Kamis, 07 November 2019

GAGASAN DINAMISME ISLAM MUHAMMAD IQBAL



Muhammad Iqbal




A.    Latar Belakang
Pemikiran manusia menjadi potensi dalam melakukan pembaharuan dan perubahan peradaban. Karnanya senantisa ada manusia yang terus menghasilkan buah pikirnya dalam bentuk gagasan. Termasuk Muhammad Iqbal yang gagasannya menjadi objek kajian termasuk dalam pemikirannya yakni mengenai dinamisme Islam. Selain itu, di bidang politik dan hukum pula Muhammad Iqbal memberikan gagasan yang berlu dikaji pula. Akan tetapi yang menjadi objek penelitian kami adalah mengenai dinamisme Islam yang digagasnya.
Gagasan dinamisme Islam Muhammad Iqbal membangunkan kaum muslimin dari ‘tidurnya’. Yaitu dorongannya terhadap ummat Islam agar bergerak dan tidak berdiam diri. Inti dari hidup adalah bergerak, sedang hukum hidup adalah menciptakan. Karnanya Iqbal menyeru kepada ummat Islam agar ‘bangun’ dan menciptakan dunia baru. Begitu tinggi Iqbal menghargai gerak, sehingga ia menyebut bahwa seolah-olah orang kafir yang aktif kreatif lebih baik dari pada muslim yang suka tidur. Padahal tentu saja akan lebih baik laik lagi umat Islam yang bergerak dan melakukan kebaikan pada masyarakatnya.

Muhammad Iqbal berusaha mengubah cara pandang umat Islam yang selama ini terjebak dalam cara pandang yang statis dalam memandang dunia. Namun karena kehidupan manusia yang cenderung dinamis malah menjadikan umat Islam menjadi pembebek terhadap Bangsa Barat, dengan meninggalkan identitas keislaman mereka. Mulai dari sini Iqbal merekonstruksi paradigma umat Islam agar mampu hidup dalam dinamika kehidupan yang normal, namun tetap dalam batasan sebagai seorang muslim yang mengabdi kepada Tuhannya. Ia telah merintis upaya pemikiran ulang (rekonstruksi) terhadap Islam demi kemajuan kaum Muslimin. Ia dikenal sebagai pemikir multidisiplin yang di dalam dirinya berhimpun kualitas kaliber internasional, baik sebagai seorang sastrawan, negarawan, ahli hukum, pendidik, filsuf maupun mujtahid.[1]
Yang unik lagi, Muhammad Iqbal adalah aktor intelektual dan filosofis di balik berdirinya negeri Islam Pakistan yang lahir dari rahim India yang Hinduistik, sebagai hasil perjuangan melawan penjajah dan pergolakan politik di India Pra-kemerdekaan.[2] Karnanya, objek kajian dalam tulisan ini adalah terfokus pada gagasan Sir Muhammad Iqbal tentang dinamisme Islam. Disamping banyaknya gagasan yang dihasilkannya. Penulis terfokus pada gagasan dinamisme Islam yang menjadi kajian.

A.    Biografi Singkat Muhammad Iqbal


Nama lengkapnya adalah Sir Muhammad Iqbal. Tidak ada kesepakatan mengenai tahun kelahirannya, Wilfred Cantwell Smith berpendapat bahwa M. Iqbal lahir pada tahun 1876, Bahrum Rangkuti mengatakan bahwa M. Iqbal lahir pada 22 Februari 1873, sedangkan menurut Prof.J.Marek dari Universitas Praha, yang juga dikuatkan dengan kedutaan Besar Republik Islam Pakistan untuk memperingati 100 tahun kelahiran M. Iqbal pada tahun 9 November 1877.[3] Meninggal di Lahore, 21 April 1938.[4]


M. Iqbal dilahirkan di Sialkot, Punjab, Pakistan (dulu masih menjadi wilayah India). Ia keturunan kasta Brahmana Kasmir, nenek moyangnya memeluk Islam tiga abad sebelum kelahirannya. Ayahnya adalah Muhammad Noer, dan kakeknya Muhammad Rafiq, seorang sufi terkenal. Ibunya bernama Imam Bibi.[5]


Pendidikan formalnya diawali pada Scottish Mission School, Sialkot. Di bawah bimbingan Sayyid Mir Hassan yang sangat berpengaruh pada pembentukan kepribadian M. Iqbal di kemudian hari. Setelah menyelesaikan pendidikannnya pada tahun 1885 di SMS, ia melanjutkan studinya di Government College, Lahore. Ia berguru pada Sir Thomas Arnold seorang orientalis asal Inggris yang menjadi guru besar di Universitas Aligarh dan Government College. Lewat Arnold, Iqbal mulai berkenalan dengan filsafat Barat, bahkan ia dianjurkan oleh sang guru untuk memperdalam filsafat secara intens di Eropa.



Pada tahun 1905 ia berangkat ke Inggris dan belajar di Cambridge University dan mengambil gelar Doctor di Munich, Jerman dan berhasil meraih gelar Doktor pada tahun 1908. Menurut W.C. Smith, perkembangan pemikiran keislaman M. Iqbal dipengaruhi oleh tiga hal, sebagai sikap kritis ketika ia berada di Eropa. Yakni vitalitas dan dinamisme masyarakat Eropa dalam menghadapi problematika hidup, potensi orang-orang barat yang telah dikembangkan sementara orang timur belum memimpikannya, dan kehidupan Eropa yang menciptakan pribadi yang terpecah (sekularisme).
Dua realita pertama, mengandung hal-hal positif dan tidak bertentangan dengan Islam untuk dikembangkan dalam upaya pembaharuan kembali pemikiran Islam. Dan hal ketika sarat nilai destruktif yang dikecam keras olehnya, hal ini seperti terungkap pada salah satu syairnya:

Walau Eropa dikelilingi pesona seni dan ilmu. Sebenarnya lembah kegelapan ini
Kekurangan Mata Air Kehidupan ..............
Laksana buah yang ranum Eropa hampir gugur. Biarlah kita saksikan, dalam pangkuannya
Ia meluncur......

M. Iqbal mengalami pergulatan pemikiran dalam menghadapi nilai-nilai Eropa hingga ia mencari alternatif dengan menyelami ajaran tasawuf panteisme. Meski pada perkembangannya ia menolak ajaran panteisme dan menekankan pentingnya mengembangkan potensi diri dan akal manusia. Pergeseran pemikiran ini ditandai dengan karyanya “Asrar-l Khuldi” dan “Pembangunan Kembali Alam Pikiran Islam”. Pada tahun 1908, ia kembali ke kampung halaman. Iqbal adalah pribadi yang rendah hati dan mengakui kesalahan masa lalunya sebagai konsekwensi dari perubahan pemikirannya, hal ini terlihat pada salah satu pengakuannya:

“Saya tidak merasa malu untuk mengakui bahwa cukup lama saya menganut gagasan-gagasan para sufi, dan setelah merenungkannya, menemukan bahwa gagasan-gagasan tersebut tidak islami. Misalnya konsep Ibn’ Arabi tentang keabadian jiwa sempurna atau panteisme...”

Dengan Asrar-l Khuldi, Iqbal menegaskan bahwa setiap manusia harus mengembangkan potensi diri dalam mengemban tugas kekhalifahan yang disadari kecintaan kepada Allah. Pada gilirannya melahirkan manusia “Superman” atau Insan Kamil. Manusia tidak boleh menafikan eksistensinya dan harus senantiasa berusaha mengembangkan kesempurnaan dan keunikan yang dimilikinya, serta melakukan reinterpretasi terhadap ayat-ayat tentang penciptaan manusia (Adam) yang berbeda dengan penafsiran kebanyakan ulama. Potensi yang dimiliki manusia dan kaitannya dengan dinamika sosial dijadikan Iqbal sebagai kerangka dasar dalam mengembangkan konsep ijtihad dalam menghadapi tantangan modernitas. Bahkan pola pemikirannya yang demikian memiliki kontrbusi besar terhadap berdirinya negara Pakistan sebagai hasil perjuangan melawan penjajah dan pergolakan politik di India Pra-kemerdekaan.[6]
Konsep ijtihad inilah yang kemudian menjadi gagasan dinamismenya dalam membangunkan umat Islam dari statis pemikiran.

B.     Gagasan Pemikiran Muhammad Iqbal tentang Dinamisme
Islam –menurut Iqbal- mengajarkan dinamisme.[7] Menurut Iqbal hukum dalam Islam sebenarnya tidaklah statis akan tetapi senantiasa berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Pintu ijtihad tidak pernah tertutup. Pendapat bahwa pintu Ijtihad tidak tertutup, dianut sebelumnya oleh Muhammad Abdul Wahhab.[8] Islam pada hakekatnya dinamisme mengajarkan Dinamisme demikian pendapat Iqbal, begitu pun dengan Al-Qur’an senantiasa menganjurkan menggunakan akal terhadap ayat atau tanda yang terdapat pada mengamati alam semesta. Seperti mengamati matahari, bulan, pertukarannya siang menjadi malam dan lain sebagainya. Manusia yang tidak memperdulikan dan tidak memperhatikan tanda dari Allah SWT tersebut akan tertinggal dan buta terhadap masa yang akan datang.


Melihat pandangan Iqbal mengenai konsep Islam mengenai alam semesta diatas adalah maka pemikiran Islam itu dinamis dan senantiasa berkembang. Maju dan mundurnya peradaban, bergantiannya diantara bangsa-bangsa bumi ini mengandung arti dinamisme.

Gagasan dinamisme Islam yang menonjol ini yang membuat Iqbal berkedudukan penting dalam pembaharuan di India. Dalam syair-syairnya ia mendorong umat Islam untuk bergerak dan jangan tinggal diam. Inti dari hidup adalah gerak, sedang hukum hidup ialah menciptakan, maka Iqbal berseru pada umat Islam supaya bangun dan menciptakan dunia baru. Begitu tinggi ia menghargai gerak sehingga ia menyebut bawa kafir yang aktif lebih baik dari pada muslim yang suka tidur.[9]      

Gagasan dinamisme Iqbal dan konsep pembaharuannya, tidak menjadikan idealisme Barat yang dijadikan model dan sumber rujukan utama. Kapitalisme dan Imperealisme serta Sekularisme dari Barat tidak dapat ia terima begitu saja. Dalam penilainnya, idealisme Barat banyak dipengaruhi oleh materialisme dan meninggalkan agama (sekular). Yang diambil umat Islam dari Barat hanyalah ilmu pengetahuannya.[10]

Iqbal mengungkapkan pandangannya terhadap budaya Barat: “Akan tetapi terpulanglah kepada kalian dan peradaban tanpa agama yang menghadapi pertarungan yang berkepanjangan dengan al-Hak. Sesungguhnya malapetaka ini telah menghasilkan bencana yang besar kepada dunia seperti kembalinya al-Latta dan al Uzza (keberhalaan) ke Tanah Haram Mekah, dimana hati manusia menjadi buta dengan sihirnya dan jiwa menjadi mati. Ia telah memadamkan cahaya hati atau menghilangkan hati dari pemiliknya. Ia juga telah mengubah siang yang terang benderang dengan meninggalkan insan tanpa roh dan tanpa nilai apa-apa lagi”.[11]

Walaupun ilmu pengetahuan berkembang dan perusahaan maju di Eropa, namun lautan kegelapan memenuhi kehidupan mereka. Sesungguhnya ilmu pengetahuan, hikmah, politik dan pemerintahan yang berjalan di Eropa tidak lebih dari ketandusan dan kekeringan. Perkembangan itu telah mengorbankan darah rakyat dan jauh sekali dari arti nilai kemanusiaan dan keadilan. Apa yang terjadi ialah kemungkaran, meminum arak dan kemiskinan terbentang luas di negeri mereka. Inilah akibat yang menimpa umat manusia yang tidak tunduk kepada undang-undang Samawi ciptaan Ilahi. Inilah dia negeri-negeri yang hanya berbangga dengan terang benderang cahaya listrik dan teknologi modern. Dan sesungguhnya negeri-negeri yang dikuasai oleh alat-alat dan industri ini telah memusnahkan hati-hati manusia dan membunuh kasih sayang, kesetiaan dan makna kemanusiaan yang mulia.[12]

Bukunya yang ia tulis, mengenai kajian filsafat yang bertemakan“The Philosophical Test of the Revelations of Religious Experience”. Sehingga  dalam pembahasan di dalam buku ini terlihat teori Iqbal tentang filsafat dalam bentuk teori/gagasan dinamika. Pemikiran Iqbal ini yang mendasarinya adalah dari berbagai teori ilmu alam yang telah disampaikan oleh para tokoh dunia sebelumnya, seperti Einstein, Newton, dan sebagainya. Sehingga Iqbal berkesimpulan bahwa dunia (pemikiran) ini adalah dinamis. Muhammad Iqbal menjelaskan pentingnya arti dinamika dalam hidup. Tujuan akhir setiap manusia adalah hidup, keagungan, kekuatan dan kegairahan. Teori dinamika Iqbal ini diawali dengan kesadaran sendiri bahwa kita ini harus bangkit dari keterpurukan. Konsep sendiri inilah yang menjadi dasar teori dinamika Iqbal.[13]
           
C.    Tujuan dari Gagasan Dinamisme Iqbal

Mengetahui teori gagasan ini, dapat diambil pengertian bahwa beberapa tujuan yang ingin dicapai dari pemikiran dinamisme Islam Iqbal adalah:

1.   Perubahan pemahaman, yakni usaha mengembalikan pemahaman kepada pemahaman umat Islam terdahulu, bahwa dunia ini lapang dinamis terhadap pengetahuan manusia.
2.    Pengungkapan prinsip dan faktor-faktor yang mendorong manusia bergerak dan berusaha di dunia.
3.   Usaha untuk mengubah pola pemikiran manusia, yakni dari pola yang statis ke pola yang dinamis.
4.   Pemikiran umat Islam mengikuti perkembangan IPTEK dan nilai modern agar Islam tidak terbelakang.
5.      Pemikiran agar umat membuka pintu Ijtihad.

Jadi Iqbal dengan gerakan pemikiran ini, menginginkan kembalinya kejayaan bagi umat Islam. Kejayaan bukan karena mengikuti salah satu filsafat Barat, namun karena pemahaman yang benar tentang Islam seperti pemahaman para Sahabat. Pemahaman yang benar tentang Islam, menurut Iqbal menjadikan alam materi dan alam nyata bukan suatu yang keji tapi sebagai lapangan perjuangan demi personalitas. Dengan alam yang realita itu maka kepribadian menjadi kuat, dengan perjuangan dalam dunia ini ia akan tetap eksis dan abadi. Jadi, keabadian personalitas menurut Iqbal adalah melalui perjuangan, dengan menundukkan segala rintangan bukan lari dari padanya.[14]
Dalam konteks kreativitas manusia, Iqbal mengingatkan agar tidak gentar menghadapi berbagai ancaman yang mungkin tidak sejalan dengan lembaga-lembaga yang telah kokoh serta praktek yang telah kuat, yang menjadi penentang lajunya kebebasan pikiran. Beberapa implikasi pandangan Iqbal mengenai kebebasan itu dengan mengaitkannya dengan masalah pendidikan intelek, maka hal yang perlu mendapat perhatian ialah kenyataan bahwa lingkungan manusia kini terus berubah dan maju justru berkat aktivitasnya yang kreatif itu.[15]

DAFTAR PUSTAKA


Al-Bahiy, Muhammad. 1986. Pemikiran Islam Modern. Jakarta: Pustaka Panjimas
Ashraf, Ehsan. 2003. A Critical Exposition of Iqbal Philosophy. New Delhi: Adam Publisher.
Hamid, Abdul dan Yaya. 2019. Pemikiran Modern dalam Islam. Bandung: CV.    Pustaka Setia
Hidayatullah, Syarif. 2014. Epistemologi Pemikiran Sir Muhammad Iqbal. Yogyakarta: Fakultas Filsafat, Univ. Gajah Mada, Jurnal Filsafat Vol. 24,    Nomor 1.
Indrajaya, Darmawan Tia. 2013. Konstribusi Pemikiran Muhammad Iqbal Dalam Pembaharuan Hukum Islam. Riau: Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum UIN Suska Riau, Hukum Islam, Vol. XIII No. 1.
Malik, Hafeez  dan Linda P. Malik. 1992. Filosof Penyair dari Sialkot (alih bahasa Ihsan Fauzi dan Nurul Agustina dalam Sisi Manusia Iqbal). Bandung : Mizan
Prawiranegara, Sjafruddin. 1986. Islam sebagai Pandangan Hidup. Jakarta: Idayu Press
Smith, W. C.  1930. Modern Islam in India. Lahore: Ashraf
Muhammad Iqbal [foto from: www.indiatoday.in]


                [1] Syarif Hidayatullah, Epistemologi Pemikiran Sir Muhammad Iqbal, (Yogyakarta: Fakultas Filsafat, Univ. Gajah Mada, Jurnal Filsafat Vol. 24, Nomor 1, Februari 2014), hlm. 95.
                [2] Ibid, hlm. 96.
                [3] Sjafruddin Prawiranegara, Islam sebagai Pandangan Hidup, (Jakarta:Idayu Press, 1986), hlm. 270. Terdapat didalam jurnal, lihat: Darmawan Tia Indrajaya, Konstribusi Pemikiran Muhammad Iqbal Dalam Pembaharuan Hukum Islam, (Riau: Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum UIN Suska Riau, Hukum Islam, Vol. XIII No. 1 Juni 2013), hlm. 2.

                [4] Wikipedia, Muhammad Iqbal, pada laman https://id.wikipedia.org/wiki/Muhammad_Iqbal, diakses pada 02 November 2019.
                [5] Hafeez Malik dan Linda P.Malik,”Filosof Penyair dari Sialkot”, alih bahasa Ihsan Fauzi dan Nurul Agustina dalam Sisi Manusia Iqbal, (Bandung:Mizan, 1992), hlm. 10. Lihat: Darmawan Tia Indrajaya, Konstribusi Pemikiran Muhammad Iqbal..., hlm. 2.
                [6] Darmawan Tia Indrajaya, Konstribusi Pemikiran Muhammad Iqbal, hlm. 2-4.
                [7] Abdul Hamid dan Yaya, Pemikiran Modern dalam Islam, (Bandung: CV. Pustaka Setia), hlm. 161.
                [8] Muhammad Al-Bahiy, Pemikiran Islam Modern, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1986).
                [9] W. C. Smith, Modern Islam in India, (Lahore: Ashraf, 1930), hlm. 111. Lihat: Darmawan Tia Indrajaya, Konstribusi.., hlm. 6.
                [10] Ibid, hlm. 185.
                [11] Ehsan Ashraf, A Critical Exposition of Iqbal Philosophy, (New Delhi: Adam Publisher, 2003), hlm. 144-145.
                [12] Ibid, hlm. 145.
                [13] W. C. Smith, Modern Islam in India.., hlm. 264.
                [14] Muhammad Al-Bahiy, Pemikiran Islam Modern, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1986), hlm. 264.
                [15] Syarif Hidayatullah, Epistemologi Pemikiran Sir Muhammad Iqbal,.. hlm. 114.

Previous Post
Next Post

Man 'Arofa Nafsihi 'Arofa Robbuhu | #IslamSelamatkanNegeri

0 komentar: