![]() |
A. Latar Belakang
Pemikiran manusia menjadi potensi
dalam melakukan pembaharuan dan perubahan peradaban. Karnanya senantisa ada
manusia yang terus menghasilkan buah pikirnya dalam bentuk gagasan. Termasuk
Muhammad Iqbal yang gagasannya menjadi objek kajian termasuk dalam pemikirannya
yakni mengenai dinamisme Islam. Selain itu, di bidang politik dan hukum pula
Muhammad Iqbal memberikan gagasan yang berlu dikaji pula. Akan tetapi yang
menjadi objek penelitian kami adalah mengenai dinamisme Islam yang digagasnya.
Gagasan
dinamisme Islam Muhammad Iqbal membangunkan kaum muslimin dari ‘tidurnya’. Yaitu
dorongannya terhadap ummat Islam agar bergerak dan tidak berdiam diri. Inti dari
hidup adalah bergerak, sedang hukum hidup adalah menciptakan. Karnanya Iqbal
menyeru kepada ummat Islam agar ‘bangun’ dan menciptakan dunia baru. Begitu
tinggi Iqbal menghargai gerak, sehingga ia menyebut bahwa seolah-olah orang
kafir yang aktif kreatif lebih baik dari pada muslim yang suka tidur. Padahal
tentu saja akan lebih baik laik lagi umat Islam yang bergerak dan melakukan
kebaikan pada masyarakatnya.
Muhammad
Iqbal berusaha mengubah cara pandang umat Islam yang selama ini terjebak dalam
cara pandang yang statis dalam memandang dunia. Namun karena kehidupan manusia yang
cenderung dinamis malah menjadikan umat Islam menjadi pembebek terhadap Bangsa Barat,
dengan meninggalkan identitas keislaman mereka. Mulai dari sini Iqbal
merekonstruksi paradigma umat Islam agar mampu hidup dalam dinamika kehidupan
yang normal, namun tetap dalam batasan sebagai seorang muslim yang mengabdi
kepada Tuhannya. Ia telah merintis upaya pemikiran ulang (rekonstruksi)
terhadap Islam demi kemajuan kaum Muslimin. Ia dikenal
sebagai pemikir multidisiplin yang di dalam dirinya berhimpun kualitas
kaliber internasional, baik sebagai seorang sastrawan, negarawan, ahli hukum,
pendidik, filsuf maupun mujtahid.[1]
Yang unik lagi, Muhammad Iqbal adalah aktor intelektual dan filosofis di balik berdirinya negeri Islam
Pakistan yang lahir dari rahim India yang Hinduistik, sebagai hasil perjuangan
melawan penjajah dan pergolakan politik di India Pra-kemerdekaan.[2]
Karnanya, objek kajian dalam tulisan ini adalah terfokus pada gagasan Sir Muhammad Iqbal tentang dinamisme Islam. Disamping banyaknya gagasan
yang dihasilkannya. Penulis terfokus pada gagasan dinamisme Islam yang menjadi
kajian.
A.
Biografi Singkat Muhammad Iqbal
Nama lengkapnya adalah Sir Muhammad Iqbal. Tidak ada
kesepakatan mengenai tahun kelahirannya, Wilfred Cantwell Smith berpendapat
bahwa M. Iqbal lahir pada tahun 1876, Bahrum Rangkuti mengatakan bahwa M. Iqbal
lahir pada 22 Februari 1873, sedangkan menurut Prof.J.Marek dari Universitas
Praha, yang juga dikuatkan dengan kedutaan Besar Republik Islam Pakistan untuk
memperingati 100 tahun kelahiran M. Iqbal pada tahun 9 November 1877.[3]
Meninggal di Lahore, 21 April 1938.[4]
M. Iqbal dilahirkan di Sialkot, Punjab, Pakistan (dulu masih
menjadi wilayah India). Ia keturunan kasta Brahmana Kasmir, nenek moyangnya
memeluk Islam tiga abad sebelum kelahirannya. Ayahnya adalah Muhammad Noer, dan
kakeknya Muhammad Rafiq, seorang sufi terkenal. Ibunya bernama Imam Bibi.[5]
Pendidikan formalnya diawali pada Scottish Mission School,
Sialkot. Di bawah bimbingan Sayyid Mir Hassan yang sangat berpengaruh pada
pembentukan kepribadian M. Iqbal di kemudian hari. Setelah menyelesaikan
pendidikannnya pada tahun 1885 di SMS, ia melanjutkan studinya di Government
College, Lahore. Ia berguru pada Sir Thomas Arnold seorang orientalis asal
Inggris yang menjadi guru besar di Universitas Aligarh dan Government College.
Lewat Arnold, Iqbal mulai berkenalan dengan filsafat Barat, bahkan ia
dianjurkan oleh sang guru untuk memperdalam filsafat secara intens di Eropa.
Pada
tahun 1905 ia berangkat ke Inggris dan belajar di Cambridge University dan
mengambil gelar Doctor di Munich, Jerman dan berhasil meraih gelar Doktor pada tahun 1908. Menurut W.C.
Smith, perkembangan pemikiran keislaman M. Iqbal dipengaruhi oleh tiga hal,
sebagai sikap kritis ketika ia berada di Eropa. Yakni vitalitas
dan dinamisme masyarakat Eropa dalam menghadapi problematika hidup, potensi
orang-orang barat yang telah dikembangkan sementara orang timur belum
memimpikannya, dan kehidupan Eropa yang menciptakan pribadi yang terpecah (sekularisme).
Dua realita pertama, mengandung
hal-hal positif dan tidak bertentangan dengan Islam untuk dikembangkan dalam
upaya pembaharuan kembali pemikiran Islam. Dan hal ketika sarat nilai
destruktif yang dikecam keras olehnya, hal ini seperti terungkap pada salah
satu syairnya:
Walau Eropa dikelilingi pesona seni dan ilmu. Sebenarnya lembah kegelapan ini.
Kekurangan Mata Air
Kehidupan ..............
Laksana buah yang ranum Eropa hampir gugur. Biarlah kita saksikan,
dalam pangkuannya.
Ia meluncur......
M. Iqbal mengalami pergulatan
pemikiran dalam menghadapi nilai-nilai Eropa hingga ia mencari alternatif
dengan menyelami ajaran tasawuf panteisme. Meski pada perkembangannya ia
menolak ajaran panteisme dan menekankan pentingnya mengembangkan potensi diri
dan akal manusia. Pergeseran pemikiran ini ditandai dengan karyanya “Asrar-l Khuldi” dan “Pembangunan Kembali Alam Pikiran Islam”. Pada tahun 1908, ia kembali ke kampung halaman. Iqbal adalah
pribadi yang rendah hati dan mengakui kesalahan masa lalunya sebagai
konsekwensi dari perubahan pemikirannya, hal ini terlihat pada salah satu
pengakuannya:
“Saya tidak merasa malu untuk mengakui bahwa cukup lama saya menganut gagasan-gagasan para sufi, dan setelah merenungkannya, menemukan bahwa gagasan-gagasan tersebut tidak islami. Misalnya konsep Ibn’ Arabi tentang keabadian jiwa sempurna atau panteisme...”
Dengan
Asrar-l Khuldi, Iqbal menegaskan bahwa setiap manusia harus mengembangkan
potensi diri dalam mengemban tugas kekhalifahan yang disadari kecintaan kepada
Allah. Pada gilirannya melahirkan manusia “Superman” atau Insan Kamil. Manusia
tidak boleh menafikan eksistensinya dan harus senantiasa berusaha mengembangkan
kesempurnaan dan keunikan yang dimilikinya, serta melakukan reinterpretasi
terhadap ayat-ayat tentang penciptaan manusia (Adam) yang berbeda dengan
penafsiran kebanyakan ulama. Potensi yang dimiliki manusia dan kaitannya dengan
dinamika sosial dijadikan Iqbal sebagai kerangka dasar dalam mengembangkan
konsep ijtihad dalam menghadapi tantangan modernitas. Bahkan pola pemikirannya
yang demikian memiliki kontrbusi besar terhadap berdirinya negara Pakistan sebagai hasil perjuangan
melawan penjajah dan pergolakan politik di India Pra-kemerdekaan.[6]
Konsep ijtihad inilah yang
kemudian menjadi gagasan dinamismenya dalam membangunkan umat Islam dari statis
pemikiran.
B.
Gagasan Pemikiran Muhammad Iqbal tentang
Dinamisme
Islam –menurut Iqbal- mengajarkan dinamisme.[7] Menurut
Iqbal hukum dalam Islam sebenarnya tidaklah statis akan tetapi senantiasa
berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Pintu ijtihad tidak pernah
tertutup. Pendapat bahwa pintu Ijtihad tidak tertutup, dianut sebelumnya oleh
Muhammad Abdul Wahhab.[8] Islam pada hakekatnya dinamisme mengajarkan Dinamisme
demikian pendapat Iqbal, begitu pun dengan Al-Qur’an senantiasa menganjurkan
menggunakan akal terhadap ayat atau tanda yang terdapat pada mengamati alam
semesta. Seperti mengamati matahari, bulan, pertukarannya siang menjadi malam
dan lain sebagainya. Manusia yang tidak memperdulikan dan tidak memperhatikan
tanda dari Allah SWT tersebut akan tertinggal dan buta terhadap masa yang akan
datang.
Melihat pandangan Iqbal mengenai konsep Islam mengenai alam
semesta diatas adalah maka pemikiran Islam itu dinamis dan senantiasa
berkembang. Maju dan mundurnya peradaban, bergantiannya diantara bangsa-bangsa
bumi ini mengandung arti dinamisme.
Gagasan dinamisme Islam yang menonjol
ini yang membuat Iqbal berkedudukan penting dalam pembaharuan di India. Dalam
syair-syairnya ia mendorong umat Islam untuk bergerak dan jangan tinggal diam.
Inti dari hidup adalah gerak, sedang hukum hidup ialah menciptakan, maka Iqbal berseru
pada umat Islam supaya bangun dan menciptakan dunia baru. Begitu tinggi ia
menghargai gerak sehingga ia menyebut bawa kafir yang aktif lebih baik dari
pada muslim yang suka tidur.[9]
Gagasan dinamisme Iqbal dan konsep pembaharuannya,
tidak menjadikan idealisme Barat yang dijadikan model dan sumber rujukan utama.
Kapitalisme dan Imperealisme serta Sekularisme dari Barat tidak dapat ia terima
begitu saja. Dalam penilainnya, idealisme Barat banyak dipengaruhi oleh
materialisme dan meninggalkan agama (sekular). Yang diambil umat Islam dari Barat
hanyalah ilmu pengetahuannya.[10]
Iqbal mengungkapkan pandangannya
terhadap budaya Barat: “Akan tetapi
terpulanglah kepada kalian dan peradaban tanpa agama yang menghadapi pertarungan
yang berkepanjangan dengan al-Hak. Sesungguhnya malapetaka ini telah
menghasilkan bencana yang besar kepada dunia seperti kembalinya al-Latta dan al Uzza (keberhalaan) ke Tanah Haram Mekah, dimana
hati manusia menjadi buta dengan sihirnya dan jiwa menjadi mati. Ia telah
memadamkan cahaya hati atau menghilangkan hati dari pemiliknya. Ia juga telah
mengubah siang yang terang benderang dengan meninggalkan insan tanpa roh dan
tanpa nilai apa-apa lagi”.[11]
Walaupun ilmu pengetahuan berkembang
dan perusahaan maju di Eropa, namun lautan kegelapan memenuhi kehidupan mereka.
Sesungguhnya ilmu pengetahuan, hikmah, politik dan pemerintahan yang berjalan
di Eropa tidak lebih dari ketandusan dan kekeringan. Perkembangan itu telah
mengorbankan darah rakyat dan jauh sekali dari arti nilai kemanusiaan dan
keadilan. Apa yang terjadi ialah kemungkaran, meminum arak dan kemiskinan
terbentang luas di negeri mereka. Inilah akibat yang menimpa umat manusia yang
tidak tunduk kepada undang-undang Samawi ciptaan Ilahi. Inilah dia
negeri-negeri yang hanya berbangga dengan terang benderang cahaya listrik dan
teknologi modern. Dan sesungguhnya negeri-negeri yang dikuasai oleh alat-alat
dan industri ini telah memusnahkan hati-hati manusia dan membunuh kasih sayang,
kesetiaan dan makna kemanusiaan yang mulia.[12]
Bukunya
yang ia tulis, mengenai kajian filsafat yang bertemakan“The Philosophical Test of the Revelations of Religious Experience”.
Sehingga dalam pembahasan di dalam buku
ini terlihat teori Iqbal tentang filsafat dalam bentuk teori/gagasan dinamika.
Pemikiran Iqbal ini yang mendasarinya adalah dari berbagai teori ilmu alam yang
telah disampaikan oleh para tokoh dunia sebelumnya, seperti Einstein, Newton,
dan sebagainya. Sehingga Iqbal berkesimpulan bahwa dunia (pemikiran) ini adalah
dinamis. Muhammad Iqbal menjelaskan pentingnya arti dinamika dalam hidup. Tujuan
akhir setiap manusia adalah hidup, keagungan, kekuatan dan kegairahan. Teori
dinamika Iqbal ini diawali dengan kesadaran sendiri bahwa kita ini harus
bangkit dari keterpurukan. Konsep sendiri inilah yang menjadi dasar teori
dinamika Iqbal.[13]
C.
Tujuan dari Gagasan Dinamisme
Iqbal
Mengetahui teori gagasan ini, dapat diambil pengertian bahwa
beberapa tujuan yang ingin dicapai dari pemikiran dinamisme Islam Iqbal adalah:
1. Perubahan pemahaman, yakni usaha mengembalikan pemahaman kepada pemahaman
umat Islam terdahulu, bahwa dunia ini lapang dinamis terhadap pengetahuan
manusia.
2. Pengungkapan prinsip dan faktor-faktor yang mendorong manusia bergerak dan berusaha
di dunia.
3. Usaha untuk mengubah pola pemikiran manusia, yakni dari pola yang statis ke
pola yang dinamis.
4. Pemikiran umat Islam mengikuti perkembangan IPTEK dan nilai modern agar
Islam tidak terbelakang.
5.
Pemikiran agar umat membuka pintu Ijtihad.
Jadi Iqbal dengan gerakan pemikiran ini,
menginginkan kembalinya kejayaan bagi umat Islam. Kejayaan bukan karena
mengikuti salah satu filsafat Barat, namun karena pemahaman yang benar tentang
Islam seperti pemahaman para Sahabat. Pemahaman yang benar tentang Islam,
menurut Iqbal menjadikan alam materi dan alam nyata bukan suatu yang keji tapi
sebagai lapangan perjuangan demi personalitas. Dengan alam yang realita itu
maka kepribadian menjadi kuat, dengan perjuangan dalam dunia ini ia akan tetap
eksis dan abadi. Jadi, keabadian personalitas menurut Iqbal adalah melalui
perjuangan, dengan menundukkan segala rintangan bukan lari dari padanya.[14]
Dalam konteks
kreativitas manusia, Iqbal mengingatkan agar tidak gentar menghadapi berbagai
ancaman yang mungkin tidak sejalan dengan lembaga-lembaga yang telah kokoh
serta praktek yang telah kuat, yang menjadi penentang lajunya kebebasan
pikiran. Beberapa implikasi pandangan Iqbal mengenai kebebasan itu dengan
mengaitkannya dengan masalah pendidikan intelek, maka hal yang perlu mendapat
perhatian ialah kenyataan bahwa lingkungan manusia kini terus berubah dan maju
justru berkat aktivitasnya yang kreatif itu.[15]
DAFTAR PUSTAKA
Al-Bahiy, Muhammad. 1986. Pemikiran Islam Modern. Jakarta: Pustaka
Panjimas
Ashraf, Ehsan. 2003. A Critical Exposition of Iqbal Philosophy.
New Delhi: Adam Publisher.
Hamid, Abdul dan Yaya. 2019. Pemikiran Modern dalam Islam. Bandung:
CV. Pustaka Setia
Hidayatullah, Syarif. 2014. Epistemologi Pemikiran Sir Muhammad Iqbal.
Yogyakarta: Fakultas Filsafat, Univ.
Gajah Mada, Jurnal Filsafat Vol. 24, Nomor
1.
Indrajaya, Darmawan Tia. 2013. Konstribusi Pemikiran Muhammad Iqbal Dalam Pembaharuan Hukum Islam. Riau: Fakultas
Syariah dan Ilmu Hukum UIN Suska
Riau, Hukum Islam, Vol. XIII No. 1.
Malik, Hafeez dan Linda P. Malik. 1992. Filosof Penyair dari Sialkot (alih bahasa Ihsan Fauzi dan Nurul Agustina dalam
Sisi Manusia Iqbal). Bandung : Mizan
Prawiranegara, Sjafruddin. 1986. Islam sebagai Pandangan Hidup. Jakarta: Idayu
Press
Smith, W. C. 1930. Modern
Islam in India. Lahore: Ashraf
Muhammad Iqbal [foto from: www.indiatoday.in]
[3]
Sjafruddin Prawiranegara, Islam sebagai
Pandangan Hidup, (Jakarta:Idayu Press, 1986), hlm. 270. Terdapat didalam
jurnal, lihat: Darmawan Tia Indrajaya, Konstribusi
Pemikiran Muhammad Iqbal Dalam Pembaharuan Hukum Islam, (Riau: Fakultas
Syariah dan Ilmu Hukum UIN Suska Riau, Hukum Islam, Vol. XIII No. 1 Juni 2013),
hlm. 2.
0 komentar: