhlak mulia,[21] yang dipadu ilmu sosial,
eksakta, dan humaniora.[22]
B.
Tujuan Pendidikan Agama Islam
Dalam
Islam, “tujuan” memiliki posisi yang penting. Hal ini terlihat dalam pelafalan
niat untuk semua perbuatan manusia terlebih dalam hal ibadah. Niat berarti
merencanakan sesuatu sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.[23]
Sehingga yang menjadi komponen penting dalam aktivitas manusia harus mempunyai
tujuan, yakni tujuan pendidikan. Sutari Imam Barnadib (1996:15) berpendapat
bahwa tujuan pendidikan merupakan syarat mutlak bagi tersusunnya pengertian
pendidikan secara sistematis yang memungkinkan adanya proses pendidikan yang
berasas dan fungsional.[24]
Sehingga tujuan pendidikan merupakan nilai-nilai yang ingin dicapai dan
dinternalisasikan pada peserta didik (Brucher, 1962: 52). Dan tujuan pendidikan
menjadi masalah yang asasi inti dan saripati dari selurûh proses pendidikan dan
berfungsi sebagai petunjuk yang mengarahkan proses pendidikan, memotivasi dan
memberi kriteria ukuran dalam evaluasi pendidikan.
Tujuan
pendidikan menjadi komponen pendidikan yang harus dirumuskan terlebih dahulu
sebelum merumuskan komponen-komponen pendidikan yang lain. Tujuan dapat membatasi
gerak usaha agar kegiatan dapat terfokus pada apa yang dicita-citakan dan yang
terpenting adalah dapat memberi penilaian atau evaluasi terhadap usaha-usaha
pendidikan. Jika menelaah kajian tentang tujuan pendidikan, setidaknya ada tiga
pendekatan yang bisa digunakan. Pertama, pendekatan ilmu pendidikan. Kedua,
pendekatan kebijakan negara. Dan ketiga, adalah pendekatan agama
(Islâm).[25]
Kebijakan
Negara di dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional dinyatakan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah mencerdaskan
kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur,
memiliki pengetahuan dan keterampilan, sehat jasmani dan rohani, berkepribadian
dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Dalam
khazanah pemikiran pendidikan Islam, pada umumnya para pakar/ulama berpendapat
bahwa tujuan akhir pendidikan Islam adalah untuk beribadah kepada Allah Swt.
Ibn Khaldun yang dikutip Ramayulis (1994: 25) menjelaskan bahwa tujuan
pendidikan Islam ada dua, yaitu (a) Tujuan keagamaan; maksudnya ialah beramal
untuk akhirat, sehingga ia menemui Tuhannya dan telah menemukan hak-hak Allah
yang diwajibkan keatasnya, (b) Tujuan ilmiah yang bersifat keduniaan, yaitu apa
yang diungkapkan oleh pendidikan modern dengan tujuan kemanfaatan atau
persiapan untuk hidup.[26]
Naquib
al-Attas[27]
menyatakan bahwa tujuan pendidikan yang penting harus diambil dari pandangan
hidup (philosophy of life). Jika pandangan hidup itu Islam maka
tujuannya adalah membentuk manusia sempurna (insan kamil) menurut Islam.
Menurut
Abdul Fatah Jalal (1990: 22) tujuan pendidikan Islam adalah untuk mempersiapkan
manusia yang abid yang menghambakan dirinya kepada Allah. Yaitu terbentuknya
manusia yang sempurna yang beribadah kepada Allah.
Menurut
M. Arifin (1994: 41) tujuan pendidikan Islam adalah menanamkan takwa dan akhlak
serta menegakkan kebenaran dalam rangka membentuk manusia yang berpribadi dan
berbudi luhur menurut ajaran Islam.
Menurut
Ahmad Tafsir (1994: 50) tujuan pendidikan Islam adalah terbentuknya manusia
yang sempurna, yaitu manusia yang beribadah kepada Allah, memiliki kesehatan
jasmani, kuat secara mental, akalnya cerdas dan pandai serta kalbunya penuh
iman kepada Allah.[28]
Menurut Umar
Muhammad at-Taumi asy-Syaibani[29], mengemukaan bahwa tujuan
tertinggi dari pendidikan Islam adalah persiapan untuk kehidupan dunia dan akhirat. Bagi asy-Syaibani, tujuan pendidikan
adalah untuk memproses manusia yang siap untuk berbuat dan memakai fasilitas
dunia ini guna beribadah kepada Allah, bukan manusia yang siap pakai dalam arti
siap dipakai oleh lembaga, pabrik, atau yang lainnya. Jika yang terakhir ini
yang dijadikan tujuan dan orientasi pendidikan maka pendidikan hanya ditujukan
sebagai alat produksi tenaga kerja dan memperlakukan manusia bagaikan mesin dan
robot. Pendidikan seperti ini tidak akan mampu mencetak manusia terampil dan
kreatif yang memiliki kebebasan dan kehormatan.
Muhammad
Athiyah al-Abrasyi,[30]
merumuskan tujuan pendidikan Islam
secara lebih rinci. Dia
menyatakan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah untuk membentuk akhlak mulia,
persiapan menghadapi kehidupan dunia-akhirat, persiapan untuk mencari rizki,
menumbuhkan semangat ilmiah, dan menyiapkan profesionalisme subjek didik.
Abd ar-Rahman an-Nahlawi[31]
berpendapat bahwa tujuan pendidikan Islam adalah mengembangkan pikiran manusia
dan mengatur tingkah laku serta perasaan mereka berdasarkan Islam yang dalam
proses akhirnya bertujuan untuk merealisasikan ke taatan dan penghambaan kepada
Allah di dalam kehidupan manusia, baik individu maupun masyarakat. Definisi
tujuan pendidikan ini lebih menekankan pada kepasrahan kepada Tuhan yang
menyatu dalam diri secara individual maupun sosial.
Pendidikan
Islam bertugas mempertahankan, menanamkan dan mengembangkan kelangsungan
berfungsinya nilai-nilai Islami yang bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadits.
Sejalan dengan tuntutan kemajuan atau modernisasi kehidupan masyarakat akibat
pengaruh kebudayaan yang meningkat, pendidikan Islam memberikan kelenturan
(fleksibilitas) perkembangan nilai-nilai dalam ruang lingkup konfigurasinya.
Dengan demikian, pendidikan Islam bertujuan di samping menginternalisasikan
(menanamkan dalam pribadi) nilai-nilai Islami, juga mengembangkan anak didik
agar mampu mendidik anak
didik agar memiliki kedewasaan dan kematangan dalam beriman, bertakwa dan
mengamalkan hasil pendidikan yang diperoleh sehingga menjadi pemikir yang
sekaligus pengamal ajaran Islam.[32]
Berdasarkan
pada definisi yang telah dikemukakan di atas maka secara umum dapatlah
dikatakan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah pembentukan kepribadian muslim
paripurna (kaffah). Pribadi yang demikian adalah pribadi yang
menggambarkan terwujudnya keseluruhan esensi manusia secara kodrati, yaitu
sebagai makhluk individual, makhluk sosial, makhluk bermoral, dan makhluk yang
ber-Tuhan. Citra pribadi muslim seperti itu sering disebut sebagai manusia
paripurna (insân kâmil) atau pribadi yang utuh, sempurna, seimbang, dan
selaras.
Manusia sempurna berarti manusia
yang memahami tentang Tuhan, diri, dan lingkungannya. Dalam hal ini, Zakiyah
Daradjat mengemukakan:
Tujuan pendidikan Islam adalah
membimbing dan membentuk manusia menjadi hamba Allah yang saleh, teguh imannya,
taat beribadah, dan berakhlak terpuji. Bahkan keseluruhan gerak dalam kehidupan
setiap muslim, mulai dari perbuatan, perkataan dan tindakan apa pun yang
dilakukannya dengan nilai mencari ridha Allah, memenuhi segala perintah-Nya,
dan menjauhi segala larangan-Nya adalah ibadah. Maka untuk melaksanakan semua
tugas kehidupan itu, baik bersifat pribadi maupun sosial, perlu dipelajari dan dituntun dengan
iman dan akhlak terpuji. Dengan demikian, identitas muslim akan tampak dalam
semua aspek ke hidupannya.[33]
Pengabdian yang tinggi kepada
Tuhan akan memberikan manfaat pada seluruh alam semesta. Manusia terdidik akan
berusaha secara maksimal untuk bisa menjadi makhluk yang berguna bagi sesamanya
dengan menghormati, mencintai, dan menjaga keharmonisan di antara mereka. Di
antara indikator peserta didik yang telah ter manusiakan adalah bahwa ia akan
menjadi pribadi yang produktif, kreatif, komunikatif, aspiratif, demokratis,
cinta damai, menjaga kelestarian alam, cinta seni dan keindahan, suka menolong,
dan taat beribadah. Semua itu dilakukannya dengan sadar, berkualitas, dan penuh
kegembiraan.
C.
Prinsip-Prinsip Tujuan Pendidikan
Agama Islam
Tujuan
Pendidikan Islam, hakikatnya tidak terlepas dari prinsip-prinsip pendidikan
yang bersumber dari Al Qur’an dan As Sunnah. Setidaknya ada 5 (lima) prinsip
dalam pendidikan Islam. Kelima prinsip tersebut adalah:[34]
Pertama,
Prinsip Integrasi (tauhid). Prinsip ini memandang adanya wujud kesatuan
dunia-akhirat. Oleh karena itu, pendidikan akan meletakkan porsi yang seimbang
untuk mencapai kebahagiaan di dunia sekaligus di akhirat.
Kedua,
Prinsip Keseimbangan. Prinsip ini merupakan konsekuensi dari prinsip integrasi.
Keseimbangan yang proporsional antara muatan ruhaniah dan jasmaniah, antara
ilmu murni dan ilmu terapan, antara teori dan praktik, dan antara nilai yang
menyangkut aqidah, syari’ah, dan akhlak.
Ketiga, Prinsip
Persamaan dan Pembebasan. Prinsip ini di kembangkan dari nilai tauhid, bahwa
Tuhan adalah Esa. Oleh karena itu, setiap individu dan bahkan semua makhluk
hidup diciptakan oleh pencipta yang sama (Tuhan). Perbedaan hanyalah unsur
untuk memperkuat persatuan. Pendidikan Islam adalah satu upaya untuk
membebaskan manusia dari belenggu nafsu dunia menuju pada nilai tauhid yang
bersih dan mulia. Manusia, dengan pendidikan, di harapkan bisa terbebas dari
belenggu kebodohan, kemiskinan, ke jumudan, dan nafsu hayawaniah-nya
sendiri.
Keempat,
Prinsip kontinuitas dan Berkelanjutan (istiqâmah). Dari prinsip inilah
dikenal konsep pendidikan seumur hidup (life long education) sebab di dalam Islam, belajar
adalah satu kewajiban yang tidak pernah dan tidak boleh berakhir. Seruan
membaca yang ada dalam Al-Qur’an merupakan perintah yang tidak mengenal batas
waktu. Dengan menuntut ilmu secara kontinu dan terus-menerus, diharapkan akan
muncul kesadaran pada diri manusia akan diri dan lingkungannya, dan yang lebih
penting tentu saja adalah kesadaran akan Tuhannya.
Kelima,
Prinsip Kemaslahatan dan Keutamaan. Jika ruh tauhid telah berkembang
dalam sistem moral dan akhlak seseorang dengan kebersihan hati dan kepercayaan
yang jauh dari kotoran maka ia akan memiliki daya juang untuk membela hal-hal
yang maslahat atau berguna bagi kehidupan. Sebab, nilai tauhid hanya
bisa dirasakan apabila ia telah dimanifestasikan dalam gerak langkah manusia
untuk kemaslahatan, keutamaan manusia itu sendiri.
Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa prinsip pendidikan Islam identik dengan
prinsip hidup setiap muslim, yakni beriman, bertakwa, berakhlak mulia,
berkepribadian muslim, insan shalih guna mengemban amanat Allah sebagai
khalifah di muka bumi dan beribadat kepada Tuhan untuk mencapai ridha-Nya.
Prinsip-prinsip dalam pendidikan Islam tersebut perlu dirinci dalam bentuk
indikator-indikator sehingga mudah untuk diaplikasi kan dan dievaluasi. Selain
itu, prinsip-prinsip ini juga dapat dijabar kan menjadi langkah-langkah
konseptual dan operasional sehingga mudah diaplikasikan dalam pendidikan, baik
dalam keluarga, sekolah, maupun masyarakat.
Prinsip
pendidikan secara ringkas setidaknya mengandung beberapa hal. Pertama,
pendidikan adalah upaya untuk memanusiakan manusia dengan segala potensi yang
dimilikinya, sehingga manusia tersebut dapat mengaktualisasikan dirinya sebagai
manusia. Kedua, pengembangan aspek kemanusiaan dengan upaya pendidikan
harus bersifat menyelurûh, bukan sebagian atau parsial berkenaan dengan satu
atau beberapa aspek kemanusiaan. Ketiga, prinsip pendidikan mengarah
pada sesuatu yang abstrak. Prinsip pendidikan tidak hanya mengarah pada proses
pendidikan yang aplikatif, praktis, dan empiris, ia pun dapat diarahkan pada
pencapaian tujuan yang lebih hakiki, lebih dari sekadar operasionalisasi
pendidikan (Al-Syaibani, 1989: 133-134).[35]
D. Sasaran Tujuan Pendidikan Agama Islam
Sasaran
mempunyai perbedaan dengan tujuan[36],
sasaran pada intinya menjadi pedoman dalam penyusunan rencana kegiatan dan
alokasinya agar efektif dan efisien. Termasuk Pendidikan Agama Islam, memiliki
sasaran tentunya. Dengan mengetahui sasaran, Pendidikan Islam akan direncanakan
oleh keluarga, sekolah dan masyarakat dalam bentuk yang lebih rinci dan
mempunyai waktu pencapaian atau pelaksanaan. Semisal kurikulum, silabus atau
kalau di keluarga misalnya rencana keluarga dalam bentuk gambaran visi dan misi
tahunan atau capaian dari orang tua terhadap anak-anaknya.
Sejalan
dengan misi agama Islam yang bertujuan memberikan rahmat bagi sekalian makhluk
di alam ini, Muhammad Fadhil Al Djamaly (1967: 99) menjelaskan bahwa Pendidikan
Islam mengidentifikasikan sasarannya yang digali dari ajaran Al-Qur’an,
meliputi 4 (empat) pengembangan fungsi manusia, yaitu:[37]
1. Menyadarkan manusia secara
individual pada posisi dan fungsinya di tengah makhluk lain serta dalam
tanggung jawab dalam kehidupannya. Dengan kesadaran ini manusia akan mampu
berperan sebagai makhluk Allah yang paling utama di antara makhluk-makhluk
lainnya sehingga mampu berfungsi sebagai khalifah di muka bumi ini.
2. Menyadarkan fungsi manusia dalam
hubungannya dengan masyarakat, serta tanggung jawabnya terhadap ketertiban
masyarakat itu. Oleh karena itu, manusia harus mengadakan interrelasi dan
interaksi dengan sesamanya dalam kehidupan bermasyarakat.
3. Menyadarkan manusia terhadap
Pencipta alam dan mendorongnya untuk beribadah kepada-Nya. Oleh karena itu,
manusia sebagai homo divinans (makhluk yang berketuhanan), sikap dan
watak religiusitasnya perlu dikembangkan sedemikian rupa, sehingga mampu
menjiwai dan mewarnai kehidupannya.
4. Menyadarkan manusia tentang
kedudukannya terhadap makhluk lain dan membawanya agar memahami hikmah Tuhan
menciptakan makhluk lain, serta memberikan kemungkinan kepada manusia untuk
mengambil manfaatnya.
BAB III
PENUTUP
Pendidikan dalam bahasa Arab bisa
disebut tarbiyah yang berasal dari kata rabba, berbeda dengan
kata pengajaran dalam bahasa Arab yang disebut dengan ta’lim yang
berasal dari kata ‘allama. Pendidiakan Islam sama dengan Tarbiyatul
Islamiyah. Secara terminologis, pendidikan merupakan proses perbaikan,
penguatan, dan penyempurnaan terhadap semua kemampuan dan potensi manusia.
Pendidikan juga dapat diartikan suatu ikhtiyar manusia untuk membina
kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai dan kebudayaan yang ada dalam
masyarakat.
Agama secara bahasa (etimologis), biasanya
diterjemahkan dengan kata al-din (bahasa Arab) atau religion (bahasa
Inggris). Selanjutnya disebut Din Al Islam atau The Religion of Islam
atau Agama Islam. Dalam bahasa sansekerta, satu pendapat mengatakan bahwa
Agama berasal dari kata A = tidak, Gam = tidak, kacau. Jadi, agama tidak pergi,
tidak kacau, tetap ditempat, diwarisi turun menurun, karna agama mempunyai
sifat demikian. Ada pendapat mengatakan Gam berarti tuntunan, karena agama
memang meberi tuntunan. Secara terminologi, Agama atau Al Diin menurut
Mahmud Syaltut mengatakan bahwa “Agama adalah ketetapan-ketapan Ilahi yang
diwahyukan kepada Nabi-Nya untuk menjadi pedoman hidup manusia.” Adapun
menurut Syekh Muhammad Abdullah Badran, guru besar Al Azhar dalam bukunya Al
Madkhal ila Adyan menggambarkan bahwa, “hubungan antara dua pihak dimana
yang pertama mempunyai kedudukan lebih tinggi dari yang kedua”.
Secara bahasa, perkataan Islam
berasal dari bahasa Arab, dari kata kerja “salima” yang dalam bentuk
mashdarnya adalah kata Islam yang bermakna selamat, sejahtera dan damai.
Secara terminologis, definisi yang bersifat jami’ (komprehensif) dan
mani’ (protektif) terminologi Islam adalah agama yang diturunkan oleh Allah
SWT kepada Nabi Muhammad ﷺ untuk mengatur
hubungan manusia dengan Allah, manusia dengan dirinya, dan manusia dengan
sesamanya.
Pendidikan Islam secara bahasa dalam
rekomendasi Konferensi Dunia tentang Pendidikan tahun 1977 di Jeddah ada tiga,
yaitu al tarbiyah, al ta’lim dan al ta’dib. Secara istilah
didefinisikan oleh banyak ahli diantaranya: Menurut Muhammad Naquib Al Attas,
yakni suatu proses penamaan sesuatu ke dalam diri manusia. Atau pendidikan
adalah sesuatu yang secara bertahap ditanamkan ke dalam manusia. Jadi, ada tiga
unsur dalam pendidikan yaitu proses, kandungan, dan yang menerima. Sedangkan menurut Ahmad D. Marimba memberikan pengertian
bahwa Pendidikan Agama Islam adalah bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan
hukum-hukum Islam menuju terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran
Islam.
Dalam Islam, “tujuan” memiliki
posisi yang penting. Hal ini terlihat dalam pelafalan niat untuk semua
perbuatan manusia terlebih dalam hal ibadah. Niat berarti merencanakan sesuatu
sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan pendidikan menjadi komponen
pendidikan yang harus dirumuskan terlebih dahulu sebelum merumuskan
komponen-komponen pendidikan yang lain. Tujuan dapat membatasi gerak usaha agar
kegiatan dapat terfokus pada apa yang dicita-citakan dan yang terpenting adalah
dapat memberi penilaian atau evaluasi terhadap usaha-usaha pendidikan.
Ibn Khaldun yang dikutip Ramayulis
(1994: 25) menjelaskan bahwa tujuan pendidikan Islam ada dua, yaitu (a) Tujuan
keagamaan; maksudnya ialah beramal untuk akhirat, sehingga ia menemui Tuhannya
dan telah menemukan hak-hak Allah yang diwajibkan keatasnya, (b) Tujuan ilmiah
yang bersifat keduniaan, yaitu apa yang diungkapkan oleh pendidikan modern
dengan tujuan kemanfaatan atau persiapan untuk hidup.
Zakiyah
Daradjat mengemukakan: Tujuan pendidikan Islam adalah membimbing dan membentuk
manusia menjadi hamba Allah yang saleh, teguh imannya, taat beribadah, dan
berakhlak terpuji. Bahkan keseluruhan gerak dalam kehidupan setiap muslim,
mulai dari perbuatan, perkataan dan tindakan apa pun yang dilakukannya dengan
nilai mencari ridha Allah, memenuhi segala perintah-Nya, dan menjauhi segala
larangan-Nya adalah ibadah. Maka untuk melaksanakan semua tugas kehidupan itu,
baik bersifat pribadi maupun sosial,
perlu dipelajari dan dituntun dengan iman dan akhlak terpuji. Dengan demikian,
identitas muslim akan tampak dalam semua aspek ke hidupannya.
Prinsip-prinsip
pendidikan yang bersumber dari Al Qur’an dan As Sunnah. Setidaknya ada 5 (lima)
prinsip dalam pendidikan Islam. Kelima prinsip tersebut adalah: Pertama,
Prinsip Integrasi (tauhid). Prinsip ini memandang adanya wujud kesatuan
dunia-akhirat. Kedua, Prinsip Keseimbangan. Prinsip ini merupakan konsekuensi
dari prinsip integrasi. Ketiga, Prinsip Persamaan dan Pembebasan.
Prinsip ini di kembangkan dari nilai tauhid, bahwa Tuhan adalah Esa. Keempat,
Prinsip kontinuitas dan Berkelanjutan (istiqâmah). Dari prinsip inilah
dikenal konsep pendidikan seumur hidup (life long education) sebab di dalam Islam, belajar
adalah satu kewajiban yang tidak pernah dan tidak boleh berakhir. Kelima,
Prinsip Kemaslahatan dan Keutamaan. Jika ruh tauhid telah berkembang
dalam sistem moral dan akhlak seseorang dengan kebersihan hati dan kepercayaan
yang jauh dari kotoran maka ia akan memiliki daya juang untuk membela hal-hal
yang maslahat atau berguna bagi kehidupan.
Muhammad
Fadhil Al Djamaly (1967: 99) menjelaskan bahwa Pendidikan Islam
mengidentifikasikan sasarannya yang digali dari ajaran Al-Qur’an, meliputi 4 (empat)
pengembangan fungsi manusia, yaitu:
a. Menyadarkan manusia secara
individual pada posisi dan fungsinya di tengah makhluk lain serta dalam
tanggung jawab dalam kehidupannya.
b. Menyadarkan fungsi manusia dalam
hubungannya dengan masyarakat, serta tanggung jawabnya terhadap ketertiban
masyarakat itu.
c. Menyadarkan manusia terhadap
Pencipta alam dan mendorongnya untuk beribadah kepada-Nya.
d. Menyadarkan manusia tentang
kedudukannya terhadap makhluk lain dan membawanya agar memahami hikmah Tuhan menciptakan
makhluk lain, serta memberikan kemungkinan kepada manusia untuk mengambil
manfaatnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abd ar-Rahman an-Nahlawi. 1992. Prinsip-Prinsip
Pendidikan Islam. Bandung: Diponegoro.
Abdurrahman, Hafidz. 2002. Diskursus
Islam Politik dan Spiritual. Jakarta: Wadi Press.
Al Attas, Muhammad Naquib.1996. Konsep
Pendidikan Islam, Terjemahan Haidar Bagir,
cet. 7. Bandung: Mizan.
Al-Abrasyi, Muhammad Athiyah. 1975. At-Tarbiyah
al-Islâmiyah wa Falasifatuhâ.
Kairo: Isa al-Bab al-Halabi.
Ali, Mohammad Daud. 1998. Hukum
Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum
Islam di Indonesia, cet. 6. Jakarta: Rajagrafindo Persada.
An Nawawi, Muhammad bin Umar. 2002.
Buku Terjemah Kitab: Syarh uqud Al Lujjain
Fii Bayani Huquq Az Zaujaini, Penerjemah: Abu Sofia dan Lukman Lubis. Surabaya: Ampel Mulia.
Asy-Syaibani, Umar Muhammad at-Toumi.
t.t. Falsafah at-Tarbiyah al-Islâmiyah. Tri
poli: asy-Syirkah al-‘Ammah li an-Nasyr wa at-Tauzi’ al-I’lan.
Badan Penelitian dan Pengembangan
Kabupaten Malang. 31-07-2013. http://balitbang.malangkab.go.id/konten-36.html.
Diakses pada 20 September 2018.
Dalimunthe, Sehat Sultoni. 2018. Filsafat
Pendidikan Islam: Sebuah Bangunan Ilmu
Islamic Studies. Yogyakarta: Deepublish.
Langgulung, Hasan. 2000. Asas-Asas
Pendidikan Islam. Jakarta: Al Husna Zikrah
Mardani. 2017. Pendidikan Agama
Islam Untuk Perguruan Tinggi. Depok: PT. Kharisma
Putra Utama.
Muhadjir, Noeng. 1997. Kuliah
Teknologi Pendidikan. Yogyakarta: P.Ps. IAIN Sunan Kalijaga
Roqib, Moh. 2009. Ilmu Pendidikan
Islam: Pengembangan Pendidikan Integratif Di
Sekolah, Keluarga Dan Masyarakat. Yogyakarta: PT. LKIS Printing.
Suryadi, Rudi Ahmad. 2018. Ilmu
Pendidikan Islam. Yogyakarta: Deepublish.
Syarbini, Amirullah. 2004. Model
Pendidikan Karakter Dalam Keluarga. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
Zuhairini. 1982/1983. Filsafat
Pendidikan Islam. Jakarta: Depag.
شركة تنظيف بالقطيف
BalasHapusشركه نقل عفش بالقطيف
شركة تسليك مجاري بالقطيف
شركة مكافحة حشرات بالقطيف
شركة تنظيف بتبوك
شركة نقل عفش بتبوك
Ok. Thanks..
Hapus