oleh: Rendra Fahrurrozie
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ قَدۡ
جَآءَتۡكُم مَّوۡعِظَةٞ مِّن رَّبِّكُمۡ وَشِفَآءٞ لِّمَا فِي ٱلصُّدُورِ
وَهُدٗى وَرَحۡمَةٞ لِّلۡمُؤۡمِنِينَ ٥٧
“Hai manusia, sesungguhnya telah
datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan Penyembuh
bagi penyakit (yang ada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang
yang beriman.”
(Q.S. Yunus:
57).
Islam adalah agama yang sempurna yang memiliki
aturan (hukum) yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia. Tentunya setiap
aturan dan hukum memiliki sumbernya sendiri sebagai pedoman dalam
pelaksanaannya.
Hukum yang datang dari Yang
Maha Sempurna, yang disampaikan melalui Rasul-Nya Nabi Muhammad SAW, yakni Al
Qur’an Al Karim. Kemudian
sumber hukum Islam
selanjutnya adalah As Sunnah
atau yang kita kenal dengan Al Hadits.
Al Qur’an dan Al Hadits
merupakan dua hal yang menjadi pedoman utama bagi umat Islam dalam menjalankan
hidup demi mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
Namun, seiring dengan
berkembangnya zaman ada hal-hal yang tidak terdapat penjelasannya dalam Al Qur’an dan As Sunnah. Oleh karena, itu ada
sumber hukum Islam
yang lain, diantaranya
Ijma dan Qiyas. Ijma dan Qiyas tetap merujuk pada Al Qur’an dan As Sunnah karena Ijma dan Qiyas
merupakan penjelasan dari keduanya.
Dengan demikian yang memenuhi syarat untuk
digunakan sebagai sumber pengambilan dalil-dalil syar’i adalah Al Qur’an, As Sunnah, Ijma’
Shahabat, dan Qiyas (yang mempunyai persamaan illat syar’i).
Al-Qur’an Sebagai Sumber Hukum Islam
Al-Qur’an adalah firman Allah SWT
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad ﷺ secara berangsur-angsur melalui malaikat
Jibril. Al-Qur’an menggunakan bahasa
Arab dengan makna yang benar sebagai hujah bagi Rasulullah ﷺ dan dijadikan sebagai
pedoman hukum bagi seluruh umat manusia disamping merupakan amal ibadah bagi
yang membacanya. Al-Qur’an pertama kali diturunkan di Mekkah tepatnya di Gua
Hira pada tanggal 17 Ramadhan tahun 611 M dan berakhir di Madinah pada tahun 633
M dalam rentang waktu 22 tahun.
Telah kita ketahui bahwa Al-Qur’an
merupakan kitab suci umat Islam
dan merupakan pedoman hidup yang abadi. Dikatakan abadi karena kemurniannya
sejak diturunkan sampai di akhir zaman senantiasa terpelihara.
Allah SWT menjamin pasti kemurnian Al-Qur’an, seperti
dalam firmannya.
إِنَّا نَحۡنُ نَزَّلۡنَا ٱلذِّكۡرَ وَإِنَّا
لَهُۥ لَحَٰفِظُونَ ٩
“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan
Al-Qur’an
dan sesungguhnya kami benar-benar menjaganya.” (QS. Al-Hijr [15]: 9)
Al-Qur’an merupakan pedoman hidup
yang pertama dan utama bagi umat Islam.
Pada masa Rasulullah
ﷺ setiap persoalan solusinya selalu dikembalikan kepada Al-Qur’an. Rasulullah ﷺ sendiri dalam perilakunya sehari-hari selalu mengacu pada
al-Qur’an. Oleh karena itu kita sebagai seorang muslim kita harus menggunakan
al-Qur’an sebagai pedoman hidup.
Seperti dalam firman-Nya,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ
ءَامَنُوٓاْ أَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ وَلَا تَوَلَّوۡاْ عَنۡهُ وَأَنتُمۡ
تَسۡمَعُونَ ٢٠
“Hai orang-orang beriman, taatlah
kepada Allah dan Rasul-Nya, dan janganlah kamu berpaling daripada-Nya, sedang
kamu mendengar (perintah-perintah-Nya).”
(QS. Al-Anfal [8]: 20)
Ayat tersebut mengandung dua
perintah yang pertama adalah perintah untuk taat kepada Allah SWT, taat berarti kita
harus menjalankan smua perintah-perintah Allah SWT dan menjauhi
larangan-larangannya.
Dan perintah-perintah Allah itu
ada dalam Al-Qur’an,
jadi kalau kita taat kepada Allah kita harus mengikuti petunjuk-petunjuk yang
ada dalam Al-Qur’an.
Perintah yang kedua adalah taat kepada Rasulullah ﷺ, artinya kita harus taat kepada Sunnah dan hadits-haditsnya. Baik
perintah maupun larangannya.
1. Kehujahan Al-Qur’an
Alasan yang dapat
dipertanggung jawabkan bahwa Al-Qur’an merupakan hujah dan hukum-hukumnya
dijadikan sebagai undang-undang yang harus diikuti dan ditaati oleh manusia,
dimana Al-Qur’an diturunkan dari Allah SWT dan disampaikan kepada manusia
dengan jalan yang pasti (qoth’i) sehingga
tidak terdapat keraguan karena tidak ada campur tangan manusia di dalamnya.
Hal inilah yang
mengartikan bahwa Al-Qur’an adalah mukjizat terbesar sepanjang masa.
Banyak argumentasi
yang menunjukkan
bahwa Al Qur’an itu datang dari Allah SWT dan merupakan mukjizat
yang mampu menundukkan manusia dan tidak mungkin mampu ditiru. Salah satu
yang menjadi kemusykilan manusia untuk menandingi Al Qur’an adalah bahasanya, yaitu
bahasa Arab, yang tidak bisa ditandingi oleh para ahli syi’ir orang arab atau siapapun.
Walid
bin Mughirah berkata : “Sesungguhnya Al Qur’an itu terdapat sesuatu yang lezat,
dan pula keindahan, apabila dibawah menyuburkan dan apabila di atas manghasilakn
buah. Dan manusia tidak akan mungkin mampu berucap seperti Al Qur’an”.
2. Fungsi dari Al-Qur’an sebagai
sumber hukum Islam
Fungsi dari Al-Qur’an sebagai
petunjuk, penjelas, pembeda dan obat.
1.
Al-Qur’an sebagai petunjuk
artinya al-Qur’an merupakan suatu aturan yang harus diikuti, layaknya sebuah
papan jalan yang ada
pada jalan-jalan.
Seseorang yang tidak
mengetahui jalan, jika ia mengabaikan petujuk jalan itu dan dan berjalan tidak
sesuai dengan petunjuknya sudah pastilah orang tersebut akan tersesat. Sama
seperti orang hidup di dunia ini, jika ia mengabaikan petunjuk dari Allah SWT maka pastilah
jalannya akan tersesat.
2. Al-Qur’an sebagai penjelas artinya
di dalam al-Qur’an sudah dijelaskan tentang segala sesuatu yang ditanyakan oleh
manusia. Dalam fungsinya al-Qur’an harus dijadikan rujukan dari semua peraturan
yang dibuat oleh manusia, jadi manusia tidak boleh membuat aturan sendiri tanpa
ada dasar-dasarnya dari al-Qur’an.
3.
Al-Qur’an sebagai pembeda,
maksudnya sebagai pembeda antara yang benar dan salah. Kita bisa mengetahui
suatu hal apakah itu benar atau salah dari al-Qur’an. Selain itu juga pembeda
antar muslim dan luar muslim, antar nilai yang diyakini benar oleh orang mukmin
dan nilai yang dipegang oleh orang-orang kufur.
4. Al-Qur’an sebagai obat. Ibarat
resep dari seorang dokter, pasien sering sulit untuk membacanya bahkan
memahaminya. Tetapi seorang pasien percaya bahwa resep tersebut tidak mungkin
salah karena dokter diyakini tidak mungkin berbohong.
Sama seperti halnya
dengan Al-Qur’an, sebagai resep yang diberikan
oleh Allah SWT
dan sudah pasti resep tersebut tidak mungkin salah karena Allah Maha Mengetahui
dan Penyembuh.
As Sunnah Sebagai Sumber Hukum Islam
Hukum Islam yang selanjutnya
yatitu As Sunnah.
As Sunnah
adalah perkataan, perbuatan dan taqrir (ketetapan / persetujuan / diamnya)
Rasulullah ﷺ terhadap sesuatu hal / perbuatan seorang sahabat yang
diketahuimya.
Sunnah merupakan sumber syari’at
Islam yang nilai kebenarannya sama dengan Al Qur’an, karena sebenarnya As Sunnah juga berasal
dari wahyu. Al Qur’an telah menegaskan bahwa selain dari Al Qur’an, Rasulullah
SAW juga menerima wahyu yang lain, yaitu ‘Al Hikmah’ yang pengertiannya sama
dengan As Sunnah, baik perkataan, perbuatan, ataupun ketetapan (diamnya).
Jadi, As Sunnah juga dianggap sebagai
sumber hukum / syariat Islam bersifat pasti (qoth’i) kebenaranya;
sebagaimana Al-Qur’an itu sendiri.
Seperti yang kita ketahui, bahwa
Al-Qur’an merupakan sumber hukum primer/utama dalam Islam. Akan tetapi dalam
realitasnya, ada beberapa hal atau perkara yang sedikit sekali Al-Qur’an
membicarakanya, Al-Qur’an membicarakan secara global saja, atau bahkan tidak
dibicarakan sama sekali.
Di sinilah peran dan kedudukan
Hadits sebagai tabyin atau penjelas dari Al-Qur’an atau bahkan menjadi sumber
hukum kedua setelah
Al-Qur’an.
A.
Dasar
Alasan Sunnah Sebagai Sumber Hukum
As Sunnah
adalah sumber hukum Islam (pedoman hidup kaum Muslimin) yang kedua setelah
Al-Qur’an. Bagi mereka yang telah beriman terhadap Al-Qur’an sebagai sumber
hukum Islam, maka secara otomatis harus percaya bahwa As Sunnah juga merupakan sumber
hukum Islam.
Di dalam
Al-Quran dijelaskan antara lain sebagai berikut:
a)
Setiap Mu’min harus taat kepada
Allah SWT
dan kepada Rasulullah ﷺ.
(Al-Anfal: 20,
Muhammad: 33, An-Nisa:
59, Ali ‘Imran: 32, Al-
Mujadalah: 13, An-Nur:
54, Al-Maidah:
92).
b)
Orang yang menyalahi As Sunnah akan
mendapatkan siksa.
(Al-Anfal: 13,
Al-Mujadilah: 5, An-Nisa: 115).
c)
Berhukum terhadap As Sunnah adalah tanda
orang yang beriman. (An-Nisa: 65).
B.
Fungsi
Sunnah tehadap Al Qur’an
Berikut ini ada lima (5) fungsi
As Sunnah terhadap Al Qur’an adalah sebagai berikut ini:
1.
Menguraikan Keumuman (Mujmal)
Al Qur’an
Mujmal adalah suatu lafadz yang belum jelas indikasinya
(dalalah / penunjukannya), yaitu dalil yang belum jelas maksud dan
perinciannya.
Misalnya perintah
sholat, membayar zakat, dan menunaikan haji. Al Qur’an hanya menjelaskannya
secara global, tidak dijelaskan tata cara pelaksanaan sholat, jumlah raka’at,
aturan waktunya, serta hal-hal lain yang berkaitan dengan sholat; begitu pula
dengan ibadah-ibadah yang lain.
Imam Ibnu
Hazm, seorang ulama besar Andalusia pada masa Abbasiyah menjelaskan : “Sesuatu
di dalam Al Qur’an terdapat ungkapan yang seandainya tidak ada penjelasan lain,
maka kita mungkin melaksanakannya. Dalam hal ini rujukan kita hanya
kepada Sunnah Nabi ﷺ. Adapun ijma’ hanya terdapat dalam kasus –
kasus tertentu saja yang relatif sedikit. Oleh sebab itu secara pasti wajib
kembali kepada Sunnah.”
2.
Pengkhususan Keumuman Al Qur’an
Umum
(‘Aam)
adalah lafadz yang
mencakup segala makna yang pantas dengan satu ucapan saja. .
Misalnya ‘Al Muslimun’ (orang-orang Islam), ‘ar rijaalu’ (orang-orang
lakilaki), dll.
Dalam hadis sahih disebutkan, ”Kami para nabi tidak
mewariskan (harta). Apa yang kami tinggalkan menjadi sedekah.” (HR Bukhari).
Ini untuk mengkhususkan ayat Al Qur’an tentang waris, “Allah
mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu : bagian
seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan ... .” (QS.
An-Nisa’: 11)
3.
Taqyid (Pen-syaratan) terhadap
Ayat Al Qur’an yang Mutlak
Mutlak ialah lafadz yang menunjukan sesuatu yang masih umum pada
suatu jenis, misalnya lafadz budak, mu’min, kafir, dan lain-lain.
Di dalam Al Qur’an banyak di jumpai ayat-ayat yang
bersifat mutlak (tanpa memberi persyaratan). Misalnya : “Laki-laki yang mencuri
dan perempuan yang mencuri hendaklah kamu potong tangan (keduanya).” (QS Al
Maidah:38)
Ayat ini berlaku mutlak pada setiap pencurian (baik besar
maupun kecil). Kemudian As Sunnah memberikan persyaratan nilai barang curian
itu sebanyak seperempat dinar emas keatas.
Sabda Rasululloh SAW :
“Potonglah dalam pencurian seharga seperempat dinar
dan janganlah dipotong yang kurang dari itu”. (HR Ahmad)
Begitu pula halnya dengan batas pemotongan tangan bagi
pencuri (sebagaimana QS Al-Maidah: 38), yaitu pada pergelangan tangan dan bukan
dari tempat lainnya, sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah SAW.
4.
Pelengkap Keterangan Sebagian
dari Hukum-Hukum
Peranan
As Sunnah
yang lain adalah untuk memperkuat dan menetapkan apa yang telah tercantum dalam
Al Qur’an, disamping melengkapi sebagian cabang-cabang hukum yang asalnya dari
Al Qur’an.
Penegasan Al Qur’an tentang haramnya memperistri dua
orang saudara sekaligus.
“(Dan diharamkan bagimu) menghimpun (dalam perkawinan)
dua perempuan bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau.”
(Qs An
Nisaa’: 23)
Dalam ayat tersebut tidak disebutkan tentang haramnya
seseorang mengumpulkan (memadu) seorang wanita saudara ibu (bibi) dengan anak
perempuan dari saudara laki-laki istri (kemenakan). As Sunnah menjelaskan
mengenai hal ini melalui sabda Nabi ﷺ :
“Tidak boleh seseorang memadu wanita dengan ‘ammah
(saudara bapaknya, bibi), atau dengan saudara ibu (khala) atau anak perempuan
dari saudara perempuannya (kemenakan) dan tidak boleh memadu dengan anak perempuan
saudara laki-lakinya, sebab kalau itu kalian lakukan,akan memutuskan tali persaudaraan.”
(HR
An-Nasa’i dan Ibnu Majah).
5. As Sunnah menetapkan
Hukum-Hukum Baru yang Tidak Terdapat dalam Al Qur’an Sunnah juga berfungsi
menetapkan hukum-hukum yang baru, yang tidak ditemukan dalam Al Qur’an dan
bukan merupakan penjabaran dari nash yang sudah ada dalam Al-Qur’an, akan
tetapi merupakan aturan-aturan baru yang hanya terdapat dalam sunnah. Misalnya,
diharamkannya ‘keledai jinak’ untuk dimakan (peristiwa saat belum dibagi
ghanimah),
setiap binatang yang bertaring dan setiap burung yang bercakar.
C.
Kehujahan
As Sunnah
Tidak berbeda dengan Al Qur’an,
As Sunnah juga berasal dari wahyu Allah yang diturunkan kepada manusia melalui
Rasulullah ﷺ.
Hanya saja ada perbedaan antara
Al Qur’an dan As Sunnah, yaitu dari segi lafadznya. Dalam hal ini lafadz (redaksi bahasa) As
Sunnah berasal dari Rasulullah ﷺ sedangkan Al Qur’an lafadznya langsung
dari Allah SWT.
Dari segi riwayat dan kekuatan
dalil, As Sunnah dibagi ke dalam dua bagian, yaitu :
1)
Mutawatir
Hadits
Mutawatir adalah suatu hadits yang disampaikan oleh para sahabat, tabi’in dan
tabiit tabi’in dengan jumlah tertentu dalam setiap thabaqat-nya (generasi).
Dalam
setiap thabaqat tersebut, periwayat yang membawanya haruslah mempunyai syarat-syarat yang tidak
memungkinkan mereka untuk berdusta. Sifat dari hadits Mutawatir ini adalah
qath’i
(pasti) yang artinya tidak ada keraguan di dalamnya.
2)
Hadits Ahad
Hadits ahad adalah
hadits yang tidak memenuhi syarat mutawatir pada tiga thabaqat. Hadits ahad
ini dibagi ke dalam 2
(dua) kelompok berdasarkan
jumlah perawi dan kualitas perawi.
Dari segi jumlah
perawi hadits ahad dibagi menjadi gharib (satu orang), aziz (dua orang), dan
mashyur (tiga orang atau lebih). Sedangkan dari segi kualitas perawi, hadits
ahad dibagi menjadi shahih, hasan dan dhaif.
File Presentasi, silahkan download di:
https://www.slideshare.net/RendraFahrurrozie/sumber-hukum-islam-yang-utamaalquran-dan-as-sunnah
https://www.slideshare.net/RendraFahrurrozie/sumber-hukum-islam-yang-utamaalquran-dan-as-sunnah
DAFTAR PUSTAKA
Mubarak,
Zakky. 2007. Menjadi
Cendikiawan Muslim. Jakarta: PT Magenta Bhakti Guna
Shidiq, Sapiudin. 2011. Ushul Fiqh. Prenada Media Group. Jakarta
Iskandar, Arief B. 2010. Materi Dasar Islam. Al Azhar Press. Bogor
0 komentar: