
Rendra Fahrurrozie
STIT Sirojul Falah Bogor, Jawa Barat, Indonesia
rendra_fr@yahoo.com
Abstrak
Meningkatnya kemampuan berfikir masyarakat dan perubahan-perubahan
sarana dan prasarana serta pola sikap masyarakat maka semakin bermunculan pula
gagasan progresif dan imaginatif dalam membangun pendidikan di Indonesia.
Sebab, dengan tidak melakukan perubahan dan pengembangan kurikulum pada tiap
masanya maka pendidikan di Indonesia akan tertinggal dari negera yang telah
mengembangkan kurikulumnya menjadi lebih baik sesuai masanya.
Dalam melakukan pengembangan kurikulum tersebut, tentu menggunakan
pendekatan (approach) yang digunakan dalam menyusun kurikulum pendidikan untuk
disemua tingkatan pendidikan. Sehingga pendekatan yang diambil inilah yang
menentukan arah pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan Indonesia selain
pertimbangan strategi kurikulum, perubahan sarana kurikulum atau perubahan
sistem evaluasi kurikulum misalnya.
Keyword: approach; kurikulum; pendekatan kurikulum
A.
Pendahuluan
Kurikulum
menjadi salah satu komponen penting dalam pendidikan yang menjadi acuan para
pelaksana pendidikan menentukan arah tujuan pendidikan dan hendak kemana
peserta didik untuk dibawa. Oleh karenanya, kurikulum sebagai alat untuk
mencapai tujuan, sehingga seluruh elemen yang terlibat harus benar-benar
memahami kurikulum yang disusun, agar tujuan pendidikan dapat dicapai dengan
maksimal.[1]
Dan guru adalah pelaksana dan kunci dari keberhasilan kurikulum tersebut,
sehingga sejatinya gurulah yang sebenarnya sebagai perencana, pelaksana,
penilai, dan pengembang kurikulum di sekolah.
Dengan
pendekatan (approach) kurikulum, diharapkan pengembangan kurikulum yang
dihasilkan dapat mencapai tujuan dari Sistem Pendidikan Nasional yang tentunya
juga dengan didasari pada landasan-landasan pokok dan kokoh dalam merumuskan
kurikulum.[2] Dari
banyak ahli kurikulum yang ada, akan didapati berbagai pendapat mereka tentang
pendekatan kurikulum pendidikan yang satu dan yang lainya agak berlainan dengan
fokus utama tertentu. Adapun dalam penulisan ini akan mengambil pendapat utama
dari Prof. Dr. S. Nasution M.A dalam bukunya Kurikulum dan Pengajaran, yang menurutnya
boleh dikatakan telah mencakup kebanyakan dari pendekatan utama dewasa ini
(Nasution, 1989:43). Tetapi kami akan menambahkan secara ringkas pendekatan
yang digunakan pemerintah dalam menyusun kurikulum 2013 yang saat ini telah
diterapkan disebagian wilayah Indonesia.
B.
Pendekatan-Pendekatan Kurikulum
Untuk
mendesain kurikulum yang juga mempertimbangkan landasan-landasan (determinan)
kurikulum, pasti pendekatan-pendekatan yang sesuai dan terbaiklah yang akan
dipilih sehingga terselenggara pendidikan yang dinamis.
Hal
ini dimaksudkan agar hasil pengembangan kurikulum tersebut sesuai dengan minat,
bakat kebutuhan peserta didik, lingkungan, kebutuhan daerah, sehingga dapat
mempelancar program pendidikan salam rangka perwujudan dan pencapaian tujuan
pendidikan nasional.
Berikut
adalah pendekatan-pendekatan kurikulum (Nasution, 1989: 43-58), yakni ada 6
(enam) pendekatan yaitu sebagai berikut:
1.
1
|
Pendekatan ini menggunakan bidang studi (mata
pelajaran) sebagai dasar mengorganisasi kurikulum, misalnya Matematika, Sains, Sejarah,
IPA, IPS dan sebagainya sebagai suatu disiplin ilmu yang setiap mata
pelajarannya terpisah antara satu dan lainnya yang tidak saling berhubungan dan
berkaitan. Pola dan implementasi pendekatan ini terpisah-pisah dengan sistem
pembagian tanggung jawab guru sebagai ‘guru mata pelajaran’, yang hanya
bertanggung jawab terhadap mata pelajaran semata, tanpa ada keharusan
mengorelasikan dengan mata pelajaran yang lain.[3]
Sehingga dalam 1 (satu) bidang studi/mata
pelajaran, dapat didetailkan perbedaan didalamnya dalam bentuk macro
organizer (misal: Matematika), yang didalamnya terdapat organizer (misal:
Aljabar, Geometri, Kalkulus) dan yang didetailkan lagi didalamnya yakni micro
organizer (misal: Aljabar I, Aljabar II, dan lain-lain). Sehingga utamanya
dalam pendekatan ini adalah guru yang mengajar menguasai disiplin ilmu
tersebut, baik bahan dan proses ajarnya.
2.
Pendekatan
Interdisipliner
Pendekatan ini mencoba menggabungkan beberapa mata
pelajaran/disiplin ilmu, dengan memperhatikan masalah-masalah sosial
dikehidupan nyata atau peristiwa yang terjadi dalam masyarakat sebagai
pertimbangan dalam menyusun kurikulum.
Berikut beberapa pendekatan interdisipliner
dalam pengembangan kurikulum.
1)
Pendekatan
Broad Field
Pendekatan interdisipliner ini agar siswa
memahami ilmu pengetahuan tidak dalam kehampaan tetapi merupakan bagian
integral dari kehidupan manusia. Yang melibatkan banyak disiplin ilmu dalam
pelajaran tersebut, misalnya IPS yang melibatkan geografi, ekonomi, matematika,
sejarah, sains, politik, dan sebagainya.
Pendekatan ini juga digunakan agar siswa memahami
hubungan kompleks kejadian dunia, misalnya antara perang Vietnam dan Korea
dengan kebangkitan ekonomi Jepang, antara perang Irak-Iran dengn harga minyak
bumi di Indonesia, atau antara ilmu pengetahuan dengan teknologi dengan segala
aspek kehidupan manusia, dan lain-lain.
2)
Pendekatan
Kurikulum Inti (Core Curriculum)
Kurikulum inti merupakan kurikulum yang berlaku secara nasional dan
merupakan suatu program yang berisikan bahan kajian pokok yang secara minimal
wajib dikuasai atau dipelajari oleh semua peserta didik di semua satuan dan
jenjang pendidikan (Idi, 2007: 255).[4]
Kurikulum ini banyak persamaannya dengan broad-field,
karena juga menggabungkan berbagai disiplin ilmu. Adapun konsep dari kurikulum
inti adalah memberikan tekanan pada keperluan sosial terutama pada persoalan
dan fungsi sosial (society centered), dengan ciri-ciri sebagai berikut:[5]
a)
penekanan pada nilai-nilai sosial,
b)
struktur kurikulum inti ditentukan
oleh problem sosial dan per-kehidupan sosial,
c)
pelajaran umum diperuntukkan bagi
semua siswa,
d)
aktivitas direncanakan oleh guru
dengan siswa secara kooperatif.
Selain pada masalah sosial, pendekatan ini juga
didasari untuk masalah personal siswa, agar siswa dapat menerapkan secara
fungsional pengetahuan dan keterampilan yang diperolehnya, dari berbagai
disiplin ilmu guna memecahkan masalah sosial personal masa kini.
3)
Pendekatan
Kurikulum Inti di Perguruan Tinggi
Istilah inti juga digunakan dalam kurikulum
perguruan tinggi. Dengan ‘core’ dimaksud, pengetahuan inti yang pokok
yang diambil dari semua disiplin ilmu yang dianggap esensial mengenai
kebudayaan dan ilmu pengetahuan, yang dianggap layak dimiliki mahasiswa lepas
dari jurusan yang dipilihnya. Misalnya, mahasiswa tidak diwajibkan mengikuti
mata kuliah tertentu, akan tetapi bersama penasehatnya memilih mata kuliah yang
memenuhi syarat sesuai dengan kebutuhan dan serta minat mahasiswa.[6]
4)
Pendekatan
Kurikulum Fusi
Kurikulum ini mengfusikan atau menyatukan dua
(atau lebih) disiplin tradisional menjadi bidang studi baru misalnya:
· Geografi + Geologi
+ Botani + Arkeologi ® Earth Sciences (Ilmu Pengetahuan Bumi)
·
Fusi Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi:
Biologi
+ Fisika ® Biofisika, Biologi + Kimia ®
Biokimia/Biogenetika
3.
Pendekatan
Rekonstruksionisme
Pendekatan ini juga disebut Rekonstruksi Sosial
karena memfokuskan kurikulum pada masalah-masalah penting yang dihadapi dalam
masyarakat, seperti polusi, ledakan penduduk dan lain-lain.
Dalam gerakan rekonstruksionisme ini
terdapat dua kelompok utama yang sangat berbeda pandangannya tentang kurikulum,
yaitu:
a)
Rekonstruksionisme
konservatif. Aliran ini menginginkan agar pendidikan ditujukan
pada peningkatan mutu kehidupan individu maupun masyarakat dengan mencari
penyelesaian masalah masalah yang paling mendesak yang dihadapi masyarakat.
Peranan
guru ialah sebagai orang yang menganjurkan perubahan (agent of change) mendorong
siswa menjadi partisipan aktif dalam masyarakat. Pendekatan kurikulum ini
konsisten dengan falsafah pragmatisme.
b) Rekonstruksionisme Radikal.
Aliran ini berpendapat, banyak negara mengadakan pembangunan dengan merugikan
rakyat kecil yang miskin yang merupakan mayoritas masyarakat. Golongan ini
menganjurkan agar pendidik formal maupun non-formal mengabdikan diri demi
tercapainya orde sosial baru berdasarkan pembagian kekuasaan dan kekayaan yang
lebih adil dan merata.
Kedua pendirian dari gerakan ini saling
bertentangan tetapi mempunyai persamaan yakni untuk mengubah dan memperbaiki
masyarakat. Perbedaannnya terletak pada definisi (tafsiran) masing-masing
tentang ‘perbaikan’ dan cara pendekatan terhadap masalah.
4.
Pendekatan
Humanistik
Kurikulum ini berpusat pada siswa (student
centered), dan mengutamakan perkembangan efektif siswa sebagai prasyarat
dan sebagai bagian integral dari proses belajar. Para pendidik (humanistik)
yakin, bahwa kesejahteraan mental dan emosional siswa harus dipandang sentral
dalam kurikulum, agar belajar itu memberi hasil maksimal.
Kurikulum
humanistik didasarkan atas apa yang terkadang disebut psikologi humanistik
yang erat kaitannya dengan psikologi lapangan (field psycology) dan teori
kepribadian (khususnya Maslow). Pendekatan ini tampak pada interaksi dikelas,
dalam suasana belajar, dalam menyajikan pelajaran. (Nasution, 1989:50).
5.
Pendekatan
Accountability
Pendekatan accountability[7]
berpusat pada tugas-tugas yang dilaksanakan oleh lembaga pendidikan agar lebih
memperhatikan pengukuran efektifitas pendidikan berdasarkan standar akademis
yang ditetapkan terlebih dahulu secara cermat dengan mempertimbangkan sumber
yang tersedia. Suatu sistem yang akuntabel menentukan standar dan tujuan
spesifik yang jelas serta mengatur efektifitasnya berdasarkan taraf keberhasilan
siswa untuk mencapai standar itu.
Agar memenuhi tuntutan itu, para pengembang kurikulum terpaksa menspesifikasikan
tujuan pelajaran agar dapat mengukur prestasi belajar. Pendekatan ini terdapat
dua sistem yang bersifat tertutup dan sistem terbuka.
6.
Pendekatan
Pembangunan Nasional
Hingga batas tertentu kurikulum ini terdapat di semua sekolah. Pendekatan
ini mengandung tiga unsur:
1)
Pendidikan
kewarganegaraan.
Peran pendidikan ini adalah mempersiapkan siswa agar memiliki
pengetahuan, keterampilan dan sikap untuk disumbangkan kepada kesejahteraan
umum sebagai warga negara yang aktif.
2)
Pendidikan
sebagai alat pembangunan nasional.
Tujuan pendidikan ini adalah mempersiapkan tenaga kerja yang diperlukan
untuk memenuhi kebutuhan pembangunan. Para pengembang kurikulum bertugas untuk
mendisain program yang sesuai dengan analisis jabatan yang akan diduduki.
3) Pendidikan keterampilan praktis bagi kehidupan sehari-hari.
Keterampilan
yang diperlukan bagi kehidupan sehari- hari dapat dibagi dalam beberapa
kategori yang tidak hanya bercorak keterampilan akan tetapi juga mengandung
aspek pengetahuan dan sikap, yaitu:
·
Keterampilan untuk mencari nafkah
dalam rangka sistem ekonomi suatu negara.
·
Keterampilan untuk mengembangkan
masyarakat.
·
Keterampilan untuk menyumbang kepada
kesejahteraan umum.
·
Keterampilan sebagai warga negara
yang baik.
Demikian adalah pendekatan-pendekatan menurut Prof. Dr. S. Nasution
M.A dalam bukunya Kurikulum dan Pengajaran (Bandung, 1989). Adapun dalam
kurikulum 2013, pendekatan yang digunakan menggunakan pembelajaran tematik-integratif
dengan pendekatan ilmiah (scientific approach)[8]
yang menjadikannya sebagai salah satu unsur yang membedakan dari kurikulum
sebelumnya. Berikut penjelasan ringkasnya.
v
Pembelajaran Tematik-Integratif
Pembelajaran ini adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan tema
untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman
bermakna kepada peserta didik.
Dengan menggabungkan beberapa kompetensi dasar dan indikator serta
isi mata pelajaran akan terjadi penghematan, karna tumpang tindih materi dapat
dikurangi.
v
Pendekatan Ilmiah (Scientific Approach)
Pendekatan ini dalam pembelajarannya berpusat pada peserta didik (student
oriented) dan mempuyai tahapan proses pembelajaran menyentuh pada ranah,
yaitu: sikap, pengetahuan dan keterampilan. Sehingga pada kurikulum 2013 ini
ditekankan dalam proses pembelajarannya untuk mengamati, menanya, mencoba,
mengolah, menyajikan menyimpulkan, dan mencipta. Peserta didik diharapkan
mempunyai keterampilan proses, yang dikembangkan melalui pengalaman
pembelajaran.[9]
Seperti layaknya ilmuwan, yang memiliki rasa ingin tahu sehingga peserta didik
terampil berfikir, berinteraksi dan mencoba (experiment) hal baru.
C.
Kesimpulan
Kurikulum sangatlah penting bagi pendidikan, dalam pengembangannya
diperlukan pendekatan-pendekatan yang menentukan tujuan pendidikan peserta
didik. Prof. Dr. S. Nasution adalah salah satu ahli dalam bidang pendidikan
menurutnya ada 6 (enam) pendekatan dalam pengembangan kurikulum, yakni
pendekatan: Bidang Studi, Interdisipliner, Rekonstruksionisme, Humanistik,
Accountability, dan Pembangunan Nasional.
Akan tetapi dalam kurikulum 2013, pendekatan yang diambil adalah pendekatan
ilmiah (scientific approach) dengan pembelajaran tematik-integratif yang
belum pernah dipakai pada kurikulum sebelumnya. Yang mana peserta didik
diharapkan mempunyai keterampilan proses, yang dikembangkan melalui pengalaman
pembelajaran dari tema-tema yang disusun didalam kurikulum pembelajaran.
Jadi, perkembangan kurikulum sangatlah dinamis bukan statis,
sehingga pembelajarannya akan menselaraskan sarana dan prasarana dan
sumber-sumber yang ada untuk mendapatkan mutu dan tujuan pendidikan terbaik.
D.
Daftar Pustaka
Hernawan, Asep Hendry dkk.
2011. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Universitas Terbuka.
Umar, dkk. 2016. Pengembangan
Kurikulum Pendidikan Agama Islam Transformatif. Yogyakarta: Deepublish.
Nasution, S. 1989. Kurikulum
dan Pengajaran. Jakarta: PT. Bumi Aksara, cet. 5, Februari 2009.
Shobirin,
Ma’as.
2016. Konsep dan Implementasi Kurikulum 2013 di Sekolah Dasar. Yogyakarta:
Deepublish.
[2] Tujuan
pendidikan nasional dapat dilihat jelas dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003
tentang Pendidikan Nasional, bahwa “... bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga yang demokratis serta bertanggung jawab”. (Ibid., Hal.
26).
Dalam Peraturan
Pemerintah No. 32 Tahun 2013 BAB XIA pasal 77A termuat kerangka dasar yang
berisi landasan kurikulum yang ditetapkan pemerintah yaitu landasan
filosofis, sosiologis, psikopedagogis, dan yuridis.
(Umar dkk., Pengembangan
Kurikulum Pendidikan Agama Islam Transformatif, Yogyakarta: Deepublish,
Oktober 2016, Hal. 12-13).
[7] Accountability
yang sistematis yang pertama kalinya diperkenalkan Frederick Taylor dalam
bidang industri pada permulaan abad 20, yang kelak dikenal sebagai “scientific
management” atau manajemen ilmiah, menetapkan tugas-tugas spesifik yang
harus diselesaikan pekerja dalam waktu tertentu. (Ibid., hal. 50)
0 komentar: