Senin, 14 Agustus 2017

SUMBER HUKUM ISLAM YANG UTAMA: AL-QUR’AN DAN AS SUNNAH


Hasil gambar untuk al quran dan as sunnah
oleh: Rendra Fahrurrozie 

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ قَدۡ جَآءَتۡكُم مَّوۡعِظَةٞ مِّن رَّبِّكُمۡ وَشِفَآءٞ لِّمَا فِي ٱلصُّدُورِ وَهُدٗى وَرَحۡمَةٞ لِّلۡمُؤۡمِنِينَ ٥٧
“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan Penyembuh bagi penyakit (yang ada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. 
(Q.S. Yunus: 57).

Islam adalah agama yang sempurna yang memiliki aturan (hukum) yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia. Tentunya setiap aturan dan hukum memiliki sumbernya sendiri sebagai pedoman dalam pelaksanaannya.

Hukum yang datang dari Yang Maha Sempurna, yang disampaikan melalui Rasul-Nya Nabi Muhammad SAW, yakni Al Qur’an Al Karim. Kemudian sumber hukum Islam selanjutnya adalah As Sunnah atau yang kita kenal dengan Al Hadits. 

Al Qur’an dan Al Hadits merupakan dua hal yang menjadi pedoman utama bagi umat Islam dalam menjalankan hidup demi mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.

Namun, seiring dengan berkembangnya zaman ada hal-hal yang tidak terdapat penjelasannya dalam Al Qur’an dan As Sunnah. Oleh karena, itu ada sumber hukum Islam yang lain, diantaranya Ijma dan Qiyas. Ijma dan Qiyas tetap merujuk pada Al Qur’an dan As Sunnah karena Ijma dan Qiyas merupakan penjelasan dari keduanya. 

Dengan demikian yang memenuhi syarat untuk digunakan sebagai sumber pengambilan dalil-dalil syar’i adalah Al Qur’an, As Sunnah, Ijma’ Shahabat, dan Qiyas (yang mempunyai persamaan illat syar’i).

Al-Qur’an Sebagai Sumber Hukum Islam

Al-Qur’an adalah firman Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad secara berangsur-angsur melalui malaikat Jibril. Al-Qur’an menggunakan bahasa Arab dengan makna yang benar sebagai hujah bagi Rasulullah dan dijadikan sebagai pedoman hukum bagi seluruh umat manusia disamping merupakan amal ibadah bagi yang membacanya. Al-Qur’an pertama kali diturunkan di Mekkah tepatnya di Gua Hira pada tanggal 17 Ramadhan tahun 611 M dan berakhir di Madinah pada tahun 633 M dalam rentang waktu 22 tahun. 

Telah kita ketahui bahwa Al-Qur’an merupakan kitab suci umat Islam dan merupakan pedoman hidup yang abadi. Dikatakan abadi karena kemurniannya sejak diturunkan sampai di akhir zaman senantiasa terpelihara.

Allah SWT  menjamin pasti kemurnian Al-Qur’an, seperti dalam firmannya.

 إِنَّا نَحۡنُ نَزَّلۡنَا ٱلذِّكۡرَ وَإِنَّا لَهُۥ لَحَٰفِظُونَ ٩
“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur’an dan sesungguhnya kami benar-benar menjaganya. (QS. Al-Hijr [15]: 9)

Al-Qur’an merupakan pedoman hidup yang pertama dan utama bagi umat Islam. Pada masa Rasulullah setiap persoalan solusinya selalu dikembalikan kepada Al-Qur’an. Rasulullah sendiri dalam perilakunya sehari-hari selalu mengacu pada al-Qur’an. Oleh karena itu kita sebagai seorang muslim kita harus menggunakan al-Qur’an sebagai pedoman hidup.

Seperti dalam firman-Nya,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ وَلَا تَوَلَّوۡاْ عَنۡهُ وَأَنتُمۡ تَسۡمَعُونَ ٢٠
“Hai orang-orang beriman, taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya, dan janganlah kamu berpaling daripada-Nya, sedang kamu mendengar (perintah-perintah-Nya).” 
(QS. Al-Anfal [8]: 20)

Ayat tersebut mengandung dua perintah yang pertama adalah perintah untuk taat kepada Allah SWT, taat berarti kita harus menjalankan smua perintah-perintah Allah SWT dan menjauhi larangan-larangannya.

Dan perintah-perintah Allah itu ada dalam Al-Qur’an, jadi kalau kita taat kepada Allah kita harus mengikuti petunjuk-petunjuk yang ada dalam Al-Qur’an. Perintah yang kedua adalah taat kepada Rasulullah , artinya kita harus taat kepada Sunnah dan hadits-haditsnya. Baik perintah maupun larangannya.

1.      Kehujahan Al-Qur’an

Alasan yang dapat dipertanggung jawabkan bahwa Al-Qur’an merupakan hujah dan hukum-hukumnya dijadikan sebagai undang-undang yang harus diikuti dan ditaati oleh manusia, dimana Al-Qur’an diturunkan dari Allah SWT dan disampaikan kepada manusia dengan jalan yang pasti (qoth’i) sehingga tidak terdapat keraguan karena tidak ada campur tangan  manusia di dalamnya.
Hal inilah yang mengartikan bahwa Al-Qur’an adalah mukjizat terbesar sepanjang masa.

Banyak argumentasi yang menunjukkan bahwa Al Qur’an itu datang dari Allah SWT dan merupakan mukjizat yang mampu menundukkan manusia dan tidak mungkin mampu ditiru. Salah satu yang menjadi kemusykilan manusia untuk menandingi Al Qur’an adalah bahasanya, yaitu bahasa Arab, yang tidak bisa ditandingi oleh para ahli syi’ir orang arab atau siapapun. 

Walid bin Mughirah berkata : “Sesungguhnya Al Qur’an itu terdapat sesuatu yang lezat, dan pula keindahan, apabila dibawah menyuburkan dan apabila di atas manghasilakn buah. Dan manusia tidak akan mungkin mampu berucap seperti Al Qur’an”.

2.      Fungsi dari Al-Qur’an sebagai sumber hukum Islam
Fungsi dari Al-Qur’an sebagai petunjuk, penjelas, pembeda dan obat.
1.      Al-Qur’an sebagai petunjuk artinya al-Qur’an merupakan suatu aturan yang harus diikuti, layaknya sebuah papan jalan yang ada pada jalan-jalan.

Seseorang yang tidak mengetahui jalan, jika ia mengabaikan petujuk jalan itu dan dan berjalan tidak sesuai dengan petunjuknya sudah pastilah orang tersebut akan tersesat. Sama seperti orang hidup di dunia ini, jika ia mengabaikan petunjuk dari Allah SWT maka pastilah jalannya akan tersesat.

2.   Al-Qur’an sebagai penjelas artinya di dalam al-Qur’an sudah dijelaskan tentang segala sesuatu yang ditanyakan oleh manusia. Dalam fungsinya al-Qur’an harus dijadikan rujukan dari semua peraturan yang dibuat oleh manusia, jadi manusia tidak boleh membuat aturan sendiri tanpa ada dasar-dasarnya dari al-Qur’an. 

3.      Al-Qur’an sebagai pembeda, maksudnya sebagai pembeda antara yang benar dan salah. Kita bisa mengetahui suatu hal apakah itu benar atau salah dari al-Qur’an. Selain itu juga pembeda antar muslim dan luar muslim, antar nilai yang diyakini benar oleh orang mukmin dan nilai yang dipegang oleh orang-orang kufur.

4.  Al-Qur’an sebagai obat. Ibarat resep dari seorang dokter, pasien sering sulit untuk membacanya bahkan memahaminya. Tetapi seorang pasien percaya bahwa resep tersebut tidak mungkin salah karena dokter diyakini tidak mungkin berbohong.

Sama seperti halnya dengan Al-Qur’an, sebagai resep yang diberikan oleh Allah SWT dan sudah pasti resep tersebut tidak mungkin salah karena Allah Maha Mengetahui dan Penyembuh.

As Sunnah Sebagai Sumber Hukum Islam

Hukum Islam yang selanjutnya yatitu As Sunnah. As Sunnah adalah perkataan, perbuatan dan taqrir (ketetapan / persetujuan / diamnya) Rasulullah terhadap sesuatu hal / perbuatan seorang sahabat yang diketahuimya.

Sunnah merupakan sumber syari’at Islam yang nilai kebenarannya sama dengan Al Qur’an, karena sebenarnya As Sunnah juga berasal dari wahyu. Al Qur’an telah menegaskan bahwa selain dari Al Qur’an, Rasulullah SAW juga menerima wahyu yang lain, yaitu ‘Al Hikmah’ yang pengertiannya sama dengan As Sunnah, baik perkataan, perbuatan, ataupun ketetapan (diamnya).

Jadi, As Sunnah juga dianggap sebagai sumber hukum / syariat Islam bersifat pasti (qoth’i) kebenaranya; sebagaimana Al-Qur’an itu sendiri.   

Seperti yang kita ketahui, bahwa Al-Qur’an merupakan sumber hukum primer/utama dalam Islam. Akan tetapi dalam realitasnya, ada beberapa hal atau perkara yang sedikit sekali Al-Qur’an membicarakanya, Al-Qur’an membicarakan secara global saja, atau bahkan tidak dibicarakan sama sekali.

Di sinilah peran dan kedudukan Hadits sebagai tabyin atau penjelas dari Al-Qur’an atau bahkan menjadi sumber hukum kedua setelah Al-Qur’an.

A.    Dasar Alasan Sunnah Sebagai Sumber Hukum

As Sunnah adalah sumber hukum Islam (pedoman hidup kaum Muslimin) yang kedua setelah Al-Qur’an. Bagi mereka yang telah beriman terhadap Al-Qur’an sebagai sumber hukum Islam, maka secara otomatis harus percaya bahwa As Sunnah juga merupakan sumber hukum Islam.

Di dalam Al-Quran dijelaskan antara lain sebagai berikut:
a)      Setiap Mu’min harus taat kepada Allah SWT dan kepada Rasulullah .
(Al-Anfal: 20, Muhammad: 33, An-Nisa: 59, Ali ‘Imran: 32, Al- Mujadalah: 13, An-Nur: 54, Al-Maidah: 92).
b)      Orang yang menyalahi As Sunnah akan mendapatkan siksa.
(Al-Anfal: 13, Al-Mujadilah: 5, An-Nisa: 115).
c)       Berhukum terhadap As Sunnah adalah tanda orang yang beriman. (An-Nisa: 65).

B.    Fungsi Sunnah tehadap Al Qur’an
Berikut ini ada lima (5) fungsi As Sunnah terhadap Al Qur’an adalah sebagai berikut ini:
1.      Menguraikan Keumuman (Mujmal) Al Qur’an
Mujmal adalah suatu lafadz yang belum jelas indikasinya (dalalah / penunjukannya), yaitu dalil yang belum jelas maksud dan perinciannya.

Misalnya perintah sholat, membayar zakat, dan menunaikan haji. Al Qur’an hanya menjelaskannya secara global, tidak dijelaskan tata cara pelaksanaan sholat, jumlah raka’at, aturan waktunya, serta hal-hal lain yang berkaitan dengan sholat; begitu pula dengan ibadah-ibadah yang lain.

Imam Ibnu Hazm, seorang ulama besar Andalusia pada masa Abbasiyah menjelaskan : “Sesuatu di dalam Al Qur’an terdapat ungkapan yang seandainya tidak ada penjelasan lain, maka kita mungkin melaksanakannya. Dalam hal ini rujukan kita hanya kepada Sunnah Nabi . Adapun ijma’ hanya terdapat dalam kasus – kasus tertentu saja yang relatif sedikit. Oleh sebab itu secara pasti wajib kembali kepada Sunnah.”

2.      Pengkhususan Keumuman Al Qur’an
Umum (‘Aam) adalah lafadz yang mencakup segala makna yang pantas dengan satu ucapan saja. . Misalnya ‘Al Muslimun’ (orang-orang Islam), ‘ar rijaalu’ (orang-orang lakilaki), dll.

Dalam hadis sahih disebutkan, ”Kami para nabi tidak mewariskan (harta). Apa yang kami tinggalkan menjadi sedekah.” (HR Bukhari).

Ini untuk mengkhususkan ayat Al Qur’an tentang waris, “Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu : bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan ... .” (QS. An-Nisa’: 11)

3.      Taqyid (Pen-syaratan) terhadap Ayat Al Qur’an yang Mutlak
Mutlak ialah lafadz yang menunjukan sesuatu yang masih umum pada suatu jenis, misalnya lafadz budak, mu’min, kafir, dan lain-lain.

Di dalam Al Qur’an banyak di jumpai ayat-ayat yang bersifat mutlak (tanpa memberi persyaratan). Misalnya : “Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri hendaklah kamu potong tangan (keduanya).” (QS Al Maidah:38)

Ayat ini berlaku mutlak pada setiap pencurian (baik besar maupun kecil). Kemudian As Sunnah memberikan persyaratan nilai barang curian itu sebanyak seperempat dinar emas keatas. 

Sabda Rasululloh SAW :
Potonglah dalam pencurian seharga seperempat dinar dan janganlah dipotong yang kurang dari itu”. (HR Ahmad)

Begitu pula halnya dengan batas pemotongan tangan bagi pencuri (sebagaimana QS Al-Maidah: 38), yaitu pada pergelangan tangan dan bukan dari tempat lainnya, sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah SAW.

4.      Pelengkap Keterangan Sebagian dari Hukum-Hukum
Peranan As Sunnah yang lain adalah untuk memperkuat dan menetapkan apa yang telah tercantum dalam Al Qur’an, disamping melengkapi sebagian cabang-cabang hukum yang asalnya dari Al Qur’an.

Penegasan Al Qur’an tentang haramnya memperistri dua orang saudara sekaligus.
“(Dan diharamkan bagimu) menghimpun (dalam perkawinan) dua perempuan bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau.” 
(Qs An Nisaa’: 23)

Dalam ayat tersebut tidak disebutkan tentang haramnya seseorang mengumpulkan (memadu) seorang wanita saudara ibu (bibi) dengan anak perempuan dari saudara laki-laki istri (kemenakan). As Sunnah menjelaskan mengenai hal ini melalui sabda Nabi :

Tidak boleh seseorang memadu wanita dengan ‘ammah (saudara bapaknya, bibi), atau dengan saudara ibu (khala) atau anak perempuan dari saudara perempuannya (kemenakan) dan tidak boleh memadu dengan anak perempuan saudara laki-lakinya, sebab kalau itu kalian lakukan,akan memutuskan tali persaudaraan.”
(HR An-Nasa’i dan Ibnu Majah).

5.     As Sunnah menetapkan Hukum-Hukum Baru yang Tidak Terdapat dalam Al Qur’an Sunnah juga berfungsi menetapkan hukum-hukum yang baru, yang tidak ditemukan dalam Al Qur’an dan bukan merupakan penjabaran dari nash yang sudah ada dalam Al-Qur’an, akan tetapi merupakan aturan-aturan baru yang hanya terdapat dalam sunnah. Misalnya, diharamkannya ‘keledai jinak’ untuk dimakan (peristiwa saat belum dibagi ghanimah), setiap binatang yang bertaring dan setiap burung yang bercakar.

C.     Kehujahan As Sunnah

Tidak berbeda dengan Al Qur’an, As Sunnah juga berasal dari wahyu Allah yang diturunkan kepada manusia melalui Rasulullah .

Hanya saja ada perbedaan antara Al Qur’an dan As Sunnah, yaitu dari segi lafadznya. Dalam hal ini lafadz (redaksi bahasa) As Sunnah berasal dari Rasulullah sedangkan Al Qur’an lafadznya langsung dari Allah SWT.

Dari segi riwayat dan kekuatan dalil, As Sunnah dibagi ke dalam dua bagian, yaitu :
1)      Mutawatir
Hadits Mutawatir adalah suatu hadits yang disampaikan oleh para sahabat, tabi’in dan tabiit tabi’in dengan jumlah tertentu dalam setiap thabaqat-nya (generasi).

Dalam setiap thabaqat tersebut, periwayat yang membawanya haruslah mempunyai syarat-syarat yang tidak memungkinkan mereka untuk berdusta. Sifat dari hadits Mutawatir ini adalah qath’i (pasti) yang artinya tidak ada keraguan di dalamnya.

2)      Hadits Ahad
Hadits ahad adalah hadits yang tidak memenuhi syarat mutawatir pada tiga thabaqat. Hadits ahad ini dibagi ke dalam 2 (dua) kelompok berdasarkan jumlah perawi dan kualitas perawi.

Dari segi jumlah perawi hadits ahad dibagi menjadi gharib (satu orang), aziz (dua orang), dan mashyur (tiga orang atau lebih). Sedangkan dari segi kualitas perawi, hadits ahad dibagi menjadi shahih, hasan dan dhaif.

DAFTAR PUSTAKA

Mubarak, Zakky. 2007. Menjadi Cendikiawan Muslim. Jakarta: PT Magenta Bhakti Guna

Shidiq, Sapiudin. 2011. Ushul Fiqh. Prenada Media Group. Jakarta

Iskandar, Arief B. 2010. Materi Dasar Islam. Al Azhar Press. Bogor
Previous Post
Next Post

Man 'Arofa Nafsihi 'Arofa Robbuhu | #IslamSelamatkanNegeri

0 komentar: