BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Pada hakekatnya pendidikan mengandung tiga unsur yaitu mendidik, mengajar dan melatih. Ketiga istilah tersebut memiliki pengertian yang berbeda. Tetapi secara sepintas mungkin menurut orang awam dianggap sama pengertiannya.
Adapun menurut M.J.
Langeveld (1980), pendidikan atau mendidik adalah suatu upaya orang dewasa yang
dilakukan secara sengaja untuk membantu anak atau orang yang belum dewasa agar mencapai
kedewasaan.[1]
Ada enam unsur yang terlibat dalam pendidikan, yaitu: (1) tujuan pendidikan,
(2) pendidik, (3) anak didik, (4) isi pendidikan, (5) alat pendidikan, (6)
lingkungan pendidikan.
Sehingga, anak
didik diharapakan tidak hanya disiapkan untuk siap bekerja, tetapi dapat
menjalani kehidupan nyata dan ilmu yang didapatkan dapat dipergunakan dalam
kehidupan sehari-hari.
Ini berbeda
dengan, mengajar yang hanya proses transfer ilmu pengetahuan kepada peserta ajar
yang mengandalkan pada acuan kurikulum. Yang menginginkan anak didik menjadi
pintar dalam intelektualitasnya. Adapun latihan ialah usaha untuk memperoleh
keterampilan dengan melatihkan sesuatu secara berulangulang, sehingga terjadi
mekanisasi atau pembiasaan.[2]
Karnanya, untuk
menjadi pendidik yang diharapkan dapat memahami ilmu pendidikan, praktek pendidikan
sebagai aplikasi ilmu pendidikan, dan pendidikan sebagai seni. Sehingga, objek
didik dapat menjalani kehidupan dengan kepribadian yang luhur dan bermanfaat
bagi sesama dan kehidupan.
Sudah
seharusnya, pendidik mengetahui akan ilmu pengetahuan dan seni pendidikan
sebagai salah satu bahan acu dalam mendidik generasi.
B.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang belakang masalah di atas, penulis
merumuskan beberapa rumusan masalah sebagai berikut.
1.
Apa itu objek pendidikan dan bagaimana bahasan Al Qur’an tentang
objek pendidikan?
2. Bagaimana
bahasan tentang mendidik sebagai ilmu?
3. Bagaimana
bahasan tentang mendidik sebagai seni?
C.
TUJUAN PENULISAN
Sejalan dengan rumusan masalah di atas, makalah ini disusun dengan tujuan
untuk mengetahui dan mendeskripsikan:
1.
Mendapatkan landasan dalam mendidik, siapa saja yang menjadi objek
didik bagi para pendidik agar dapat melangsungkan Ilmu pengetahuan dan
memankmurkan negeri dengan pengetahuan yang diterima objek didik.
2.
Mendapatkan gambaran singkat tentang Ilmu pendidikan sehingga
menjadi dasar teoritis pendidik dalam menjalankan profesinya sebagai pendidik
di masyarakat.
3.
Seni dalam mendidik menjadi hal yang perlu untuk diketahuai bagi
pendidik dalam praktek didunia pendidikan, sehingga hasil yang diraih sejalan
dengan tujuan pendidikan dan mendapatkan generasi yang menjalankan hasil
didikan pendidik.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
OBJEK PENDIDIKAN
1.
Objek Pendidikan Dalam Tinjauan Al Qur’an
Islam memandang perlu
dan bahkan teramat penting pada urusan pendidikan, terutama pendidikan Islam.
Agama (Islam) itu adalah nasehat bagi peningkatan iman kepada Allah, kitab‐Nya, dan Rasul‐Nya, bagi
pemimpin umat Islam dan seluruh kaum muslimin. Sebagaimana dialog yang terjadi
antara Rasulullah ﷺ dan Abi Tamim bin Aus
adDaari ra. Beliau ﷺ bersabda:
"Agama itu adalah Nasehat. Kami bertanya : untuk siapa ?
Beliau menjawab : untuk Allah, Kitab‐Nya, Rasul‐Nya, para
pemimpin umat Islam, dan bagi seluruh kaum muslim”. (HR. Muslim,
dalam kitab Hadist Arba’in An Nawawi; Hadist ke 7)
Kita tahu bahwa Islam adalah bukan agama individual, dimana
kita khusyu' beribadah, mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan sebaik‐baiknya,
sementara orang‐orang di sekeliling kita asyik dengan kemaksiatan dan ketidaktahuan
terhadap agama yang dianutnya. Akan tetapi Islam adalah agama
social/kolektif, dimana ketaatan kita dapat diukur dengan kepedulian kita
terhadap orang lain. Bahkan Rasululullah SAW dalam sebuah hadits memperingatkan
muslim yang tidak peduli dengan muslim lainnya dalam urusan agama.
“Siapa saja bangun di pagi hari dan perhatiannya kepada selain
Allah, maka ia tidak berurusan dengan Allah. Dan barangsiapa yang bangun dan
tidak memperhatikan urusan kaum muslimin, maka ia tidak termasuk golongan
mereka (kaum muslimin).” (HR Hakim dan Al Khatib dari Hudzaifah ra.)
Karnanya, perhatian secara agama sangat penting sebagai pondasi
dalam melakukan perbuatan, apalagi dalam mendidik generasi. Tetapi objek
pendidikan itu sangat luas sekali, meliputi seluruh manusia kecuali jin.
"Al Quran ini tidak lain hanyalah peringatan bagi semesta
alam." (QS [38] Shad : 87)
3
|
Tujuan objek yang pertama adalah untuk peningkatan posisinya dan
derajatnya di sisi Allah dengan tidak melakukan maksiat/pendurhakaan. Sedangkan
tujuan objek kedua adalah sebagai peringatan, penyadaran, dan pertaubatan
kepada Allah karena mereka nyata‐nyata bersikap acuh tak acuh terhadap seruan Allah dan menjadi kaum
pendosa.
2.
Peserta Didik Dan Etika Pembelajaran
Pendidikan umum atau agama perlu memperhatikan etika (akhlak)
penyampaian. Perlu diketahui bahwa manusia, ketika dilibatkan sebagai peserta
didik atau objek dalam hal pendidikan, mempunyai penilaian bathin tersendiri
yang terkadang sulit diterka sebelumnya oleh para pengajar dan pendidik.
Sehingga kearifan, kebijaksanaan, dan kecerdasan dalam memilah dan memilih
metode sangat dibutuhkan.
Allah SWT, dalam QS An Nahl : 125, menjelaskan tentang etika berda'wah
:
"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan‐mu dengan hikmah
dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat
dari jalan‐Nya dan Dialah yang lebih mengetahui
orang‐ orang yang mendapat petunjuk." (QS [16] An
Nahl: 125)
Menurut ayat di atas, Akhlak (etika) seorang pendidik ialah
dengan mempergunakan dua cara etika, yakni :
1)
Hikmah, yaitu perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara
yang hak dengan yang bathil, dan
2)
Pelajaran yang baik, yang sangat berguna dalam hidup dan kehidupannya, baik di dunia
maupun di akhirat.
Imam Jalalain (Jalaludin Muhammad bin Ahmad alMahla dan Jalaludin Abdurrahman
bin Abi Bakr asSuyuthi) menafsirkan ayat di atas dengan risalah sebagai
berikut:
"Serulah/ajarilah manusia, wahai Muhammad, menuju jalan
Tuhannu, yakni agamaNya dengan hikmah, yakni dengan Al Quran, dan
dengan pelajaran yang baik, yaitu pelajarannya atau ucapan yang halus.
Dan bantahlah mereka dengan bantahan yang lebih baik, yakni seruan atau permohonan
kepada Allah dengan ayat‐ayatNya dan seruan kepada hujjah/buktinya. Sesungguhnya Rob‐mu Maha
Mengetahui terhadap orang‐orang yang sesat dari jalanNya, dan mengetahui terhadap orang‐ orang yang
beroleh petunjuk, dan membalasnya…."
Adapun akhlak (etika) dalam pembelajaran dengan tinjauan Al Qur’an
sebagai berikut.
1)
Pengajaran semestinya dilakukan dengan cara yang lemah lembut. (QS.
Ali Imran : 159)
2)
Menjauhi bersikap keras dan kasar dalam pembelajaran, sehingga
peserta didik meninggalkan pelajaran. (QS. Ali Imran : 159)
3)
Dalam menyampaikan pengajaran disesuaikan dengan tingkat pengalaman
dan pendidikan serta wawasan peserta didik. (QS. Ali Imran : 159)
4)
Cara bicara baik, dan benar dengan memberikan keteladanan baik pada
peserta didik. (QS [17] Al Isra: 53)
5)
Pendidik mempunyai akhlak yang baik, tidak mencontohkan akhlak
buruk.
3.
Klasifikasi Peserta Didik
Semua manusia mempunyai hak untuk mendapatkan pendidikan. Baik
formal maupun non formal. Karnanya ada 2 elemen yang menjadi objek pendidikan,
yakni Keluarga dan Masyarakat.
1)
Keluarga
Keluarga dibagi menjadi 3 macam, yakni:
a.
Ahli (keluarga inti yang terdiri dari ayah, ibu dan anak).
Ini Adalah sasaran yang sangat efektif dan efisien dalam
menyampaikan pendidikan. Apalagi Allah SWT menyatakan untuk menjaga diri dan
keluarga (QS At Tahrim: 6) agar selamat
dari siksa Allah. Sehingga untuk selamat itu, diperlukan pendidikan dan
pengajaran Ilmu kepada anggota keluarga.
Menjaga keluarga (QS At Tahrim: 6), adalah dengan memberikan wasiat
ketaatan dan mencegah dari maksiyat kepadaNya.
"Kembalilah kepada keluargamu. Dirikanlah sholat bersama
mereka. Ajari dan perintahlah mereka untuk mendirikannya." (HR Bukhari)
Dalam hal ini, tentunya keluarga mempunyai keterbatasan dalam
memberikan pendidikan. Baik segi waktu dan efektifitas pembelajaran. Karnanya,
keluarga dapat menitipkan pada Lembaga pendidikan.
Jika hal ini tidak dilakukan oleh orang tua, dihawatirkan akan
menjadi penyebab masuk ke neraka, karena keluarga ini berubah menjadi pembangkang
dan pendurhaka kepada Allah SWT.
Berikut wasiat yang harus disampaikan kepada anggota keluarga.
§
Wasiat agar memeluk agama Islam. (QS Al Baqarah: 132)
§ Wasiat
konfirmasi Tuhan yang disembah setelah wafat orang tua. (QS Al Baqarah: 133)
§ Wasiat supaya
tidak mensekutukan Allah. (QS Luqman: 13)
b.
Usrah/'ailah : keluarga inti dan orang‐orang yang memiliki hubungan pertalian darah yang lebih luas,
misalnya kakek/nenek, cucu, paman dan bibi.
c.
'Asyirah : keluarga besar yang terdiri dari ahli, usrah dan orang‐orang yang
dekat dengan hubungan keluarga, misalnya mertua, menantu, ipar, anak angkat,
anak tiri, besan, buyut, dan bahkan pembantu.
Usrah dan ‘Asyiroh ini pun objek pendidikan yang mudah dijumpai dan dihadapi karena
hubungannya yang dekat dalam keluarga. Sebagai peserta didik, mereka tidak akan
banyak menentang. Walaupun tidak dituntut untuk dijaga dari api neraka, tetapi
lebih baik jika diberikan pendidikan dan pengajaran. Allah berfirman dalam Al
Qur’an.
"Dan berilah peringatan kepada kerabat‐kerabatmu yang
terdekat."
(QS [26] Al Syu'ara: 214)
2)
Masyarakat
Adalah sekumpulan individu-individu yang saling berinteraksi dengan
pemikiran, perasaaan dan aturan terhadap mereka.[3]
Karnanya interaksi pendidikan sangat diperlukan dalam pembentukan masyarakat
dalam menyampaikan Ilmu.
"Sebaik‐baik diantara kamu adalah yang
belajar Al Quran dan kemudian mengajarkannya". (HR. Muslim)
Jadi, yang memperolah kebaikan tidak hanya pencari Ilmu tetapi
pendidik pula. Sehingga masyarakat menjadi taqwa dan dipenuhi kebaikan.
"Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan
perang). Mengapa tidak pergi dari tiap‐tiap golongan
di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang
agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali
kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya." (QS AT
Taubah: 122).
Dari ayat diatas, perhatian terhadap pengajaran dan pendidikan
disamakan dengan kewajiban jihad fisabilillah, agar tidak semua
masyarakat itu berjihad, tetapi sebagian untuk melakukan tarbiyah dan dakwah.
Sehingga setelah sebagian pulang dari berjihad, sebagian yang lain dapat
menyampaikan Ilmu yang didapat selama sebagian golongan pergi berperang.
B.
MENDIDIK SEBAGAI ILMU
1.
Definisi, Karakteristik dan Klasifikasi Ilmu
Kata ilmu berasal dari bahasa arab : ‘alima - ya’lamu –
‘ilman, dengan wazan fa’ila - yaf’alu yang berarti
memahami, mengerti, atau mengetahui. Dalam bahasa Inggris disebut science
; Di dalam bahasa Latin dikenal pula kata scire (mengetahui) atau
Scientia (pengetahuan ).[4]
Dalam kamus bahasa Indonesia, Ilmu adalah pengetahuan suatu
bidang yang disusun secara bersistem menurut metodemetode tertentu, yang dapat
digunakan untuk menerangkan gejala gejala tertentu di bidang –bidang (pengetahuan)
itu.
Ashley Montagu, mengatakan bahwa ilmu adalah pengetahuan yang
disusun dalam satu sistem yang berasal dari pengamatan, studi dan percobaan
untuk menentukan hakikat prinsip tentang hal yang sedang dikaji.[5]
Adapun menurut An‐Nabhani, Ilmu adalah pengetahuan (knowledge, ma‘rifah) yang
diperoleh melalui metode pengamatan (observation), percobaan (experiment), dan
penarikan kesimpulan dari fakta empiris (inference). Contohnya adalah fisika,
kimia, dan ilmu‐ilmu eksperimental lainnya.
Adapun yang diperoleh melalui metode pemberitahuan (al‐ikhbâr), penyampaian transmisional (at‐talaqqi), dan
penyimpulan dari pemikiran (istinbâth), disebut sebagai tsaqâfah.
Contohnya adalah sejarah, bahasa, hukum, filsafat, dan segala pengetahuan non‐eksperimental
lainnya (An‐Nabhani, Syakhsiyah Islamiyah; Juz 1; 2007).
Karakteristik Ilmu, secara umum adalah.[6]
1)
Bersifat akumulatif dan merupakan milik bersama.
Ilmu dapat dipergunakan untuk penelitian dan penemuan halhal baru,
dan tidak menjadi monopoli bagi yang menemukannya saja. Setiap orang dapat menggunakan
atau memanfaatkan hasil penemuan orang lain.
Contoh:
§
Penggunaan metode yang digunakan dalam pembelajaran tidak hanya
ceramah, tetapi ada metode lain misalnya diskusi yang bisa digunakan di kelas
dalam rangka mengaktifkan siswa.
§
Media pembelajaran tidak selamnya harus elektronik, tetapi manual
juga bisa digunakan selama tepat dalam penggunaannya.
2)
Kebenarannya tidak mutlak.
Hal ini terjadi karena yang menyelidiki/ menemukannya adalah manusia.
Contoh:
§
Pendekatan dalam pembelajaran muncul berbagai nama, misalnya
pembelajaran partisipatif, kontekstual learning, kooperatif learning.
3)
Bersifat Objektif
Prosedur kerja atau cara penggunaan metode dalam meneliti sesuatu
harus didasarkan pada metode yang bersifat ilmiah, tidak tergantung pada pemahaman
secara pribadi.
Contoh:
§
Berbagai model pembelajaran muncul dengan diawali penggunaannya dalam
pembelajaran, kemudian diteliti efektivitas dari masingmasing model tersebut, kemudian
disosialisasikan.
Klasifikasi Ilmu, dapat digolongkan menjadi:[7]
1.
Ilmu Alam
Ilmu alam (bahasa Inggris: natural science) adalah istilah
yang digunakan yang merujuk pada rumpun ilmu dimana obyeknya adalah benda‐benda alam
dengan hukum‐hukum yang pasti dan umum, berlaku kapan pun dimana pun.
Ilmu alam mempelajari aspek‐aspek fisik & nonmanusia tentang Bumi dan alam sekitarnya. Ilmu‐ilmu alam
membentuk landasan bagi ilmu terapan, yang keduanya dibedakan dari ilmu sosial,
humaniora, teologi, dan seni.
Cabang‐cabang utama dari ilmu alam adalah:
Astronomi, Biologi, Fisika, Geologi, Geografi fisik berbasis ilmu, Kimia
dll.
2.
Ilmu Sosial
Ilmu sosial (bahasa Inggris: social science) atau ilmu pengetahuan
sosial (Inggris:social studies) adalah sekelompok disiplin akademis yang
mempelajari aspek‐aspek yang berhubungan dengan manusia dan lingkungan sosialnya.
Cabang‐cabang utama dari ilmu sosial adalah :
§
Antropologi, yang mempelajari manusia pada umumnya, dan khususnya antropologi
budaya, yang mempelajari segi kebudayaan masyarakat
§
Ekonomi, yang mempelajari produksi dan pembagian kekayaan dalam masyarakat.
§
Geografi, yang mempelajari lokasi dan variasi keruangan atas
fenomena fisik dan manusia di atas permukaan bumi.
§
Hukum, yang mempelajari sistem aturan yang telah dilembagakan.
§
Linguistik, yang mempelajari aspek kognitif dan sosial dari bahasa.
§
Pendidikan, yang mempelajari masalah yang berkaitan dengan belajar,
pembelajaran, serta pembentukan karakter dan moral.
§
Politik, yang mempelajari pemerintahan sekelompok manusia (termasuk
negara).
§
Psikologi, yang mempelajari tingkah laku dan proses mental.
§
Sejarah, yang mempelajari masa lalu yang berhubungan dengan umat manusia.
§
Sosiologi, yang mempelajari masyarakat dan hubungan antar manusia
di dalamnya.
3.
Humanities (Ilmu Humaniora)
Ilmu Humaniora adalah salah satu ilmu pengetahuan yang mempelajari
apa yang diciptakan atau diperhatikan manusia (dipertentangkan dengan ilmu pengetahuan
alam) (KBBI,1999).
Ilmu humaniora bertujuan memunculkan sosok yang humanis yakni orang
yang mendambakan dan memperjuangkan terwujudnya pergaulan yang lebih baik,
berdasarkan asasasas perikemanusiaan, pengabdi kepentingan sesama umat manusia.
Cabangcabang Ilmu Humaniora :
a.
Bahasa
b.
Sastra
c.
Teologi
d.
Filsafat
e.
Ilmu Sejarah
f.
Kesenian
2.
Definisi, Karakteristik dan Klasifikasi Ilmu Pendidikan
1.
Definisi Ilmu Pendidikan
Pakar pendidikan memiliki pandangan yang berbeda tentang pengertian
ilmu pendidikan.
Perbedaan pendapat itu disebabkan karena sudut pandang yang berbeda.[8]
·
Carter ( 1985 : 36 ) berpendapat bahwa ilmu pendidikan adalah suatu
bangunan pengetahuan sistematis yang mencakup aspek kuantitatif dan objektif
dari proses belajar dan juga mengajukan instrumen secara seksama dalam
mengajukan hipotesishipotesis untuk diisi berdasarkan pengalaman yang sering
kali dalam bentuk eksperimen.
·
Driyarkara ( 1980 : 66 : 67 ), ilmu pendidikan adalah pemikiran
ilmiah, yakni pemikiran yang bersifat kritis, memiliki metode dan tersusun
secara sistematis tentang pendidikan.
·
Bernadib ( 1987 : 7 ) mengemukakan bahwa ilmu pendidikan adalah
ilmu yang membicarakan masalah masalah umum pendidikan secara menyeluruh dan
abstrak.
·
Langeveld, paedagogi atau ilmu pendidikan adalah suatu ilmu yang
bukan hanya menelaah objeknya untuk mengetahui betapa keadaan atau hakiki objek
itu, melainkan mempelajari pula hendaknya bertindak. Objek ilmu pendidikan ialah
prosesproses situasi pendidikan.
·
Brodjonegoro menjelaskan bahwa ilmu pendidikan adalah teori
pendidikan, perenungan tentang pendidikan. Dalam arti yang luas paedagogi
adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari soalsoal yang timbul dalam praktik
pendidikan.
Dari beberapa pendapat diatas ilmu pendidikan adalah ilmu
pengetahuan yang membicarakan masalah masalah yang berhubungan dengan
pendidikan.
Ilmu pendidikan membicarakan masalahmasalah yang bersifat ilmu,
bersifat teori, ataupun yang bersifat praktis.Ilmu pendidikan adalah sistem
pengetahuan tentang fenomena pendidikan yang dihasilkan melalui riset dengan
menggunakan metode ilmiah.
Ilmu pendidikan terus berkembang, yang sudah ada sejak manusia ada.
Sehingga Ilmu pendidikan dapat dikelompokkan menjadi.[9]
a)
Ilmu Pendidikan sebagai ilmu normatif.
Ilmu pendidikan diarahkan kepada perbuatan mendidik yang bertujuan.
Tujuan itu telah ditentukan oleh nilainilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat,
atau bangsa. Selanjutnya, nilai itu sendiri merupakan ukuran yang bersifat
normatif.
b)
Ilmu pendidikan sebagai ilmu yang bersifat teoritis dan praktis.
Ilmu pendidikan ditujukan kepada praktik pendidikan. Untuk mendalami
kajian bagaimana praktik pendidikan itu dilaksanakan, dilakukan teori (ilmu
teori) agar dapat dijadikan landasan dalam mencari kebenaran melalui praktek
(ilmu praktis). Hasil yang didapat, merupakan kajian sistematis yang terarah,
dan empirik.
c)
Memiliki objek material dan objek formal.
Objek material ilmu pendidikan adalah perilaku manusia. Objek
formal ilmu pendidikan merupakan penelaahan, fenomena (gejala) pendidikan dalam
perspektif yang luas dan integratif.
d)
Memiliki Sistematika.
Pendidikan sebagai fenomena manusiawi dapat dianalisis berdasarkan proses
atau situasi pendidikannya, yaitu ketika terjadi interaksi antar komponen (
tujuan, peserta didik, pendidik, alat dan lingkungan).
e)
Pendidikan Sebagai Ilmu
Fenomena pendidikan dapat dipelajari melalui metode ilmiah yang menghasilkan
ilmu pendidikan yang menjadi dasar dan petunjuk dalam praktek pendidikan.
Dengan dasar Ilmu Pendidikan para pendidik dapat menyusun desain pembelajaran
yang memuat tujuan, isi, metode, teknik
mengajar serta evaluasinya.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa praktek pendidikan merupakan
aplikasi dalam ilmu pendidikan. Implikasi bahwa untuk menjadi seorang guru
dapat dipelajari oleh siapapun melalui ilmu pendidikan tersebut.
Contoh Imu pendidikan yang dapat dipelajari seorang pendidik
adalah:
Pedagogik, Psikologi Pendidikan, Didaktik, Metodik, dan Evaluasi
Pendidikan.
Sebagai ilmu, ilmu pendidikan juga memiliki metode. Menurut Soedomo
(1990 : 46 : 37) metode dalam ilmu pendidikan meliputi:[10]
·
Metode normatif , yaitu metode penentuan konsep manusia yang
diidealkan oleh pendikan menyangkut nilai baik dan buruk.
·
Metode eksplanatori, yaitu metode mengetahui kondisi dan kekuatan
yang mempengaruhi keberhasilan proses pendidikan.
·
Metode teknologis, yaitu metode yang berfungsi mengungkapkan cara
agar berhasil mencapai tujuan dengan mudah.
·
Metode deskriptif fenomenologis,Yaitu metode untuk mempengaruhi dan
mengklarifikasi kenyataan ditemukan hakikatnya.
·
Metode hermeneutis, Yaitu metode untuk memahami kenyataan
pendidikan secara kongkrit dan historis agar makna dan struktur pendidikan
menjadikan jelas.
·
Metode analis kritis, yaitu metode yang digunakan untuk menganalisis
secara kritis istilahistilah, pernyataan, konsep dan teori pendidikan.
2.
Karakteristik Ilmu Pendidikan
Ilmu pendidikan memiliki karakteristik sebagai berikut.[11]
a)
Objek Studi: Objek material ilmu pendidikan adalah manusia (manusia sebagai
makhluk Tuhan yang berbeda hakiki dengan benda, tumbuhan dan hewan); sedangkan
objek formalnya adalah fenomena pendidikan, yaitu fenomena mendidik dan
fenomena lain yang berhubungan dengan kegiatan mendidik.
b)
Metode: Ilmu pendidikan mengguanakan metode kualitatif dan atau metode kuantitatif.
Penggunaan metode tersebut tergantung pada masalah atau objek penelitiannya.
c)
Isi Ilmu Pendidikan: Sebagaimana ilmuilmu lainnya, ilmu pendidikan dapat berupa
konsep, aksioma, postulat, prinsip, hukum, teori, dan model. Dalam hal ini ilmu
pendidikan bersifat objektif, deskriptif, preskriptif (normatif), yang disajikan
secara rinci dan sistematis. Ilmu pada umumnya bersifat deskriptif, tetapi ilmu
pendidikan tidak hanya bersifat deskriptif, melainkan juga preskriptif/normatif.
d)
Fungsi ilmu pendidikan: menjelaskan, memprediksi, dan mengontrol.
e)
Ilmu pendidikan menggunakan ilmuilmu lain sebagai ilmu bantu. Sekalipun demikian,
menurut M.J. Langeveld (1980), sebagai ilmu yang bersifat otonom ilmu
pendidikan berperan sebagai “tuan rumah”, sedangkan ilmuilmu lain merupakan
“tamu”nya.
3.
Klasifikasi Ilmu Pendidikan
M.J. Langeveld mengklasifikasi ilmu pendidikan (Ilmu Mendidik)
terbagi atas:[12]
a.
Ilmu Mendidik Teoritis, yang meliputi:
1)
Ilmu Mendidik Sistematis.
2)
Sejarah Pendidikan.
3)
Ilmu Perbandingan Pendidikan.
b.
Ilmu Mendidik Praktis, yang meliputi:
1)
Didaktik/Metodik.
2)
Pendidikan dalam Keluarga.
3)
Pendidikan Lembaga Keagamaan.
Sedangkan Redja Mudyahardjo (2001) mengklasifikasi Ilmu Pendidikan
sebagai berikut:[13]
a.
Ilmu Pendidikan Makro:
1)
Ilmu Pendidikan administratif.
2)
Ilmu Pendidikan Komparatif.
3)
Ilmu Pendidikan Historis.
4)
Ilmu Pendidikan Kependudukan.
b)
Ilmu Pendidikan Mikro:
1.
Ilmu Mendidik Umum yang meliputi:
a.
Pedagogik Teoritis.
b.
Ilmu Pendidikan Psikologis.
c.
Ilmu Pendidikan Sosiologis.
d.
Ilmu Pendidikan Antropologis.
e.
Ilmu Pendidikan Ekonomik.
2.
Ilmu Mendidik Khusus:
a.
Ilmu Persekolahan.
b.
Ilmu Pendidikan Luar Sekolah.
c.
Ilmu Pendidikan Luar Biasa/Orthopedagogik.
C.
MENDIDIK SEBAGAI SENI
Seni berasal dari kata sani (sansekerta) yang berarti
pemujaan, persembahan, dan pelayanan kata tersebut berkaitan erat dengan
upacara keagamaan yang disebut kesenian. Menurut padmapusphita, kata seni
berasal dari bahasa belanda “genie” dalam bahasa latin disebut “genius”,
artinya kemampuan luar biasa yang dibawa sejak lahir. Di Eropa mengatakan “art”
yang berarti visual yaitu, suatu media yang melakukan suatu kegiatan
tertentu.[14]
Pendidikan antara lain dapat dipelajari melalui ilmu pendidikan,
namun demikian pendidikan (praktek pendidikan atau mendidik) juga adalah
seni. Alasannya, bahwa praktek pendidikan melibatkan perasaan dan nilai
yang sebenarnya di luar daerah ilmu (ilmu yang berparadigma positivisme).
Sehubungan dengan itu, Gilbert Highet (1954) mengibaratkan praktek
pendidikan sebagaimana orang melukis sesuatu, mengarang lagu, menata sebuah
taman bunga, atau menulis surat untuk sahabat.
Sedangkan menurut Gallagher (1970) seni mendidik itu merupakan :[15]
1)
keterampilan jenius yang hanya dimiliki beberapa orang; dan
2)
mereka tidak dapat menjelaskan secara sistematis bagaimana mereka mempraktekan
keterampilan itu.
Praktek pendidikan diakui sebagai seni, impilkasinya fungsi mendidik
yang utama adalah menghasilkan suatu karya yang utuh, unik, sejati (bukan
purapura atau dibuatbuat, anak tidak boleh dikorbankan sebagai kelinci percobaan),
dan tiap pihak memperoleh manfaat.
Selain itu, pendidik harus kreatif , skenario atau persiapan
mengajar hanya dijadikan ramburambu saja, yang lebih penting adalah improvisasi.
Pendidik harus memperhatikan minat, perhatian, dan hasrat anak didik.
Pengakuan pendidikan sebagai seni, tidak harus menggoyahkan
pengakuan bahwa pendidikan dapat dipelajari secara ilmiah. Idealnya, pendidikan
adalah aplikasi ilmu (ilmu pendidikan) tetapi sekaligus pula adalah seni.
Gilbert Highet dalam bukunya “The art of teaching“ yang
menyatakan bahwa buku ini “Seni Mengajar” karena beliau yakin bahwa:
·
mengajar adalah sebuah seni,
·
Mengajar seperti melukis,
·
Mengajar melibatkan emosi, penghayatan, inspirasi, improvisasi,
hati sanubari.
·
Tugas mengajar tidak dapat seluruhnya melibatkan formula atau
rumus-rumus tertentu.
Mengajar tidaklah seperti menimbulkan reaksi kimia tetapi lebih
mirip dengan melukis sebuah gambar atau menggelar sebuah musik dengan arti
bahwa di dalam mengajar itu seseorang harus melibatkan diri didalamnya dan
menyadari bahwa mengajar tidak seluruhya dikerjakan berdasarkan formulaformula
atau anda akan merusak sendiri pekerjaan anda dan muridmurid anda serta anda
sendiri (Redja M, 1995).
BAB III
PENUTUP
Dari pembahasan yang disampaikan, berikut beberapa kesimpulan yang didapatkan.
1.
Seluruh manusia, adalah objek pendidikan. Baik muslim maupun non
muslim.
2.
Objek didik terbagi menjadi 2 macam, yakni keluarga dan masyarakat.
3.
Akhlak (etika) seorang pendidik ialah dengan mempergunakan dua cara
etika (QS [16] An Nahl: 125), yakni :
a.
Hikmah, yaitu perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan
antara yang hak dengan yang bathil, dan
b.
Pelajaran yang baik, yang sangat berguna dalam hidup dan
kehidupannya, baik di dunia maupun di akhirat.
4.
Adapun akhlak (etika) dalam pembelajaran dengan tinjauan Al Qur’an
sebagai berikut.
a.
Pengajaran semestinya dilakukan dengan cara yang lemah lembut. (QS.
Ali Imran : 159)
b.
Menjauhi bersikap keras dan kasar dalam pembelajaran, sehingga
peserta didik meninggalkan pelajaran. (QS. Ali Imran : 159)
c.
Dalam menyampaikan pengajaran disesuaikan dengan tingkat pengalaman
dan pendidikan serta wawasan peserta didik. (QS. Ali Imran : 159)
d.
Cara bicara baik, dan benar dengan memberikan keteladanan baik pada
peserta didik. (QS [17] Al Isra: 53)
e.
Pendidik mempunyai akhlak yang baik, tidak mencontohkan akhlak
buruk.
5.
Fenomena pendidikan dapat dipelajari melalui metode ilmiah, hasil
studinya adalah berupa ilmu pendidikan.
6.
Ilmu pendidikan dapat dijadikan dasar dan petunjuk bagi pelaksanaan
praktek pendidikan.
7.
Untuk menjadi guru yang profesional seseorang dapat mempelajari
ilmu pendidikan:
a.
Pedagogik
b.
Psikologi Pendidikan
c.
Didaktik
d.
Metodik
e.
Evaluasi Pendidikan
8.
Mendidik tidak cukup dengan memiliki pengalaman, menguasai ilmu pengetahuan,
dan menerapkan teknologi, tetapi juga perlu melibatkan aspek seni.
9.
Gilbert Highet, “The Art of Teaching”:
a.
Mengajar adalah sebuah seni
b.
Mengajar seperti melukis
c.
Mengajar melibatkan emosi, penghayatan, inspirasi, improvisasi,
hati sanubari
d.
Tugas
mengajar tidak dapat seluruhnya melibatkan formula atau rumus-rumus tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
Al Qur’an Al Karim
Drs. Bambang Robandi, M.Pd. 2005. HAND OUT: MATA KULIAH LANDASAN
PENDIDIKAN; Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia
An Nabhani, Taqiyuddin. Peraturan Hidup dalam Islam. Kepemimpinan
Berfikir dalam Islam. Jakarta: HTI Press.
Redja Mudyahardjo, Filsafat Ilmu Pendidikan,PT. Remaja
Rosdakarya, Bandung, 2011
Abdul kadir, Dasar Dasar Pendidikan, Kencana: Jakarta, 2012
[1] Drs.
Babang Robandi, M.Pd, HAND OUT: MATA KULIAH LANDASAN PENDIDIKAN; Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas
Pendidikan Indonesia: 2005
[2] Ilmu teoritis dan praktis;
http://www.rijal09.com/2016/03/ilmu‐mendidik‐teoritis‐dan‐praktis.html
[3] An Nabhani,
Taqiyuddin. Peraturan Hidup dalam Islam. Kepemimpinan Berfikir dalam Islam, hal
60
[4] Redja Mudyahardjo, Filsafat Ilmu Pendidikan,
( Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2011) hlm 21
[5] Prof.Dr.Amsal Bakhtiar, M.A,
filsafat Ilmu, ( jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2010) hlm 15
[6] Burhanudin Salam, Pengantar
Filsafat, (Jakarta : Bumi Aksara, 1995 ) hal 2023 diakses di
http//:darulsalingsetia.blogspot.com
[7] Dani Vardiansyah, Filsafat Ilmu
Komunikasi: Suatu Pengantar, (Jakarta : Indeks, 2008 ) Hal 11-13
[8] Abdul kadir, dasar dasar
pendidikan, ( Jakarta : kencana, 2012 )
[9] Abdul kadir, Dasar Dasar
Pendidikan, ( Jakarta : kencana, 2012 ), hal. 63
[10] Abdul kadir, dasar dasar pendidikan,
( jakarta : kencana, 2012 ) hlm 66
[11] Uyoh sadullah, Pilsafat Pendidikan,(
Bandung : Cipta Utama, 2007 ) hlm 44
[12] Redja Mudyahardjo, Filsafat Ilmu Pendidikan, ( Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya, 2011) hlm 30
[13] Ibid.
[14] Redja Mudyahardjo, Opcit. Hal. 45
[15] Ibid.
0 komentar: