Rendra Fahrurrozie
STIT Sirojul Falah Bogor, Jawa Barat
Islam diturunkan Allah SWT kepada manusia seluruhnya melalui dakwah dan
pengajaran agung Rasulullah ﷺ sebagai rahmah bagi
seluruh alam, serta penutup seluruh para Nabi dan Rasul untuk menyampaikan
syariah (aturan) Allah SWT dimuka bumi bagi seluruh alam.
Al Qur’an adalah sumber syariat Islam itu, yang mampu menjawab segala sesuatu
permasalah manusia. Permasalahan yang sering muncul adalah tentang Allah SWT itu
sendiri, tentang ketuhanan dan kekuasaanNya. Umat Islam banyak yang menjawab
permasalahan ini, baik secara aqly (akal) maupun naqly
(menggunakan nash). Keduanya dibenarkan oleh syariat untuk ma’rifat
(mengenal) kepada Allah SWT, tanpa ada pertentangan dari keduanya.
Adapun mengenal Allah SWT melalui nash (Al Qur’an) salah satunya
adalah dengan menafsirkan ayat-ayat Al Qur’an. Tafsir sangat diperlukan dalam
memahami secara mendalam ayat Al Quran terutama karena memandang ada yang masih
sangat sulit difahami seperti ayatayat musyâbihât.
Tafsir yang utama dan pertama dari Al Qur’an tidak lain adalah As Sunnah.
Sehingga tidak diperkenankan menafsirkan Al Qur’an berlawanan dengan As Sunnah,
bahkan wajib bagi As Sunnah menyoroti tiap-tiap tafsir yang hendak di tafsirkan
oleh seorang mufassir.[1]
Ini dijelaskan Allah SWT dalam Al Qur’an sebagai berikut:
وَأَنزَلۡنَآ
إِلَيۡكَ ٱلذِّكۡرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيۡهِمۡ وَلَعَلَّهُمۡ
يَتَفَكَّرُونَ ٤٤
“Dan Kami turunkan kepadamu Al
Quran, agar kamu (Muhammad) menerangkan pada umat manusia apa yang telah
diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.” (Q.S an Nahl: 44)
1
|
Oleh sebab itu,
sangatlah tepat apabila penafsiran ayat-ayat Al Qur’an mengenai Allah SWT dapat
dilihat dari kajian As Sunnah, atsar sahabat, dan generasi ulama setelahnya.
A. Mengenal
Allah SWT Melalui Q.S Al Baqarah Ayat 164
Menjadikan ayat Al Qur’an sebagai jalan mengenal Allah SWT adalah dengan
melalui penafsiran ayat-ayat Al Qur’an dari para mufassir, ini merupakan
jalan yang baik dan terpuji. Sebab, banyak ayat Al Qur’an mengajak manusia
(seluruhnya) untuk berfikir akan keberadaanNya, dan mengetahui akan
sifat-sifatNya.
Al Qur’an menjadikan makhluk-makhluk di alam semesta ini sebagai objek
untuk mengenalNya, dari ciptaanNya itulah tanda-tanda keberadaanNya dan
sifat-sifatNya dapat dipahami oleh manusia. Sehingga keimanan kepadaNya semakin
kokoh dan memiliki pondasi kuat untuk beribadah kepadaNya.
Dalam makalah ini kami cukup memberikan satu misal ayat didalam Al Qur’an tentang
Allah SWT agar manusia mengenalNya dan menjadi bukti akan keberadaanNya yakni Al
Qur’an Surat Al Baqarah ayat 164 akan tetapi dengan pandangan dari
beberapa mufassir.
Berikut firman Allah
SWT dalam Al Qur’an tersebut.
إِنَّ
فِي خَلۡقِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ وَٱخۡتِلَٰفِ ٱلَّيۡلِ وَٱلنَّهَارِ وَٱلۡفُلۡكِ
ٱلَّتِي تَجۡرِي فِي ٱلۡبَحۡرِ بِمَا يَنفَعُ ٱلنَّاسَ وَمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ
مِنَ ٱلسَّمَآءِ مِن مَّآءٖ فَأَحۡيَا بِهِ ٱلۡأَرۡضَ بَعۡدَ مَوۡتِهَا وَبَثَّ
فِيهَا مِن كُلِّ دَآبَّةٖ وَتَصۡرِيفِ ٱلرِّيَٰحِ وَٱلسَّحَابِ ٱلۡمُسَخَّرِ
بَيۡنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلۡأَرۡضِ لَأٓيَٰتٖ لِّقَوۡمٖ يَعۡقِلُونَ ١٦٤
”Sesungguhnya dalam penciptaan
langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di
laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari
langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati
(kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran
angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat)
tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.” (Q.S Al Baqarah:164)
B. Tafsir Ulama Atas Q.S Al Baqarah Ayat 164
1. Penafsiran Al Hafidz Ibnu Katsir
a. Asbab An Nuzul[3]
Asbab An nuzul (sebab-sebab turunnya ayat)
ini Ibnu Abbas mengatakan bahwa:
Para tokoh Quraisy datang bertanya kepada Nabi Muhammad ﷺ. “Ya Muhammad, kami ingin kamu meminta kepada Tuhanmu agar
mengubah bukit Shafa menjadi emas untuk kami gunakan membeli kuda dan senjata,
dan kami akan beriman dan berperang bersamamu.” Nabi Muhammad ﷺ bersabda, “Kuatkan janjimu kepadaku,
jika aku berdoa kemudian Tuhan mengubah bukit Shafa menjadi emas, apakah kalian
benar-benar akan beriman kepadaku?” Maka merekapun berjanji. Nabi ﷺ berdoa,
tiba-tiba datang malaikat Jibril dan berkata, “Ya Muhammad, Tuhanmu akan
mengabulkan permintaanmu untuk mengubah bukit Shafa menjadi emas, tetapi jika
kaummu tidak beriman mereka akan disiksa dengan siksa yang tidak pernah ditimpakan
kepada seorangpun seorangpun dialam ini.” Nabi ﷺ
berkata, “Jika demikian tidak, Ya Tuhan, biarkan aku ajak kaumku dari hari
ke hari.” Maka Allah SWT menurunkan ayat 164 ini (HR Ibnu Murdawaih).
Dalam
riwayat Ibnu Abi Hatim ada tambahan, “Bagaimana mereka meminta bukit Shafa
menjadi emas, padahal mereka telah melihat bukti-bukti kekuasaan Allah yang
jauh lebih besar dari bukit Shafa.”
Adapun Atha’ Al Kurasani mengatakan, bahwa ayat:
وَإِلَٰهُكُمۡ
إِلَٰهٞ وَٰحِدٞۖ لَّآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ٱلرَّحۡمَٰنُ ٱلرَّحِيمُ ١٦٣
Diturunkan di Madinah, maka orang-orang kafir Quraisy
di Mekah berkata, “Bagaimana mungkin menyelesaikan urusan semua manusia hanya
dengan satu Tuhan.” Maka Allah SWT menurunkan ayat lanjutan, yakni ayat 164
ini.
Adapun
Abu Adh Dhuha menuturkan, bahwa ketika turun ayat:
وَإِلَٰهُكُمۡ
إِلَٰهٞ وَٰحِدٞۖ ١٦٣
Kaum musyrik berkata, “Jika benar demikian, maka tunjukkan
bukti kepada kami.” Lalu Allah SWT menurunkan ayat 164 ini.
b. Tafsir Mufrodah (Per Kalimat)[4]
Berikut tafsir Mufradah (per kalimat) atas ayat 164 bahwa Allah SWT
berfirman إِنَّ فِي
خَلۡقِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi,” yaitu dalam ketinggian, kelembutan dan keluasannya, serta
bintang-bintang yang bergerak dan yang diam juga peredaran dalam garis edarnya;
dataran rendah dan dataran tinggi, gunung, laut, gurun pasir, kesunyian,
keramaian, dan segala manfaat yang terdapat didalamnya, pergantian siang dan
malam, satu pergi dan yang lain menggantikannya dengan tidak saling
menggantikannya dengan tidak mendahului dan tidak sedikit pun mengalami
keterlambatan meski hanya sekejap. Sebagaimana firman Allah SWT:
لَا
ٱلشَّمۡسُ يَنۢبَغِي لَهَآ أَن تُدۡرِكَ ٱلۡقَمَرَ وَلَا ٱلَّيۡلُ سَابِقُ ٱلنَّهَارِۚ
وَكُلّٞ فِي فَلَكٖ يَسۡبَحُونَ ٤٠
“Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun
tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya.” (Q.S Yasin: 40)
Terkadang yang satu panjang dan yang lain pendek. Terkadang yang satu
mengambil bagian yang lain, lalu saling menggantikan. Sebagaimana firman Allah SWT:
يُولِجُ
ٱلنَّهَارَ فِي ٱلَّيۡلِ وَأَنَّ ٱللَّهَ سَمِيعُۢ بَصِيرٞ ٦١
“Allah (kuasa) memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan
siang ke dalam malam dan bahwasanya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Q.S Al Hajj: 61)
Artinya, menambahkan malam ke dalam siang, dan siang ke dalam malam.
FirmanNya, وَٱلۡفُلۡكِ ٱلَّتِي تَجۡرِي
فِي ٱلۡبَحۡرِ بِمَا يَنفَعُ ٱلنَّاسَ “Dan bahtera yang berlayar
di laut membawa apa yang berguna bagi manusia” Artinya, dalam penghamparan laut oleh Allah SWT sehingga bahtera itu dapat
berlayar dari satu sisi kesisi yang lain untuk kepentingan manusia dan agar
mereka dapat mengambil manfaat dari penduduk suatu daerah dan membawanya kedaerah
yang lain silih berganti.
Adapun firmanNya, وَمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلسَّمَآءِ مِن مَّآءٖ فَأَحۡيَا بِهِ
ٱلۡأَرۡضَ بَعۡدَ مَوۡتِهَا “dan apa yang Allah
turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah
mati (kering)-nya” firman ini seperti
firmanNya yang lain:
وَءَايَةٞ
لَّهُمُ ٱلۡأَرۡضُ ٱلۡمَيۡتَةُ أَحۡيَيۡنَٰهَا وَأَخۡرَجۡنَا مِنۡهَا حَبّٗا
فَمِنۡهُ يَأۡكُلُونَ ٣٣ وَجَعَلۡنَا فِيهَا جَنَّٰتٖ مِّن نَّخِيلٖ وَأَعۡنَٰبٖ
وَفَجَّرۡنَا فِيهَا مِنَ ٱلۡعُيُونِ ٣٤ لِيَأۡكُلُواْ مِن ثَمَرِهِۦ وَمَا
عَمِلَتۡهُ أَيۡدِيهِمۡۚ أَفَلَا يَشۡكُرُونَ ٣٥ سُبۡحَٰنَ ٱلَّذِي خَلَقَ ٱلۡأَزۡوَٰجَ
كُلَّهَا مِمَّا تُنۢبِتُ ٱلۡأَرۡضُ وَمِنۡ أَنفُسِهِمۡ وَمِمَّا لَا يَعۡلَمُونَ
٣٦
“Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah
bumi yang mati. Kami hidupkan bumi itu dan Kami keluarkan dari padanya
biji-bijian, maka daripadanya mereka makan. Dan Kami jadikan padanya
kebun-kebun kurma dan anggur dan Kami pancarkan padanya beberapa mata air.
Supaya mereka dapat makan dari buahnya, dan dari apa yang diusahakan oleh
tangan mereka. Maka mengapakah mereka tidak bersyukur. Maha Suci Tuhan yang
telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan
oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui.” (Q.S Yasin: 33-36)
Adapun firmanNya وَبَثَّ فِيهَا مِن كُلِّ
دَآبَّةٖ ”Dia sebarkan di bumi
itu segala jenis hewan,” dalam berbagai macam
bentuk, warna dan manfaat, kecil dan besar. Dan Dia mengetahui semuanya itu dan
memberikan rezeki kepadanya, tidak ada satupun dari hewan-hewan itu yang tidak
terjangkau atau tersembunyi dariNya.
Adapun firmanNya وَتَصۡرِيفِ ٱلرِّيَٰحِ “dan pengisaran angin” artinya terkadang angin
itu berhembus dengan membawa rahmah dan
kadang berhembus dengan membawa malapetaka. Terkadang datang membawa berita
gembira dengan berhenti dihadapan awan sehingga turun hujan, dan kadang berhembus
mengiring awan tersebut, terkadang mengumpulkannya, dan terkadang mencerai
beraikannya. Terkadang berhembus dari arah selatan, dan terkadang dari arah
utara. Dan terkadang dari arah timur yang mengenai bagian depan Ka’bah dan
terkadang dari arah barat yang mengenai bagian belakang Ka’bah. Waallahu’alam.
Adapun firmanNya وَٱلسَّحَابِ ٱلۡمُسَخَّرِ
بَيۡنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلۡأَرۡضِ ”dan awan yang
dikendalikan antara langit dan bumi;”. Artinya berjalan
diantara langit dan bumi, yang diarahkan oleh Allah SWT menuju wilayah dan
tempat-tempat mana saja yang dikehendakiNya, sebagaimana Dia mengendalikannya, لَأٓيَٰتٖ لِّقَوۡمٖ يَعۡقِلُونَ ” sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum
yang memikirkan.” Maksudnya, pada
semuanya itu terdapat bukti-bukti yang jelas menunjukkan keesaanNya.
2. Penafsiran Imam Jalalain
Tafsir ini terkenal dengan tafsir Jalalain (dua Jalal, Jalaluddin
As-Suyuthi dan Jalaluddin Muhammad Ibnu Ahmad Al-Mahally), metode tafsir ini
sangat berbeda dengan tafsir Ibnu Katsir yang membahas Asbab An Nuzul
menyertakan penafsiran dari ayat Al Qur’an ang lain. Akan tetapi dengan
menafsirkan langsung per kalimat menurut pemahaman kedua ulama tersebut secara aqly
(akal/ra’yi).
Berikut adalah penafsiran atas Q.S Al Baqarah ayat 164 tersebut.[5]
Artinya, (إِنَّ فِي خَلۡقِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ
وَٱلۡأَرۡضِ) yakni keajaiban-keajaiban yang terdapat pada keduanya (وَٱخۡتِلَٰفِ ٱلَّيۡلِ وَٱلنَّهَارِ) dengan datang dan
pergi, bertambah serta berkurang, ( وَٱلۡفُلۡكِ) atau kapal-kapal (ٱلَّتِي تَجۡرِي فِي ٱلۡبَحۡرِ) tidak tenggelam atau
terpaku di dasar laut (بِمَا يَنفَعُ ٱلنَّاسَ) berupa barang-barang
perdagangan dan angkutan, (وَمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ
مِنَ ٱلسَّمَآءِ مِن مَّآءٖ) hujan, (فَأَحۡيَا بِهِ ٱلۡأَرۡضَ) yakni dengan tumbuhnya tanam-tanaman (بَعۡدَ مَوۡتِهَا) maksudnya setelah
keringnya (وَبَثَّ) (فِيهَا مِن كُلِّ دَآبَّةٖ) karena mereka
berkembang biak dengan rumput-rumputan yang terdapat di atasnya, (وَتَصۡرِيفِ ٱلرِّيَٰحِ) memindahkannya ke
utara atau ke selatan dan mengubahnya menjadi panas atau dingin (وَٱلسَّحَابِ) (ٱلۡمُسَخَّرِ) atas perintah Allah Taala, sehingga ia bertiup ke mana dikehendaki-Nya (بَيۡنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلۡأَرۡضِ) tanpa ada hubungan dan
yang mempertalikan (لَأٓيَٰتٖ) yang menunjukkan keesaan Allah Taala (لِّقَوۡمٖ يَعۡقِلُونَ) serta merenungkan.
3. Penafsiran Prof. DR. HAMKA Dalam Tafsir Al Azhar
Dalam penyusunan Tafsir
al-Azhar, Buya HAMKA menggunakan metode tahlili (analitis), tafsir
Al-Qur’an dengan Al-Qur’an, tafsir Al-Qur’an dengan hadits, pendapat sahabat
dan tabi’in, tafsir dengan tafsir muktabar, penggunaan syair, menggunakan
analisis bilma’tsur, menganalisis dengan kemampuan analisis sendiri, dan
disusun tanpa membawa pertikaian antar madzhab.
Setelah Ayat 163, maka
datanglah ayat selanjutnya, lihatlah alam sekeliling ini:
إِنَّ فِي خَلۡقِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ "Sesungguhnya pada kejadian semua langit dan bumi." (pangkal ayat 164).
Pertama sekali perhatikanlah kejadian seluruh langit dan bumi; menghadap
dan menengadahlah ke langit yang tinggi itu. Berlapis‐lapis banyaknya, hanya
mata kita dalam tubuh yang kecil ini hanya dapat melihatnya sedikit sekali.
Sungguhpun sedikit yang dapat dilihat sudahlah sangat mengagumkan. Langit itu
membawa perasaan kita menjadi jauh dan tersentuh sekali. Mengagumkan pada malam
hari dan menakjubkan pada siang hari.
Di sana terdapat berjuta‐juta bintang hanya
sedikit yang dapat dilihat dengan mata, dan lebih banyak lagi yang.tidak
terlihat. Bumi adalah salah satu dari bintang‐bintang yang banyak itu. Kita yang berada di bumi ini merasa bumi sudah
besar, padahal dia hanya laksana sebutir pasir saja di antara bintang berjuta.
Wahai, alangkah dahsyatnya kekuasaan Tuhan di langit.
Tidak mungkin semuanya itu
terjadi dengan sendirinya. Suatu masa lantaran kagumnya manusia pada bintang ‐ bintang, ada yang
menyangka itulah Tuhan. Ini menjadi bukti bahwa akal dan perasaan manusia sejak
zaman purbakala telah merasakan bahwa tidaklah alam itu terjadi dengan
sendirinya.
Bertambah tinggi
pengetahuan manusia tentang ilmu falak (perbintangan) , bertambah manusia kagum
tentang sangat teraturnya perjalanan cakrawala langit itu. Adanya peraturan
memastikan fikiran sampai pada adanya yang mengatur.
Setelah lama kita
menengadah ke langit, marilah berfikir tentang bumi. Pada kejadian bumipun
adalah hal yang menakjubkan. Ta'jub yang tidak akan selesai selesainya selama
umur masih ada, selama akal masih berjalan dan selama bumi itu masih
terkembang.
Dia hanya satu di antara
berjuta bintang, tetapi alangkah banyaknya rahasia yang terpendam di dalamnya. Perhatian
atas kejadian bumi adalah perhatian yang kedua. Bumi itu, hanya seperempat
daratan, yang tiga perempatnya adalah lautan. Dalam‐daratan yang seperempat
luas bumi itu berapa banyaknya rahasia kekayaan Ilahi yang terpendam dan
berapalah baru yang diketahui oleh manusia.
Dan dalam lautan yang tiga
perempat luas bumi, baru berapa yang terukur dan baru berapa yang diketahui.
Tiap terbuka rahasia yang baru, ternyatalah bahwa di belakangnya berlapis‐lapis lagi rahasia
kejadian yang lain. Untuk mengetahui itu, hanya akal manusia jua yang berguna.
Beribu‐ribu universitas
didirikan bagi penyelidikan rahasia bumi, maka semuanya mengagumkan. Mungkinkah
semuanya itu terjadi dengan kebetulan? Apakah adanya belerang, minyak tanah,
emas, perak dan segala macam logam, garam dan lain lain itu terjadi tidak
teratur? llmu telah mengatakan bahwa‐semuanya itu teratur. Kalau tidak teratur, tidaklah dia menjadi ilmu!
Kemudian itu masuk kepada
perhatian yang ketiga, وَٱخۡتِلَٰفِ
ٱلَّيۡلِ وَٱلنَّهَارِ "Dan perubahan malam dan siang."
Pergiliran bumi mengelilingi matahari dalam garis edarnya sendiri yang
menimbulkan hisab atau hitungan yang tepat, sampai dapat membagi tahun,
bulan, hari dan jam dan minit serta detik. Sampai dapat mengetahui peredaran musim
dalam setahun, sampai manusia hidup di dunia mencocokkan diri dengan edaran
malam dan siang itu, sampai manusia mencatat apa yang dinamakan sejarah; baik
sejarah ummat manusia seluruhnya, atau sejarah bangsa naik dan bangsa yang
punah, atau sejarah orang seorang, mulai lahirnya, hidup dan matinya.
Teratur edaran malam dan
siang itu karena teratur peredaran bumi dan perjalanan matahari, sampai orang
dapat menerka akan terjadi gerhana matahari 1,000 tahun lagi, bahkan 100,000
tahun lagi. Dapat manusia memastikannya dengan ilmu, bukan urusan tenung yang
ghaib, karena sangat teraturnya. Mungkinkah peraturan yang seperti ini terjadi
sendirinya dengan tidak ada yang mengatur?
Kemudian itu masuk kepada
perhatian yang keempat, وَٱلۡفُلۡكِ ٱلَّتِي تَجۡرِي فِي ٱلۡبَحۡرِ بِمَا يَنفَعُ
ٱلنَّاسَ "Dan kapal yang berlayar di lautan membawa barang
yang bermanfaat bagi manusia."
Sesungguhnya sejak zaman purbakala manusia telah tahu membuat kapal.
Makanya manusia berani membuat kapal, walaupun pada mulanya sangat sederhana sekali,
adalah karena kepada manusia telah diberikan pengetahuan tentang peredaran
angin dan kegunaan laut.
Dengan kapal itu
manusiapun mengenal akan manusia di pulau dan benua lain dan terjadilah
perhubungan antara manusia karena pertukaran keperluan hidup. Supaya ada
pertukaran kepentingan hidup sehari‐hari. Apabila tadi diterangkan, hanya seperempat bagian daratan, dan tiga
perempat bagian adalah lautan.
Beribu kali kapal
ditenggelamkan taufan dan ombak yang besar, namun keinginan manusia untuk berlayar
tidaklah padam. Di dalam al‐Quran, selain daripada ayat ini terdapat tidak kurang dari 23 kali sebutan
kapal. Bahkan di zaman Nabi Nuh telah dipergunakan kapal untuk pengangkutan
besar‐besaran. ini menjadi
bukti bahwa al‐Quran telah
membayangkan kesanggupan manusia membuat yang lebih sempurna. Sehingga di zaman
sekarang berlayar dengan kapal‐kapal sebagai Empress of Britain, Queen Elizabeth, Queen.Mary; United
States dan lain‐lain, adalah laksana berlayar dalam sebuah negeri. Sampai ada kapal yang mempunyai
bioskop sendiri, pemandian besar, surat kabar harian sendiri, televisi sendiri,
dan sebagainya.
Kemudian telah berpindah
pula ke udara dengan berbagai ragam penerbangan, sesudah terlebih dahulu
menyelam ke dasar laut dengan kapal selam, dan sekarang telah ada kapal selam
yang dijalankan dengan tenaga atom. Bagairnana rnanusia akan mencapai kemajuan
yang sepesat ini dalam perkapalan, sehingga hubungan dengan bahagian‐bahagian dunia yang
begini jauh sudah demikian rapatnya? lalah karena kepada manusia diberikan
ilrnu tentang pelayaran. Dengan mendapat ilmu itu mengertilah manusia akan
sebahagian kecil daripada rahasia alam. Dan kembalilah mereka kepada pokok
pangkal, yaitu bahwa semuanya ini tidaklah terjadi dengan sia‐sia atau kebetulan.
Pasti ada pengaturannya.
Kemudian itu masuk pula
kepada perhatian yang kelima, وَمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ
مِنَ ٱلسَّمَآءِ مِن مَّآءٖ فَأَحۡيَا بِهِ ٱلۡأَرۡضَ بَعۡدَ مَوۡتِهَا وَبَثَّ فِيهَا
مِن كُلِّ دَآبَّةٖ "Dan apa yang diturunkan Allah dari langit
daripada air, maka dihidupkanNya dengan (air) itu bumi sesudah matinya, seraya
disebarkanNya padanya dari tiaptiap jenis binatang."
Di sini secara pendek
diterangkan kepentingan air hujan, menghidupkan bumi yang telah mati. Bila
hujan datang bumi itupun hidup kembali. Tumbuhlah segala macam tumbuh‐tumbuhan karena adanya air. Hujan itu ada yang meresap
ke bawah tanah, kelak menjadi telaga. Ada yang mengalir menjadi sungai‐sungai bandar berkali untuk mengairi sawah dan ladang
, dan alirannya yaAg terakhir melalui tempat yang rendah ialah ke laut. Kelak
dari laut akan menguap lagi ke udara, untuk menyusun diri lagi untuk menjadi
hujan.
Dengan adanya hujan atau turunnya air
dapatlah segala‐galanya hidup, baik
tumbuh‐tumbuhan atau binatang berbagai jenis, termasuk manusia
sendiri. Dan berusahalah manusia membuat irigasi, bendungan air, dam‐dam besar. Malahan satu bendungan besar telah dikenal
dalam negeri Saba' 1,000 tahun sebelum Nabi Muhammad ﷺ
dan ada ayat yang khas membicarakannya dalam al‐Quran, bagaimana kemakmuran
negeri itu ketika bendungan air masih dipelihara baik‐baik, dan bagaimana pula bangsa itu menjadi punah
setelah bendungan itu tidak dipelihara lagi, sampai mereka mengembara kian ke
mari dibawa nasib.
Perhatian yang keenam ialah, وَتَصۡرِيفِ ٱلرِّيَٰحِ "dan peredaran angin."
Yang kita sebut di
zaman kita ini peredaran cuaca. Bahkan kepandaian manusia di zaman modern,
dalam rangka penyelidikan geofisika telah dapat mengetahui peredaran ke timur
dan ke baratnya, ke utara dan ke selatannya, menentukan pada jam sekian akan
keras angin, pada jam sekian udara agak panas sedikit, dan jam sekian akan
turun hujan. Bagaimana usaha manusia akan dapat mengetahui sepasti itu, menjadi
ilmu pengetahuan kalau bukan lantaran teraturnya. Siapakah pengatur itu?
Niscaya adalah Tuhan (Allah SWT)!.
Perhatian yang ketujuh, وَٱلسَّحَابِ ٱلۡمُسَخَّرِ
بَيۡنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلۡأَرۡضِ "Dan awan yang diperintah di antara langit dan
bumi."
Pada ayat ini di antara angin dengan awan dipisahkan perhatiannya; karena
angin boleh dikatakan dekat kepada manusia setiap hari dan awan beredar pada
cakrawala. Yang lebih tinggi. Dia diperintah atau diatur beredar ke sana dan
beredar ke mari, membagi‐bagikan hujan dan pergantian suhu pada bumi. Bertambah modern hidup manusia
bertambah penting perhatian kepada pergeseran awan itu, untuk menentukan
penerbangan kapal terbang di udara.
Dan di ujung sebagai
kuncinya Allah SWT berfirman, لَأٓيَٰتٖ لِّقَوۡمٖ يَعۡقِلُونَ "Adalah semuanya
itu tandatanda bagi kaum yang berakal." (ujung ayat 164).
Pikirkanlah dan renungkan ketujuh soal yang dikemukakan Tuhan itu! Dia
menghendaki kita mempergunakan akal. Dia menghendaki manusia menjadi sarjana
dalam lapangan masing‐masing. Mencari Tuhan setelah mempelajari alam. Itu sebabnya maka di dalam
surat Fathir (Surat 35 ayat 28), dengan tegas Allah SWT berfirman:
إِنَّمَا
يَخۡشَى ٱللَّهَ مِنۡ عِبَادِهِ ٱلۡعُلَمَٰٓؤُاْۗ إِنَّ ٱللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ
٢٨
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya,
hanyalah ulama (yang berpengetahuan). Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha
Pengampun.”
Di ayat ini disebutkan ulama, menurut artinya yang asli, yaitu orang yang
berilmu. Dengan ayat ini dapatlah kita pahamkan bahwasanya mencari Tuhan dalam
ajaran Islam ialah dengan memperdalam penyelidikan tentang alam.
C. Hikmah Yang Terkandung Dalam Q.S Al Baqarah 164
Dari ketiga penafsiran
para ulama yang telah bahas, terdapat kandungan hikmah dari Q.S Al Baqarah ayat
164 adalah:
1. Bukti dan dalil yang menunjukkan kekuasaan Allah kepada manusia. Sebab,
bukti yang lahir dari berfikir dan bertafakkur seorang manusia yang kemudian
dari berfikir tersebut menghantarkan manusia itu beriman kepada Allah SWT
adalah lebih utama dari pada keimanan yang dilandasi ketakjuban akan mukjizat
Rasul ﷺ semata.
Keimanan semacam ini tidaklah menjadikan manusia tersebut akan puas, ia
akan terus meminta mukjizat yang lain. Lantas bagaimana dengan generasi
setelahnya? Dan pada saat itu Rasul tidak ada lagi? Jika ketergantungan dengan
mukjizat Rasul ﷺ menjadi landasan
keimanan, justru tidaklah melahirkan generasi yang ikhlas dan utama dalam
beramal shaleh.
2. Allah SWT adalah satu-satunya pengatur alam semesta yang sempurna. Sebab,
Allah SWT yang Esa itu dengan kuasaNya menggerakkan benda-benda langit dan bumi
dengan perhitungan dan sangat akurat dalam mempergilirkan segala sesuatunya.
Ini adalah tanda kekuasaan yang maha kuasa dan hanya Dialah yang pantas untuk
diibadahi.
3. Allah SWT mengajak manusia untuk berfikir akan segala kuasanya itu. Sebab,
orang-orang yang berfikirlah yang mempunyai keimanan yang kokoh dan rasa
takutnya akan penciptanya semakin tebal. Sebagaimana dalam Q.S Fathir ayat 28
sebutkan.
DAFTAR PUSTAKA
Bahreisy. H. Salim, H.
Said. 2004. Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsier Jilid 1. Surabaya: PT.
Bina Ilmu
HAMKA, Prof. DR. 2015. Tafsir
Al Azhar. Kuala Lumpur-Malaysia: PTS Publishing House Sdn. Bhd. Terbitan
Pertama, 2015
M. Abdul Ghoffar E.M,
Abdurrahim Mu’thi, Abu Ihsan Al Atsari. 2004. Tafsir Ibnu Katsir Jilid 1.
Bogor: Pustaka Imam Syafi’i
[2] HAMKA
mengatakan dalam buknya tafsir Al Azhar , “Maka, agar menafsir dengan akal
dapat diterima hendaklah kita isi empat syarat berikut:
a.
Mengetahui
bahasa arab, dengan pengetahuan yang dapat dipertanggung jawabkan, supaya dapat
mencapai makna dengan sejelas-jelasnya.
b.
Jangan
menyalahi dasar yang diterima dari nabi Muhammad ﷺ
c.
Jangan berkeras
urat leher mempertahankan satu madzhab pendirian, lalu dibelok-belokkan maksud
ayat Al Qur’an agar sesuai dengan madzhab yang dipetahankan itu.
d.
Niscaya ahli
pula dalam bahasa tempat dia ditafsirkan.”
[5] Dari
penafsiran kitab tafsir Jalalain ini, banyak para ulama yang memberikan catatan
kaki dan komentar atas kitab ini. Sehingga banyak kajian keilmuan dipesantren
menggunakan kitab ini sebagai bahan kajian. Yang menarik dari kitab ini
adalah, tata bahasa yang sangat mudah
dipahami oleh setiap kalangan.
Halo Para Players
BalasHapusKami dari Agent judi Online Terpercaya mariong.com
mariong.com menyediakan 4 permainan
Berikut permainannya :
* SLOT GAME
* TEMBAK IKAN
* LIVE CASINO
* TARUHAN BOLA
HUBUNGI KONTAK KAMI :
BBM : onglucky
Whatsapp : +60 17-602 5881
LINE : onglucky
WECHAT : website8899
kunjungi kumpulan video lucu kami ya :
https://funsticky.com
https://thoselab.com