Kamis, 19 Desember 2019

MENDIDIK SEBAGAI ILMU DAN SENI









BAB I
PENDAHULUAN

A.     LATAR BELAKANG

Pada hakekatnya pendidikan mengandung tiga unsur yaitu mendidik, mengajar dan melatih. Ketiga istilah tersebut memiliki pengertian yang berbeda. Tetapi secara sepintas mungkin menurut orang awam dianggap sama pengertiannya.
Adapun menurut M.J. Langeveld (1980), pendidikan atau mendidik adalah suatu upaya orang dewasa yang dilakukan secara sengaja untuk membantu anak atau orang yang belum dewasa agar mencapai kedewasaan.[1] Ada enam unsur yang terlibat dalam pendidikan, yaitu: (1) tujuan pendidikan, (2) pendidik, (3) anak didik, (4) isi pendidikan, (5) alat pendidikan, (6) lingkungan pendidikan.
Sehingga, anak didik diharapakan tidak hanya disiapkan untuk siap bekerja, tetapi dapat menjalani kehidupan nyata dan ilmu yang didapatkan dapat dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Ini berbeda dengan, mengajar yang hanya proses transfer ilmu pengetahuan kepada peserta ajar yang mengandalkan pada acuan kurikulum. Yang menginginkan anak didik menjadi pintar dalam intelektualitasnya. Adapun latihan ialah usaha untuk memperoleh keterampilan dengan melatihkan sesuatu secara berulang­ulang, sehingga terjadi mekanisasi atau pembiasaan.[2]
Karnanya, untuk menjadi pendidik yang diharapkan dapat memahami ilmu pendidikan, praktek pendidikan sebagai aplikasi ilmu pendidikan, dan pendidikan sebagai seni. Sehingga, objek didik dapat menjalani kehidupan dengan kepribadian yang luhur dan bermanfaat bagi sesama dan kehidupan.
Sudah seharusnya, pendidik mengetahui akan ilmu pengetahuan dan seni pendidikan sebagai salah satu bahan acu dalam mendidik generasi.

B.     RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang belakang masalah di atas, penulis merumuskan beberapa rumusan masalah sebagai berikut.
1.      Apa itu objek pendidikan dan bagaimana bahasan Al Qur’an tentang objek pendidikan?
2.      Bagaimana bahasan tentang mendidik sebagai ilmu?
3.      Bagaimana bahasan tentang mendidik sebagai seni?

C.     TUJUAN PENULISAN
Sejalan dengan rumusan masalah di atas, makalah ini disusun dengan tujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan:
1.      Mendapatkan landasan dalam mendidik, siapa saja yang menjadi objek didik bagi para pendidik agar dapat melangsungkan Ilmu pengetahuan dan memankmurkan negeri dengan pengetahuan yang diterima objek didik.
2.      Mendapatkan gambaran singkat tentang Ilmu pendidikan sehingga menjadi dasar teoritis pendidik dalam menjalankan profesinya sebagai pendidik di masyarakat.
3.      Seni dalam mendidik menjadi hal yang perlu untuk diketahuai bagi pendidik dalam praktek didunia pendidikan, sehingga hasil yang diraih sejalan dengan tujuan pendidikan dan mendapatkan generasi yang menjalankan hasil didikan pendidik.


BAB II

PEMBAHASAN

A.     OBJEK PENDIDIKAN
1.      Objek Pendidikan Dalam Tinjauan Al Qur’an
      Islam memandang perlu dan bahkan teramat penting pada urusan pendidikan, terutama pendidikan Islam. Agama (Islam) itu adalah nasehat bagi peningkatan iman kepada Allah, kitabNya, dan RasulNya, bagi pemimpin umat Islam dan seluruh kaum muslimin. Sebagaimana dialog yang terjadi antara Rasulullah dan Abi Tamim bin Aus adDaari ra. Beliau bersabda:

"Agama itu adalah Nasehat. Kami bertanya : untuk siapa ? Beliau menjawab : untuk Allah, KitabNya, RasulNya, para pemimpin umat Islam, dan bagi seluruh kaum muslim”. (HR. Muslim, dalam kitab Hadist Arba’in An Nawawi; Hadist ke 7)

Kita tahu bahwa Islam adalah bukan agama individual, dimana kita khusyu' beribadah, mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan sebaikbaiknya, sementara orangorang di sekeliling kita asyik dengan kemaksiatan dan ketidaktahuan terhadap agama yang dianutnya. Akan tetapi Islam adalah agama social/kolektif, dimana ketaatan kita dapat diukur dengan kepedulian kita terhadap orang lain. Bahkan Rasululullah SAW dalam sebuah hadits memperingatkan muslim yang tidak peduli dengan muslim lainnya dalam urusan agama.

“Siapa saja bangun di pagi hari dan perhatiannya kepada selain Allah, maka ia tidak berurusan dengan Allah. Dan barangsiapa yang bangun dan tidak memperhatikan urusan kaum muslimin, maka ia tidak termasuk golongan mereka (kaum muslimin).” (HR Hakim dan Al Khatib dari Hudzaifah ra.)

Karnanya, perhatian secara agama sangat penting sebagai pondasi dalam melakukan perbuatan, apalagi dalam mendidik generasi. Tetapi objek pendidikan itu sangat luas sekali, meliputi seluruh manusia kecuali jin.
"Al Quran ini tidak lain hanyalah peringatan bagi semesta alam." (QS [38] Shad : 87)


3
Manusia yang akan menjadi objek pendidikan, dalam Al Quran digolongkan menjadi dua, yakni : (1) golongan positif (Muslimin, mu'minin, muttaqin), dan (2) golongan negatif (Munafiqin, Fasiqin, Murtadin, Kafirin, dan bahkan Musyrikin).
Tujuan objek yang pertama adalah untuk peningkatan posisinya dan derajatnya di sisi Allah dengan tidak melakukan maksiat/pendurhakaan. Sedangkan tujuan objek kedua adalah sebagai peringatan, penyadaran, dan pertaubatan kepada Allah karena mereka nyatanyata bersikap acuh tak acuh terhadap seruan Allah dan menjadi kaum pendosa.

2.      Peserta Didik Dan Etika Pembelajaran
Pendidikan umum atau agama perlu memperhatikan etika (akhlak) penyampaian. Perlu diketahui bahwa manusia, ketika dilibatkan sebagai peserta didik atau objek dalam hal pendidikan, mempunyai penilaian bathin tersendiri yang terkadang sulit diterka sebelumnya oleh para pengajar dan pendidik. Sehingga kearifan, kebijaksanaan, dan kecerdasan dalam memilah dan memilih metode sangat dibutuhkan.

Allah SWT, dalam QS An Nahl : 125, menjelaskan tentang etika berda'wah :
"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalanNya dan Dialah yang lebih mengetahui orang orang yang mendapat petunjuk." (QS [16] An Nahl: 125)

Menurut ayat di atas, Akhlak (etika) seorang pendidik ialah dengan mempergunakan dua cara etika, yakni :
1)      Hikmah, yaitu perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dengan yang bathil, dan
2)      Pelajaran yang baik, yang sangat berguna dalam hidup dan kehidupannya, baik di dunia maupun di akhirat.

Imam Jalalain (Jalaludin Muhammad bin Ahmad alMahla dan Jalaludin Abdurrahman bin Abi Bakr asSuyuthi) menafsirkan ayat di atas dengan risalah sebagai berikut:

"Serulah/ajarilah manusia, wahai Muhammad, menuju jalan Tuhannu, yakni agamaNya dengan hikmah, yakni dengan Al Quran, dan dengan pelajaran yang baik, yaitu pelajarannya atau ucapan yang halus. Dan bantahlah mereka dengan bantahan yang lebih baik, yakni seruan atau permohonan kepada Allah dengan ayatayatNya dan seruan kepada hujjah/buktinya. Sesungguhnya Robmu Maha Mengetahui terhadap orangorang yang sesat dari jalanNya, dan mengetahui terhadap orang orang yang beroleh petunjuk, dan membalasnya…."

Adapun akhlak (etika) dalam pembelajaran dengan tinjauan Al Qur’an sebagai berikut.
1)      Pengajaran semestinya dilakukan dengan cara yang lemah lembut. (QS. Ali Imran : 159)
2)      Menjauhi bersikap keras dan kasar dalam pembelajaran, sehingga peserta didik meninggalkan pelajaran. (QS. Ali Imran : 159)
3)      Dalam menyampaikan pengajaran disesuaikan dengan tingkat pengalaman dan pendidikan serta wawasan peserta didik. (QS. Ali Imran : 159)
4)      Cara bicara baik, dan benar dengan memberikan keteladanan baik pada peserta didik. (QS [17] Al Isra: 53)
5)      Pendidik mempunyai akhlak yang baik, tidak mencontohkan akhlak buruk.

3.      Klasifikasi Peserta Didik
Semua manusia mempunyai hak untuk mendapatkan pendidikan. Baik formal maupun non formal. Karnanya ada 2 elemen yang menjadi objek pendidikan, yakni Keluarga dan Masyarakat.
1)      Keluarga
Keluarga dibagi menjadi 3 macam, yakni:
a.       Ahli (keluarga inti yang terdiri dari ayah, ibu dan anak).
Ini Adalah sasaran yang sangat efektif dan efisien dalam menyampaikan pendidikan. Apalagi Allah SWT menyatakan untuk menjaga diri dan keluarga  (QS At Tahrim: 6) agar selamat dari siksa Allah. Sehingga untuk selamat itu, diperlukan pendidikan dan pengajaran Ilmu kepada anggota keluarga.

Menjaga keluarga (QS At Tahrim: 6), adalah dengan memberikan wasiat ketaatan dan mencegah dari maksiyat kepadaNya.
"Kembalilah kepada keluargamu. Dirikanlah sholat bersama mereka. Ajari dan perintahlah mereka untuk mendirikannya." (HR Bukhari)

Dalam hal ini, tentunya keluarga mempunyai keterbatasan dalam memberikan pendidikan. Baik segi waktu dan efektifitas pembelajaran. Karnanya, keluarga dapat menitipkan pada Lembaga pendidikan.
Jika hal ini tidak dilakukan oleh orang tua, dihawatirkan akan menjadi penyebab masuk ke neraka, karena keluarga ini berubah menjadi pembangkang dan pendurhaka kepada Allah SWT.
Berikut wasiat yang harus disampaikan kepada anggota keluarga.
§  Wasiat agar memeluk agama Islam. (QS Al Baqarah: 132)
§  Wasiat konfirmasi Tuhan yang disembah setelah wafat orang tua. (QS Al Baqarah: 133)
§  Wasiat supaya tidak mensekutukan Allah. (QS Luqman: 13)

b.      Usrah/'ailah : keluarga inti dan orangorang yang memiliki hubungan pertalian darah yang lebih luas, misalnya kakek/nenek, cucu, paman dan bibi.
c.       'Asyirah : keluarga besar yang terdiri dari ahli, usrah dan orangorang yang dekat dengan hubungan keluarga, misalnya mertua, menantu, ipar, anak angkat, anak tiri, besan, buyut, dan bahkan pembantu.

Usrah dan ‘Asyiroh ini pun objek pendidikan yang mudah dijumpai dan dihadapi karena hubungannya yang dekat dalam keluarga. Sebagai peserta didik, mereka tidak akan banyak menentang. Walaupun tidak dituntut untuk dijaga dari api neraka, tetapi lebih baik jika diberikan pendidikan dan pengajaran. Allah berfirman dalam Al Qur’an.

"Dan berilah peringatan kepada kerabatkerabatmu yang terdekat."
(QS [26] Al Syu'ara: 214)

2)      Masyarakat
Adalah sekumpulan individu-individu yang saling berinteraksi dengan pemikiran, perasaaan dan aturan terhadap mereka.[3] Karnanya interaksi pendidikan sangat diperlukan dalam pembentukan masyarakat dalam menyampaikan Ilmu.

"Sebaikbaik diantara kamu adalah yang belajar Al Quran dan kemudian mengajarkannya". (HR. Muslim)

Jadi, yang memperolah kebaikan tidak hanya pencari Ilmu tetapi pendidik pula. Sehingga masyarakat menjadi taqwa dan dipenuhi kebaikan.

"Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiaptiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya." (QS AT Taubah: 122).
Dari ayat diatas, perhatian terhadap pengajaran dan pendidikan disamakan dengan kewajiban jihad fisabilillah, agar tidak semua masyarakat itu berjihad, tetapi sebagian untuk melakukan tarbiyah dan dakwah. Sehingga setelah sebagian pulang dari berjihad, sebagian yang lain dapat menyampaikan Ilmu yang didapat selama sebagian golongan pergi berperang.

B.     MENDIDIK SEBAGAI ILMU
1.      Definisi, Karakteristik dan Klasifikasi Ilmu

Kata ilmu berasal dari bahasa arab : ‘alima - ya’lamu – ‘ilman, dengan wazan fa’ila - yaf’alu yang berarti memahami, mengerti, atau mengetahui. Dalam bahasa Inggris disebut science ; Di dalam bahasa Latin dikenal pula kata scire (mengetahui) atau Scientia (pengetahuan ).[4]

Dalam kamus bahasa Indonesia, Ilmu adalah pengetahuan suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode­metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala gejala tertentu di bidang –bidang (pengetahuan) itu.

Ashley Montagu, mengatakan bahwa ilmu adalah pengetahuan yang disusun dalam satu sistem yang berasal dari pengamatan, studi dan percobaan untuk menentukan hakikat prinsip tentang hal yang sedang dikaji.[5]

Adapun menurut AnNabhani, Ilmu adalah pengetahuan (knowledge, ma‘rifah) yang diperoleh melalui metode pengamatan (observation), percobaan (experiment), dan penarikan kesimpulan dari fakta empiris (inference). Contohnya adalah fisika, kimia, dan ilmuilmu eksperimental lainnya.
Adapun yang diperoleh melalui metode pemberitahuan (alikhbâr), penyampaian transmisional (attalaqqi), dan penyimpulan dari pemikiran (istinbâth), disebut sebagai tsaqâfah. Contohnya adalah sejarah, bahasa, hukum, filsafat, dan segala pengetahuan noneksperimental lainnya (AnNabhani, Syakhsiyah Islamiyah; Juz 1; 2007).

Karakteristik Ilmu, secara umum adalah.[6]
1)            Bersifat akumulatif dan merupakan milik bersama.
Ilmu dapat dipergunakan untuk penelitian dan penemuan hal­hal baru, dan tidak menjadi monopoli bagi yang menemukannya saja. Setiap orang dapat menggunakan atau memanfaatkan hasil penemuan orang lain.
Contoh:
§  Penggunaan metode yang digunakan dalam pembelajaran tidak hanya ceramah, tetapi ada metode lain misalnya diskusi yang bisa digunakan di kelas dalam rangka mengaktifkan siswa.
§  Media pembelajaran tidak selamnya harus elektronik, tetapi manual juga bisa digunakan selama tepat dalam penggunaannya.
2)            Kebenarannya tidak mutlak.
Hal ini terjadi karena yang menyelidiki/ menemukannya adalah manusia.
Contoh:
§  Pendekatan dalam pembelajaran muncul berbagai nama, misalnya pembelajaran partisipatif, kontekstual learning, kooperatif learning.

3)            Bersifat Objektif
Prosedur kerja atau cara penggunaan metode dalam meneliti sesuatu harus didasarkan pada metode yang bersifat ilmiah, tidak tergantung pada pemahaman secara pribadi.
Contoh:
§  Berbagai model pembelajaran muncul dengan diawali penggunaannya dalam pembelajaran, kemudian diteliti efektivitas dari masing­masing model tersebut, kemudian disosialisasikan.

Klasifikasi Ilmu, dapat digolongkan menjadi:[7]
1.      Ilmu Alam
Ilmu alam (bahasa Inggris: natural science) adalah istilah yang digunakan yang merujuk pada rumpun ilmu dimana obyeknya adalah bendabenda alam dengan hukumhukum yang pasti dan umum, berlaku kapan pun dimana pun.
Ilmu alam mempelajari aspekaspek fisik & nonmanusia tentang Bumi dan alam sekitarnya. Ilmuilmu alam membentuk landasan bagi ilmu terapan, yang keduanya dibedakan dari ilmu sosial, humaniora, teologi, dan seni.
Cabangcabang utama dari ilmu alam adalah:
Astronomi, Biologi, Fisika, Geologi, Geografi fisik berbasis ilmu, Kimia dll.
2.      Ilmu Sosial
Ilmu sosial (bahasa Inggris: social science) atau ilmu pengetahuan sosial (Inggris:social studies) adalah sekelompok disiplin akademis yang mempelajari aspekaspek yang berhubungan dengan manusia dan lingkungan sosialnya.
Cabangcabang utama dari ilmu sosial adalah :
§  Antropologi, yang mempelajari manusia pada umumnya, dan khususnya antropologi budaya, yang mempelajari segi kebudayaan masyarakat
§  Ekonomi, yang mempelajari produksi dan pembagian kekayaan dalam masyarakat.
§  Geografi, yang mempelajari lokasi dan variasi keruangan atas fenomena fisik dan manusia di atas permukaan bumi.
§  Hukum, yang mempelajari sistem aturan yang telah dilembagakan.
§  Linguistik, yang mempelajari aspek kognitif dan sosial dari bahasa.
§  Pendidikan, yang mempelajari masalah yang berkaitan dengan belajar, pembelajaran, serta pembentukan karakter dan moral.
§  Politik, yang mempelajari pemerintahan sekelompok manusia (termasuk negara).
§  Psikologi, yang mempelajari tingkah laku dan proses mental.
§  Sejarah, yang mempelajari masa lalu yang berhubungan dengan umat manusia.
§  Sosiologi, yang mempelajari masyarakat dan hubungan antar manusia di dalamnya.
3.      Humanities (Ilmu Humaniora)
Ilmu Humaniora adalah salah satu ilmu pengetahuan yang mempelajari apa yang diciptakan atau diperhatikan manusia (dipertentangkan dengan ilmu pengetahuan alam) (KBBI,1999).

Ilmu humaniora bertujuan memunculkan sosok yang humanis yakni orang yang mendambakan dan memperjuangkan terwujudnya pergaulan yang lebih baik, berdasarkan asas­asas perikemanusiaan, pengabdi kepentingan sesama umat manusia.

Cabang­cabang Ilmu Humaniora :
a.       Bahasa
b.      Sastra
c.       Teologi
d.      Filsafat
e.       Ilmu Sejarah
f.       Kesenian

2.      Definisi, Karakteristik dan Klasifikasi Ilmu Pendidikan
1.      Definisi Ilmu Pendidikan
Pakar pendidikan memiliki pandangan yang berbeda tentang pengertian ilmu pendidikan.
Perbedaan pendapat itu disebabkan karena sudut pandang yang berbeda.[8]
·         Carter ( 1985 : 36 ) berpendapat bahwa ilmu pendidikan adalah suatu bangunan pengetahuan sistematis yang mencakup aspek kuantitatif dan objektif dari proses belajar dan juga mengajukan instrumen secara seksama dalam mengajukan hipotesis­hipotesis untuk diisi berdasarkan pengalaman yang sering kali dalam bentuk eksperimen.
·         Driyarkara ( 1980 : 66 : 67 ), ilmu pendidikan adalah pemikiran ilmiah, yakni pemikiran yang bersifat kritis, memiliki metode dan tersusun secara sistematis tentang pendidikan.
·         Bernadib ( 1987 : 7 ) mengemukakan bahwa ilmu pendidikan adalah ilmu yang membicarakan masalah masalah umum pendidikan secara menyeluruh dan abstrak.
·         Langeveld, paedagogi atau ilmu pendidikan adalah suatu ilmu yang bukan hanya menelaah objeknya untuk mengetahui betapa keadaan atau hakiki objek itu, melainkan mempelajari pula hendaknya bertindak. Objek ilmu pendidikan ialah proses­proses situasi pendidikan.
·         Brodjonegoro menjelaskan bahwa ilmu pendidikan adalah teori pendidikan, perenungan tentang pendidikan. Dalam arti yang luas paedagogi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari soal­soal yang timbul dalam praktik pendidikan.
Dari beberapa pendapat diatas ilmu pendidikan adalah ilmu pengetahuan yang membicarakan masalah masalah yang berhubungan dengan pendidikan.
Ilmu pendidikan membicarakan masalah­masalah yang bersifat ilmu, bersifat teori, ataupun yang bersifat praktis.Ilmu pendidikan adalah sistem pengetahuan tentang fenomena pendidikan yang dihasilkan melalui riset dengan menggunakan metode ilmiah.
Ilmu pendidikan terus berkembang, yang sudah ada sejak manusia ada. Sehingga Ilmu pendidikan dapat dikelompokkan menjadi.[9]
a)      Ilmu Pendidikan sebagai ilmu normatif.
Ilmu pendidikan diarahkan kepada perbuatan mendidik yang bertujuan. Tujuan itu telah ditentukan oleh nilai­nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat, atau bangsa. Selanjutnya, nilai itu sendiri merupakan ukuran yang bersifat normatif.
b)      Ilmu pendidikan sebagai ilmu yang bersifat teoritis dan praktis.
Ilmu pendidikan ditujukan kepada praktik pendidikan. Untuk mendalami kajian bagaimana praktik pendidikan itu dilaksanakan, dilakukan teori (ilmu teori) agar dapat dijadikan landasan dalam mencari kebenaran melalui praktek (ilmu praktis). Hasil yang didapat, merupakan kajian sistematis yang terarah, dan empirik.
c)      Memiliki objek material dan objek formal.
Objek material ilmu pendidikan adalah perilaku manusia. Objek formal ilmu pendidikan merupakan penelaahan, fenomena (gejala) pendidikan dalam perspektif yang luas dan integratif.
d)      Memiliki Sistematika.
Pendidikan sebagai fenomena manusiawi dapat dianalisis berdasarkan proses atau situasi pendidikannya, yaitu ketika terjadi interaksi antar komponen ( tujuan, peserta didik, pendidik, alat dan lingkungan).
e)      Pendidikan Sebagai Ilmu
Fenomena pendidikan dapat dipelajari melalui metode ilmiah yang menghasilkan ilmu pendidikan yang menjadi dasar dan petunjuk dalam praktek pendidikan. Dengan dasar Ilmu Pendidikan para pendidik dapat menyusun desain pembelajaran yang memuat tujuan, isi, metode, teknik
mengajar serta evaluasinya.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa praktek pendidikan merupakan aplikasi dalam ilmu pendidikan. Implikasi bahwa untuk menjadi seorang guru dapat dipelajari oleh siapapun melalui ilmu pendidikan tersebut.
Contoh Imu pendidikan yang dapat dipelajari seorang pendidik adalah:
Pedagogik, Psikologi Pendidikan, Didaktik, Metodik, dan Evaluasi Pendidikan.
Sebagai ilmu, ilmu pendidikan juga memiliki metode. Menurut Soedomo (1990 : 46 : 37) metode dalam ilmu pendidikan meliputi:[10]
·         Metode normatif , yaitu metode penentuan konsep manusia yang diidealkan oleh pendikan menyangkut nilai baik dan buruk.
·         Metode eksplanatori, yaitu metode mengetahui kondisi dan kekuatan yang mempengaruhi keberhasilan proses pendidikan.
·         Metode teknologis, yaitu metode yang berfungsi mengungkapkan cara agar berhasil mencapai tujuan dengan mudah.
·         Metode deskriptif fenomenologis,Yaitu metode untuk mempengaruhi dan mengklarifikasi kenyataan ditemukan hakikatnya.
·         Metode hermeneutis, Yaitu metode untuk memahami kenyataan pendidikan secara kongkrit dan historis agar makna dan struktur pendidikan menjadikan jelas.
·         Metode analis kritis, yaitu metode yang digunakan untuk menganalisis secara kritis istilah­istilah, pernyataan, konsep dan teori pendidikan.

2.      Karakteristik Ilmu Pendidikan
Ilmu pendidikan memiliki karakteristik sebagai berikut.[11]
a)      Objek Studi: Objek material ilmu pendidikan adalah manusia (manusia sebagai makhluk Tuhan yang berbeda hakiki dengan benda, tumbuhan dan hewan); sedangkan objek formalnya adalah fenomena pendidikan, yaitu fenomena mendidik dan fenomena lain yang berhubungan dengan kegiatan mendidik.
b)      Metode: Ilmu pendidikan mengguanakan metode kualitatif dan atau metode kuantitatif. Penggunaan metode tersebut tergantung pada masalah atau objek penelitiannya.
c)      Isi Ilmu Pendidikan: Sebagaimana ilmu­ilmu lainnya, ilmu pendidikan dapat berupa konsep, aksioma, postulat, prinsip, hukum, teori, dan model. Dalam hal ini ilmu pendidikan bersifat objektif, deskriptif, preskriptif (normatif), yang disajikan secara rinci dan sistematis. Ilmu pada umumnya bersifat deskriptif, tetapi ilmu pendidikan tidak hanya bersifat deskriptif, melainkan juga preskriptif/normatif.
d)      Fungsi ilmu pendidikan: menjelaskan, memprediksi, dan mengontrol.
e)      Ilmu pendidikan menggunakan ilmu­ilmu lain sebagai ilmu bantu. Sekalipun demikian, menurut M.J. Langeveld (1980), sebagai ilmu yang bersifat otonom ilmu pendidikan berperan sebagai “tuan rumah”, sedangkan ilmu­ilmu lain merupakan “tamu”nya.

3.      Klasifikasi Ilmu Pendidikan
M.J. Langeveld mengklasifikasi ilmu pendidikan (Ilmu Mendidik) terbagi atas:[12]
a.       Ilmu Mendidik Teoritis, yang meliputi:
1)      Ilmu Mendidik Sistematis.
2)      Sejarah Pendidikan.
3)      Ilmu Perbandingan Pendidikan.
b.      Ilmu Mendidik Praktis, yang meliputi:
1)      Didaktik/Metodik.
2)      Pendidikan dalam Keluarga.
3)      Pendidikan Lembaga Keagamaan.
Sedangkan Redja Mudyahardjo (2001) mengklasifikasi Ilmu Pendidikan sebagai berikut:[13]
a.       Ilmu Pendidikan Makro:
1)      Ilmu Pendidikan administratif.
2)      Ilmu Pendidikan Komparatif.
3)      Ilmu Pendidikan Historis.
4)      Ilmu Pendidikan Kependudukan.
b)      Ilmu Pendidikan Mikro:
1.      Ilmu Mendidik Umum yang meliputi:
a.       Pedagogik Teoritis.
b.      Ilmu Pendidikan Psikologis.
c.       Ilmu Pendidikan Sosiologis.
d.      Ilmu Pendidikan Antropologis.
e.       Ilmu Pendidikan Ekonomik.
2.      Ilmu Mendidik Khusus:
a.       Ilmu Persekolahan.
b.      Ilmu Pendidikan Luar Sekolah.
c.       Ilmu Pendidikan Luar Biasa/Orthopedagogik.

C.     MENDIDIK SEBAGAI SENI
Seni berasal dari kata sani (sansekerta) yang berarti pemujaan, persembahan, dan pelayanan kata tersebut berkaitan erat dengan upacara keagamaan yang disebut kesenian. Menurut padmapusphita, kata seni berasal dari bahasa belanda “genie” dalam bahasa latin disebut “genius”, artinya kemampuan luar biasa yang dibawa sejak lahir. Di Eropa mengatakan “art” yang berarti visual yaitu, suatu media yang melakukan suatu kegiatan tertentu.[14]

Pendidikan antara lain dapat dipelajari melalui ilmu pendidikan, namun demikian pendidikan (praktek pendidikan atau mendidik) juga adalah seni. Alasannya, bahwa praktek pendidikan melibatkan perasaan dan nilai yang sebenarnya di luar daerah ilmu (ilmu yang berparadigma positivisme).

Sehubungan dengan itu, Gilbert Highet (1954) mengibaratkan praktek pendidikan sebagaimana orang melukis sesuatu, mengarang lagu, menata sebuah taman bunga, atau menulis surat untuk sahabat.
Sedangkan menurut Gallagher (1970) seni mendidik itu merupakan :[15]
1)      keterampilan jenius yang hanya dimiliki beberapa orang; dan
2)      mereka tidak dapat menjelaskan secara sistematis bagaimana mereka mempraktekan keterampilan itu.
Praktek pendidikan diakui sebagai seni, impilkasinya fungsi mendidik yang utama adalah menghasilkan suatu karya yang utuh, unik, sejati (bukan pura­pura atau dibuat­buat, anak tidak boleh dikorbankan sebagai kelinci percobaan), dan tiap pihak memperoleh manfaat.
Selain itu, pendidik harus kreatif , skenario atau persiapan mengajar hanya dijadikan rambu­rambu saja, yang lebih penting adalah improvisasi. Pendidik harus memperhatikan minat, perhatian, dan hasrat anak didik.

Pengakuan pendidikan sebagai seni, tidak harus menggoyahkan pengakuan bahwa pendidikan dapat dipelajari secara ilmiah. Idealnya, pendidikan adalah aplikasi ilmu (ilmu pendidikan) tetapi sekaligus pula adalah seni.

Gilbert Highet dalam bukunya “The art of teaching“ yang menyatakan bahwa buku ini “Seni Mengajar” karena beliau yakin bahwa:
·         mengajar adalah sebuah seni,
·         Mengajar seperti melukis,
·         Mengajar melibatkan emosi, penghayatan, inspirasi, improvisasi, hati sanubari.
·         Tugas mengajar tidak dapat seluruhnya melibatkan formula atau rumus-rumus tertentu.

Mengajar tidaklah seperti menimbulkan reaksi kimia tetapi lebih mirip dengan melukis sebuah gambar atau menggelar sebuah musik dengan arti bahwa di dalam mengajar itu seseorang harus melibatkan diri didalamnya dan menyadari bahwa mengajar tidak seluruhya dikerjakan berdasarkan formula­formula atau anda akan merusak sendiri pekerjaan anda dan murid­murid anda serta anda sendiri (Redja M, 1995).


BAB III
PENUTUP


Dari pembahasan yang disampaikan, berikut beberapa kesimpulan yang didapatkan.
1.      Seluruh manusia, adalah objek pendidikan. Baik muslim maupun non muslim.
2.      Objek didik terbagi menjadi 2 macam, yakni keluarga dan masyarakat.
3.      Akhlak (etika) seorang pendidik ialah dengan mempergunakan dua cara etika (QS [16] An Nahl: 125), yakni :
a.       Hikmah, yaitu perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dengan yang bathil, dan
b.      Pelajaran yang baik, yang sangat berguna dalam hidup dan kehidupannya, baik di dunia maupun di akhirat.
4.      Adapun akhlak (etika) dalam pembelajaran dengan tinjauan Al Qur’an sebagai berikut.
a.       Pengajaran semestinya dilakukan dengan cara yang lemah lembut. (QS. Ali Imran : 159)
b.      Menjauhi bersikap keras dan kasar dalam pembelajaran, sehingga peserta didik meninggalkan pelajaran. (QS. Ali Imran : 159)
c.       Dalam menyampaikan pengajaran disesuaikan dengan tingkat pengalaman dan pendidikan serta wawasan peserta didik. (QS. Ali Imran : 159)
d.      Cara bicara baik, dan benar dengan memberikan keteladanan baik pada peserta didik. (QS [17] Al Isra: 53)
e.       Pendidik mempunyai akhlak yang baik, tidak mencontohkan akhlak buruk.
5.      Fenomena pendidikan dapat dipelajari melalui metode ilmiah, hasil studinya adalah berupa ilmu pendidikan.
6.      Ilmu pendidikan dapat dijadikan dasar dan petunjuk bagi pelaksanaan praktek pendidikan.
7.      Untuk menjadi guru yang profesional seseorang dapat mempelajari ilmu pendidikan:
a.       Pedagogik
b.      Psikologi Pendidikan
c.       Didaktik
d.      Metodik
e.       Evaluasi Pendidikan
8.      Mendidik tidak cukup dengan memiliki pengalaman, menguasai ilmu pengetahuan, dan menerapkan teknologi, tetapi juga perlu melibatkan aspek seni.
9.      Gilbert Highet, “The Art of Teaching”:
a.       Mengajar adalah sebuah seni
b.      Mengajar seperti melukis
c.       Mengajar melibatkan emosi, penghayatan, inspirasi, improvisasi, hati sanubari
d.     
Tugas mengajar tidak dapat seluruhnya melibatkan formula atau rumus-rumus tertentu.


DAFTAR PUSTAKA

Al Qur’an Al Karim

Drs. Bambang Robandi, M.Pd. 2005. HAND OUT: MATA KULIAH LANDASAN PENDIDIKAN; Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia

An Nabhani, Taqiyuddin. Peraturan Hidup dalam Islam. Kepemimpinan Berfikir dalam Islam. Jakarta: HTI Press.

Redja Mudyahardjo, Filsafat Ilmu Pendidikan,PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2011

Abdul kadir, Dasar Dasar Pendidikan, Kencana: Jakarta, 2012



[1]               Drs. Babang Robandi, M.Pd, HAND OUT: MATA KULIAH LANDASAN PENDIDIKAN; Fakultas               Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia: 2005
[2]               Ilmu teoritis dan praktis; http://www.rijal09.com/2016/03/ilmumendidikteoritisdanpraktis.html
[3]               An Nabhani, Taqiyuddin. Peraturan Hidup dalam Islam. Kepemimpinan Berfikir dalam Islam, hal 60
[4]               Redja Mudyahardjo, Filsafat Ilmu Pendidikan, ( Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2011) hlm 21
[5]               Prof.Dr.Amsal Bakhtiar, M.A, filsafat Ilmu, ( jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2010) hlm 15
[6]               Burhanudin Salam, Pengantar Filsafat, (Jakarta : Bumi Aksara, 1995 ) hal 20­23 diakses di
                http//:darulsalingsetia.blogspot.com
[7]               Dani Vardiansyah, Filsafat Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, (Jakarta : Indeks, 2008 ) Hal 11-13
[8]               Abdul kadir, dasar dasar pendidikan, ( Jakarta : kencana, 2012 )
[9]               Abdul kadir, Dasar Dasar Pendidikan, ( Jakarta : kencana, 2012 ), hal. 63
[10]             Abdul kadir, dasar dasar pendidikan, ( jakarta : kencana, 2012 ) hlm 66
[11]             Uyoh sadullah, Pilsafat Pendidikan,( Bandung : Cipta Utama, 2007 ) hlm 44
[12]             Redja Mudyahardjo, Filsafat Ilmu Pendidikan, ( Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2011) hlm 30
[13]             Ibid.
[14]             Redja Mudyahardjo, Opcit. Hal. 45
[15]             Ibid.

Previous Post
Next Post

Man 'Arofa Nafsihi 'Arofa Robbuhu | #IslamSelamatkanNegeri

0 komentar: