oleh: Rendra Fahrurrozie
(Materi Kuliah: Civic Education)
Indonesia dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia, menjadi
sorotan dunia apalagi dengan sistem Demokrasi yang mengatur sendi pemerintahan
dan sosial masyarakat yang menjadikan
Indonesia unik dimata masyarakat Internasional.
Indonesia menempati urutan ke-3 setelah Amerika Serikat dan India
untuk negara terbesar yang menerapkan Demokrasi.
Pasalnya, sudah pasti dengan mayoritas penduduk Muslim ini
keinginan menjadikan Islam sebagai sistem yang mengatur kehidupan negara dan
masyarakat menjadi sebuah keniscayaan terjadi.
Sebab, ini adalah hal yang alami di negeri yang mayoritasnya
Muslim. Apalagi Islam mampu mengatur semua hal dengan detail dan terperinci
disetiap sendi-sendi kehidupan. Dan mampu menjawab permasalahan terkini
sekalipun.
Untuk itu, perlu ada penelitian atau analisa dari aspek sejarah dan
pandangan dari masyarakat (ulama) terkait Islam dan Demokrasi di Indonesia
sebagai upaya untuk kebaikan Indonesia dimasa yang akan datang.
MANFAAT
DAN TUJUAN
I.
MANFAAT
Adapun manfaat pembahasan Islam dan Demokrasi di Indonesia ini, adalah
agar:
a. Mengetahui
dan mendalami sejarah masuknya Islam di Indonesia dan upaya-upaya untuk
menjalankan Islam dalam sendi kehidupan.
b.
Menyegarkan
kembali kepada kita, peristiwa sejarah di Indonesia sehingga Demokrasi menjadi
sistem Pemerintahan saat ini.
c. Mengetahui
sejarah Demokrasi dan Islam / sistem Islam di Indonesia
II.
TUJUAN
Adapun
tujuan dari pembahasan Islam dan Demokrasi di Indonesia dalam makalah ini
adalah sebagai berikut:
a. Mendapatkan
pemahaman yang benar untuk menempatkan posisi Demokrasi dan Islam sebagaimana
mestinya.
b. Melihat
dan mengetahui dari sisi-sisi yang berbeda tentang Islam Demokrasi atas
sejarah, pengertian, dan konsep sistem
dari masing-masing keduanya.
PENGERTIAN ISLAM DAN DEMOKRASI
Islam adalah agama yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad ﷺ, yang mengatur hubungan manusia dengan
Khaliq-nya, dengan dirinya dan dengan manusia sesamanya.
Hubungan manusia dengan Khaliq-nya tercakup dalam perkara akidah dan ibadah. Hubungan manusia dengan dirinya tercakup dalam perkara akhlak, makanan, dan pakaian. Hubungan manusia dengan sesamanya tercakup dalam perkara mu’amalah dan uqubat (sanksi). Dengan demikian Islam merupakan prinsip ideologis yang, mengatur seluruh aspek kehidupan.
Hubungan manusia dengan Khaliq-nya tercakup dalam perkara akidah dan ibadah. Hubungan manusia dengan dirinya tercakup dalam perkara akhlak, makanan, dan pakaian. Hubungan manusia dengan sesamanya tercakup dalam perkara mu’amalah dan uqubat (sanksi). Dengan demikian Islam merupakan prinsip ideologis yang, mengatur seluruh aspek kehidupan.
Islam mulai mengatur manusia dalam bentuk pemerintahan, sejak Rasul
ﷺ hijrah ke Madinah pada tahun 622 M sampai
dengan runtuhnya Khilafah Turki Utsmani pada tahun 1924 M oleh agen Inggris
Kemal At Taturk yang mendirikan partai Politik Nasionalis Turki Muda pada saat
itu.
Islam pada saat itu mengatur setiap aspek pemerintahan dan politik
dengan Khalifah/Amir Al Mukminin/Sulthan sebagai kepala negara dan pemerintahannya
dan negaranya disebut Khilafah.
Namun setelah dikaji ada dua bentuk perubahan yang terjadi dalam
kurun waktu 1300 tahun Islam mengatur manusia. Pertama, bentuk
ke-Khalifahan. Ini bentuk pemerintahan Islam oleh Khulafaur Ar Rasyidin. Kedua,
bentuk dinasti/kesultanan. Ini pada Dinasti Umayyah, Dinasti Abassiyah, dan
Dinasti Utsmaniyah.
Sehingga, Islam secara faktual pernah menjadi Ideologi Negara dalam
mengatur manusia dalam sistem pemerintahan dan dalam masanya Islam pernah
mendapat julukan oleh sejarawan Barat sebagai “The Golden Age”.
Adapun Demokrasi, adalah bentuk pemerintahan di mana semua warga negaranya
memiliki hak setara dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup
mereka (pemerintahan rakyat).
Menurut Abraham Lincoln, Demokrasi adalah sistem pemerintahan yang
diselenggarakan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Kata "demokrasi" pertama muncul pada mazhab politik dan
filsafat Yunani kuno di negarakota Athena. Dipimpin oleh Cleisthenes,
warga Athena mendirikan negara yang umum dianggap sebagai negara demokrasi
pertama pada tahun 508/507 SM. Cleisthenes disebut sebagai "Bapak Demokrasi
Athena."
Bangsa pertama dalam sejarah modern yang mengadopsi konstitusi
demokrasi adalah Republik Korsika pada tahun 1755. Disusul pada tahun 1789,
Perancis pascaRevolusi mengadopsi Deklarasi Hak Asasi Manusia dan Warga Negara
dan Konvensi Nasional dipilih oleh semua warga negara pria pada tahun 1792.
Tahun 1848, serangkaian revolusi pecah di Eropa setelah para
pemimpin negara dihadapkan dengan tuntutan konstitusi liberal dan pemerintahan
yang lebih demokratis dari rakyatnya.
Walaupun tidak disebut demokrasi oleh para bapak pendiri Amerika
Serikat, Amerika Serikat memiliki keinginan untuk menguji prinsip kebebasan dan
kesetaraan alami di negaranya. Konstitusi Amerika Serikat yang diadopsi tahun
1788 menetapkan pemerintahan terpilih dan menjamin hakhak dan kebebasan sipil.
Menurut Freedom House (organisasi yang berpusat di Amerika),
pada tahun 2007 terdapat 123 negara Demokrasi. Menurut World Forum on
Democracy (organisasi forum dunia Demokrasi), jumlah negara demokrasi
elektoral mencapai 120 dari 192 negara di dunia dan mencakup 58,2 penduduk
dunia. Pada saat yang sama, negaranegara demokrasi liberal (yang dianggap Freedom
House sebagai negara yang bebas dan menghormati hukum dan HAM) berjumlah 85
negara dan mencakup 38 persen penduduk dunia.
Secara umum terdapat dua bentuk demokrasi. Pertama,
demokrasi langsung. Yakni setiap rakyat memberikan suara atau pendapat dalam
menentukan suatu keputusan. Artinya setiap rakyat mewakili dirinya sendiri
dalam memilih suatu kebijakan sehingga memiliki pengaruh langsung terhadap
keadaan politik yang terjadi. Kedua, demokrasi perwakilan. Yakni seluruh
rakyat memilih perwakilan melalui pemilihan umum untuk menyampaikan pendapat
dan mengambil keputusan bagi mereka.
Untuk pemimpin dalam Demokrasi, ada 2 macam. Yaitu Presiden dan
Perdana Menteri. Keduanya masing-masing memiliki peranan yang berbeda,
tergantung negara tersebut menerapkan bentuk pemerintahan Demokrasi.
Ada yang memiliki Presiden saja, sebagai kepala negara dan
pemerintahan. Ada pula yang memiliki Presiden dan Perdana Menteri. Dan ada yang
memiliki Raja/Ratu tetapi pemerintahannya dijalankan oleh Perdana Menteri.
A.
Perbandingan Islam dan Demokrasi (dari sisi prinsip Ideologinya)
Sebagai dua hal yang berbeda, tentunya terdapat ciri khas
masing-masing dari Islam dan Demokrasi. Ini menarik sekali sebagai bahan
perbandingan dan kajian dalam setiap pembahasan, karena ada upaya dan pendapat
untuk menyamakan Islam dengan Demokrasi sehingga dapat diterima oleh masyarakat
Indonesia sebagai pandangan politik yang terbaik untuk saat ini.
Maka dari itu, sudah seharusnya kita dapat membandingkan Islam dan
Demokrasi dalam tabel berikut ini:
PRINSIP
|
ISLAM
|
DEMOKRASI
|
Pemilik
Kedaulatan
|
Syara’ (hukum Islam)
|
Rakyat
|
Pemilik
Kekuasaan
|
Rakyat
|
Rakyat
|
Penyampaian
Aspirasi
|
Majelis Ummat
|
Parlemen
|
Sumber
Hukum
|
Syara’ (hukum Islam)
|
Akal (hukum positif dari pemikiran manusia/rakyat)
|
Kebebasan
Rakyat
|
Diatur dalam Syara’
|
Liberte, Egalite dan Fraternite
|
Standar
Kebenaran
|
Syara’ (hukum Islam)
|
Pendapat Mayoritas
|
Tabel
1
Perbandingan
Islam dan Demokrasi
Demikianlah sedikit perbandingan dari Islam dan Demokrasi yang
masing-masing mempunyai ciri khas dalam menjalankan pemerintahannya.
B.
Pandangan Tokoh Dunia Islam terhadap Demokrasi
Hubungan Islam dan Demokrasi dan diskursus diantara dua
konsep itu, bukanlah perkara baru dalam sejarah pemikiran Islam. Pasca
keruntuhan Khilafah Islam pada tahun 1924, dunia Islam memang mengalami serbuan
pemikiran Barat. Umat Islam mau tidak mau harus berdiskusi panjang dalam
menentukan sikap terhadap pemikiran Barat seperti Demokrasi, HAM, Pluralisme
maupun Sekulerisme.
Menurut Riza Sihbudi (Jurnal Ilmu Politik No 12 ),
dengan mengutip pendapat Esposito dan Piscatori menyebut ada tiga
aliran dalam menjawab hubungan Islam dan Demokrasi.
Aliran pertama, menerima secara penuh bahwa Demokrasi identik dengan Islam
antara lain pendapat Muhammad Assad, Jamaluddin Al Afghani, dan Muhammad Abduh.
Aliran Kedua, adalah pendapat yang menyetujui adanya prinsip demokrasi dalam
Islam,tetapi di pihak lain mengakui adanya perbedaan di antara keduanya seperti
yang digagas oleh Al Maududi.
Aliran ketiga adalah yang menolak secara menyeluruh gagasan bahwa Islam sama
dengan Demokrasi. Aliran ini antara lain diusung oleh Syaikh Fadlallah Nuri
dari Iran tahun 19051911 dengan Gerakan Konstitusionalnya.
Pendapat yang sama muncul dari Sayyid Qutub, tokoh
Ikhwanul Muslimin. Pada tahun 1982, Syaikh Muhammad Mutawawali seorang tokoh
terkemuka Mesir pernah mengatakan Islam tidak bisa dipadukan dengan Demokrasi.
Dan tahun 1953, dari Taqiyudin An Nabhani pendiri Hizbut Tahrir dan Abdul Qadim
Zalum pemimpin Hizbut Tahrir setelahnya yang mengatakan bahwa Demokrasi adalah
sistem kufur (bukan Islam/wilayah Akidah).
ISLAM DAN DEMOKRASI DI INDONESIA
A. Sejarah dan Upaya Penerapan Islam di Indonesia
Sebelum adanya kemerdekaan Indonesia, sejarah mencatat bahwa hukum
dan pemerintahan Islam telah diterapkan oleh kesultanan-kesultanan dari Aceh di
Barat sampai Maluku di Timur yang sampai ke Papua saat itu. Dibawah payung
pemerintahan Khilafah Turki Utsmani di Istambul, Turki.
Tetapi saat itu Nusantara masuk kedalam wilayah Kewalian Syarif Mekkah (Gubernur) sebagai tempat bertemu para
Ulama Nusantara sambil menunaikan haji sekaligus mendiskusikan tentang
penjajahan di negerinya.
Hubungan politik ini, dibuktikan dengan:
a.
Pengiriman
Kapal Perang yang berisikan prajurit, pembuat senjata, teknisi, dan peralatan
amunisi dan senjata kepada Kesultanan di Nusantara untuk mengusir penjajah.
b. Pengiriman
ulama-ulama ke Nusantara untuk mendakwahkan Islam, membina kesultanan dalam
pemerintahan dan peradilan, atau menerapkan keahliannya (skill). Yang lebih
dikenal dengan nama Wali Songo (Sunan).
Dari pengamatan kami, sejarah dan upaya penerapan Islam di
Indonesia dibagi menjadi 4 masa, yaitu:
1.
Masa Kesultanan Islam (Abad 7 s.d 19 M)
Pada masa ini, rakyat Nusantara sedang dalam penjajahan Portugis, Spanyol,
V.O.C (Perusahaan Kapitalis Belanda) dan Inggris sejak abad 16 M.
Yang berperan dalam penerapan Islam pada saat itu adalah
Kesultanan-Kesultanan di wilayah Nusantara. Berikut penerapan Islam oleh
Kesultanan di masing-masing kepulauan Nusantara saat itu:
a.
Sumatra
:
Diantaranya adalah Kesultanan Peureulak, Aceh Darussalam, Palembang
dan Samudra Pasai.
Contoh penerapan Islam pada masa ini, diantaranya:
· Sultan
Iskandar Muda dari Samudra Pasai pernah merajam anaknya karna berzina dengan
Istri seorang perwira.
b.
Jawa
:
Diantaranya adalah Kesultanan Banten, Cirebon, Mataram, Demak dan Pajang.
Contoh penerapan Islam pada masa ini diantaranya :
·
Kesultanan
Banten pada tahun 1651-1680 M di bawah Sultan Ageng Tirtayasa telah menerapkan
sistem peradilan, diantaranya hukuman bagi pencuri dengan kadar 1 gram emas
akan dihukum potong tangan.
Sebutan bagi Syaikh tertinggi untuk peradilan ini dengan nama Kyai Ali atau Ki Ali kemudian disebut Kali (Qadhi yang dijawakan). Kemudian pada tahun 1650 sebutan Kali diganti dengan Fakih Najamudin, gelar ini selama 2 abad digunakan.
Sebutan bagi Syaikh tertinggi untuk peradilan ini dengan nama Kyai Ali atau Ki Ali kemudian disebut Kali (Qadhi yang dijawakan). Kemudian pada tahun 1650 sebutan Kali diganti dengan Fakih Najamudin, gelar ini selama 2 abad digunakan.
·
Di
Kesultanan Demak, untuk Qadhi (hakim) dijabat oleh Sunan Kalijaga.
·
Di
Kesultanan Mataram, hukum peradilan Islam mulai diterapkan oleh Sultan Agung
diserambi Masjid Agung. Perkara kejahatan diadili dengan Kitab Kisas, yakni
kitab Undang-Undang yang ada pada Sultan Agung Mataram.
·
Ada
sebutan Penghulu pada Kesultanan Mataram. Yakni gelar untuk Mufti, sebagai penasehat hukum Islam dalam
sidang-sidang peradilan negeri, sebagai hakim, sebagai imam masjid, sebagai
wali hakim dan sebagai amil zakat.
c.
Kalimantan
Diantaranya adalah Kesultanan Sambas, Pontianak, Banjar, Pasir,
Bulungan, Tanjungpura, Mempawah, Sintang dan Kutai.
·
Di
Kesutanan Banjar, mengadopsi UU Sultan Adam yang menyatakan bahwa tanah
liar/belum digarap adalah milik Negara/Kesultanan, dan siapa saja yang
menggarapnya adalah pemiliknya. Adopsi ini dari Kitab Fathul Jawad yang
ditulis oleh Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari yang membahas tentang Ihyaul
Mawat.
·
Di
Kesultanan Banjar juga mengadopsi Kitabun Nikah yang dari Syaikh
Muhammad Arsyad Al Banjari, yang khusus tentang Fikih Muamalah dalam
bidang hukum perkawinan berdasarkan fikih mazhhab Syafi’i. Kitab ini
dicetak di Turki.
d.
Sulawesi
Islam diterapkan oleh Kesultanan Gowa,
Tallo, Bone, Wajo, Soppeng dan Luwu.
e.
Maluku
Islam diterapkan oleh Kesultanan Ternate,
Tidore dan Bacan.
f.
Nusa
Tenggara
Penerapan Islam oleh Kesultanan Bima.
2.
Masa Perjuangan Melawan Penjajahan Belanda (Awal Abad 20)
Perjuangan untuk terbebas dari penjajahan dan melanjutkan penerapan
Islam terus berlanjut.
·
Pada
16 Oktober 1905 berdirilah Sarekat Dagang Islam oleh Haji Samanhudi. Adalah
Organisasi yang pertama kali lahir di Indonesia, sebagai perkumpulan
pedagang-pedagang Islam yang menentang politik Belanda. Pada kongres I di Solo
tahun 1906, namanya menjadi Sarikat Islam.
Pada tanggal 10 September 1912, HOS Tjokroaminoto menghadap
notaris B. Ter Kuile di Solo untuk membuat Sarikat Islam sebagai Badan Hukum
dengan Anggaran Dasar SI yang baru, kemudian mendapatkan pengakuan dan disahkan
oleh Pemerintah Belanda pada tanggal 14 September 1912.
Beliau
mengubah yuridiksi SDI lebih luas yang
dulunya hanya mencakupi permasalahan ekonomi dan sosial kearah politik dan
Agama untuk menyumbangkan semangat perjuangan Islam dalam semangat juang rakyat
terhadap kolonialisme dan imperialisme pada masa tersebut.
·
Pada
18 November 1912, berdirilah Muhammadiyah oleh K.H. Ahmad Dahlan di Kauman
Yogyakarta.
Untuk
memurnikan ajaran Islam dari pengaruh mistik dan untuk berperan dalam
pendidikan diwujudkan dalam pendirian sekolah dasar dan sekolah lanjutan, yang
dikenal sebagai Hogere School Moehammadijah.
·
Pada
16 Rajab 1344 H (31 Januari 1926) di Kota Surabaya, lahirlah organisasi yang
bernama Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama). Organisasi ini dipimpin oleh K.H.
Hasyim Asy'ari sebagai Rais Akbar.
3.
Masa kemerdekaan ( 1945-1998/Orde lama-Orde Baru)
Pasca
kemerdekan 17 Agustus 1945, upaya penerapan Islam dipemerintahan dan politik
tetap dilakukan oleh para Ulama dan aktivis Islam. Yakni sebagai berikut:
a.
Terjadi
perdebatan sengit antara pejuang Islam dan kalangan sekular yang menolak
penyatuan agama dengan negara.
b.
Sebelum
proklamasi kemerdekaan, pada 22 Juni 1945 lahirlah Piagam Jakarta sebagai
kompromi dari perdebatan itu yang menyebutkan bahwa Negara dibentuk berdasar
kepada “Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan Syariah Islam bagi pemeluk-pemeluknya.”
c.
Pemimpin
Muhammadiyah, Ki Bagus Hadikusumo menegaskan tidak setuju kata-kata
“pemeluk-pemeluknya harus dihapus. Cukup “dengan kewajiban menjalankan Syariah
Islam.”
Banyak
tokoh yang menyetujui serupa, yakni Abikoesno Tjokrosujoso (Syarikat Islam),
Abdul kahar Muzakir (Muhammadiyah), Haji Agus Salim (Partai Penyadar) dan K.H.
A. Wahid Hasyim (Nahdhatul Ulama).
d.
Setelah
proklamasi tanggal 17 Agustus 1945, ternyata Piagam Jakarta hanya berusia 1
hari dengan dicoretnya kata “dengan kewajiban menjalankan Syariah
Islam bagi pemeluk-pemeluknya” pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
e.
Kejadian
menyolok ini dirasakan sebagai ‘permainan sulap’ yang diliputi kabut rahasia.
Pada tanggal 3 Januari 1946, urusan Islam hanya diurusi oleh Kementrian Agama
saja.
f.
Pada
tanggal 27 Januari 1953, Presiden Sukarno berpidato di Amuntai bahwa bila
negara yang didirikan berdasarkan Islam, maka banyak daerah berpenduduk Non
Muslim akan lepas.
Pidato
ini mendapat respon keras dari para tokoh Organisasi Islam, diantaranya NU,
Front Mubaligh Islam, Partai Islam Perti, Gerakan Pemuda Islam Indonesia dan
Persatuan Islam.
KH.
A. Wahid Hasyim menulis, “...Pernyataan bahwa Pemerintah Islam tidak akan
dapat memelihara kesatuan bangsa dan akan menjauhkan Irian, menurut pandangan
hukum Islam adalah merupakan perbuatan munkar yang tidak dibenarkan
Syariah Islam dan wajib tiap-tiap orang Muslimin menyatakan ingkar atau tidak
menyetujuinya....”.
g.
Pada
tanggal 5 Juli 1959 keluarlah Dekrit Presiden untuk kembali kepada UUD 1945.
Yang didalamnya ditetapkan juga, “...Bahwa Piagam Jakarta tertanggal 22 Juni
1945 menjiwai Undang-Undang Dasar 1945 dan adalah merupakan suatu rangkaian
kesatuan dengan konstutusi tersebut...”.
h.
Syariah
Islam terus disingkirkan. Berikutnya , perjuangan Islam semakin berat. Masyumi
dibubarkan. Pada zaman Orde Baru, Islam di marjinalkan (anak tirikan). Siapapun
yang tegas-tegas menyuarakan Islam dituduh subversif (pemberontak) dan
dipandang musuh negara.
4.
Masa Reformasi (1998-sekarang)
Sekalipun diintimidasi, perjuangan Islam terus bertahan. Pesantren
merupakan benteng pertahanan terkuat. Geliat Islam mulai tampak pada era
1980-an dikampus dan kota besar seiring dengan tahun 1401 H sebagai abad
kebangkitan Islam. Islam semakin
semarak.
Sejak momentum reformasi, sekalipun sekularisme dan kapitalisme
makin dihujamkan, suara Islam semakin nyaring. Seruan penerapan Syariah Islam
bergema diberbagai daerah. Muncullah perda-perda bernuansa Syariah Islam.
Seruan penyatuan umat kedalam Khilafah pun makin nyaring
terdengar.
Sampai saat ini berbincangan mengembalikan Syariah Islam sebagai
sistem pengatur Negara menjadi perbincangan hangat disemua kalangan masyarakat,
dari Istana negara sampai rakyat jelata.
B. Penerapan dan Perkembangan Demokrasi di Indonesia
Demokrasi di Indonesia sendiri sebenarnya sudah muncul sejak zaman penjajahan Belanda pada masa itu banyak orang-orang dari kaum elit yang disekolahkan oleh Belanda dan banyak membaca tentang pemerintahan luar negeri sehingga mereka terekspos pada sistem Demokrasi negara Barat.
Demokrasi di Indonesia sendiri sebenarnya sudah muncul sejak zaman penjajahan Belanda pada masa itu banyak orang-orang dari kaum elit yang disekolahkan oleh Belanda dan banyak membaca tentang pemerintahan luar negeri sehingga mereka terekspos pada sistem Demokrasi negara Barat.
Dari pengamatan dan literatur yang kami baca, penerapan dan
perkembangan Demokrasi di Indonesia menjadi 3 masa, yaitu:
1.
Masa 1945-1965, Orde Lama.
·
Semangat
dasar dari Demokrasi pada masa ini adalah nilai-nilai Pancasila.
·
Demokrasi
pemerintahan masa Revolusi kemerdekaan.
o
Tidak
terlalu banyak membicarakan Demokrasi, akan tetapi lebih pada peletakan dasar
bagi Demokrasi Indonesia pada masa selanjutnya.
o
Presiden
yang secara kontitusional menentukan ia menjadi seorang diktator kemudian
dibatasi kekuasannya ketika KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat) dibentuk
untuk menggantikan Parlemen.
o
Maklumat
wakil presisen maka terbentuknya sejumlah parpol yang kemudian menjadi peletak
dasar bagi sistem kepartaian Indonesia.
·
Demokrasi
Parlementer.
o
Masa
kejayaan dari Demokrasi Indonesia, karena hampir semua elemen Demokrasi dapat
ditemukan perwujudan dalam kehidupan politik di Indonesia.
o
Lembaga
perwakilan rakyat (MPR/DPR) memainkan peranan yang sama tinggi dalam proses
politik.
o
Kehidupan
kepartaian boleh dikatakan memperoleh peluang yang besar untuk berkembang
maksimal.
o
Pemilu
dilaksanakan menggunakan prinsip Demokrasi.
o
Tapi,
menurut Adnan Buyung Nasution (1993) Demokrasi ini gagal, disebabkan adanya
persamaan kepentingan antara Soekarno dan Angkatan Darat (AD) yang samasama
tidak senang dengan proses politik yang sedang berjalan.
·
Demokrasi
Terpimpin (19591965)
o
Soekarno
mengajukan usulan yang dikenal sebagai Konsepsi Presiden, kemudian terbentuklah
Dewan Nasional yang melibatkan semua parpol dan organisasi sosial kemasyarakatan
(Kabinet Gotong Royong / DPRGR).
Dan mendapat pertentangan kuat dari Partai Masyumi (Majelis Syuro
Muslimin Indonesia, tokoh: Hasyim Asyari, Moh. Natsir) dan PSI (Partai Sosialis
Indonesia, tokoh: Syahrir).
o
Dengan
terbentuknya DPRGR maka peranan lembaga legislatif dalam sistem politik nasional
menjadi sedemikian lemah.
o
Sentralisasi
kekuasaan semaki dominan dalam proses hubungan antara pemerintah pusat dengan pemerintah
daerah.
o
Terjadi
stagnasi (terhenti) dalam menjalankan roda Demokrasi/Pemerintahan.
·
Puncaknya,
terjadi pemberontakan G-30S/PKI, dan dilantiknya Suharto sebagai Mandataris MPR
dengan berbekal Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret) yang menjadi
kontroversi hingga sekarang.
2.
Masa 1966-1997 (Demokrasi Pancasila), Orde Baru.
· Kekuasan lembaga kepresisenan dikatakan sangat besar.
o
Soeharto
mampu mengontrol rekrutmen politik.
o
Memiliki
sumber daya keuangan yang tidak terbatas dengan melalui budgetary prosess
(sumber pendanaan) yang ketat yang tidak memungkinkan DPR mengontrolnya.
o
Disamping
itu ternyata memiliki sejumlah legalitas yang tidak dimiliki siapapun seperti
supersemar, mandataris MPR, Bapak Pembangunan serta Panglima tertinggi ABRI.
o
Rotasi
kekuasan eksekutif hampir tidak pernah terjadi, kecuali dalam tataran rendah
misal: Gubernur, Bupati/Walikota, Camat dan Kepala Desa.
o
Bertekad
menjalankan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen, tetapi terjadi
penyimpangan semangat dan sekedar slogan/jargon saja.
o
Hanya
memperkuat kedudukan saja.
o
Melindungi
kepentingan penguasa dan kroni-kroninya.
o
MPR/DPR
tidak memberikan pengaruh signifikan dalam fungsi kontrol dan legislasi untuk
kepentingan rakyat.
o
Puncaknya,
terjadi Demontrasi besar mahasiswa, yang menduduki gedung DPR/MPR yang
melengserkan Suharto dari Presiden dan digantikan oleh wakilnya BJ. Habibi.
3.
Masa 1998-sekarang (Demokrasi Pancasila), Orde Reformasi.
Pada masa reformasi, Indonesia sedang mengalami saat yang sangat demokratis.
Inisiatif politik yang dimotori oleh Amien Rais mendorong reformasi terus bergulir.
Reformasi yang gegap gempita tersebut memberikan secercah harapan
akan munculnya tata kehidupan yang benarbenar demokratis, yang ditandai dengan
booming munculnya banyak parpol baru, kebebasan berserikat, kemerdekaan
berpendapat, kebebasan pers, dan sebagainya, yang merupakan ciriciri demokrasi.
Demokrasi Pancasila adalah paham demokrasi yang bersumber dari
pandangan hidup bangsa Indonesia yaitu dari Pembukaan dan Batang tubuh UUD
1945. Jadi kedaulatan rakyat sesuai pembukaan UUD 1945, yang dijabarkan dalam
Pasal 1 ayat 2 UUD 1945, “Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan
menurut Undang-Undang Dasar”. Yang asasnya berasal dari sila ke 4
Pancasila, “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan."
Konsekuensi dari kedaulatan rakyat dari sila ke 4 tersebut adalah:
1.
Rakyat
ikut serta dalam menentukan garis-garis besar haluan negara.
2.
Rakyat
ikut menentukan mandataris dan pimpinan nasional yang akan menjalankan
garis-garis besar haluan negara.
3.
Rakyat
sebagai subyek (pelaku) Demokrasi.
Wujud dari keikutsertaan
rakyat tersebut adalah:
a)
Disalurkan
melalui lembaga perwakilan rakyat yang dibentuk melalui PEMILU setiap 5
tahunan.
b)
Hasil
PEMILU berupa keanggotaan DPR/MPR sesuai tingkat pemilihan diadakan.
c)
Berlandaskan
pada konstitusi/UUD 1945 dengan segala perubahannya dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
d)
Presiden
dan wakil presiden, saat ini telah dipilih langsung oleh rakyat melalui PEMILU
setiap 5 tahunan, yang dilantik oleh MPR/DPR utnuk melaksanakan UUD 1945 dan
UU.
e)
Pemimpin
nasional, seperti Gubernur dan Bupati saat inipun telah dipilih langsung oleh
rakyat untuk menjalankan pemerintahan daerah.
Sistem politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan
serta yang mencakup struktur lembaga negara semua diatur dalam UUD 1945. Yang
tercermin dari pasal-pasal yang ada didalamnya.
Tetapi, dari segi yang lain. Penerapan Demokrasi ini sangat rentan
sekali dengan krisis ekonomi dan kapitalisme dibidang sumber daya alam dan
liberalisasi disendi-sendi kebutuhan rakyat, seperti kesehatan dan pendidikan.
Tanggung jawab negara untuk kesehatan pun dilepas kepundak rakyat
dengan membayar premi kesehatan. Sektor Pendidikan demikian pula, akses
pendidikan terbaik hanya dinikmati kalangan tertentu. Apalagi dibidang peradilan, hakim mahkamah konstitusi pun
terjerembab dalam kubangan korupsi dan suap. Penegakan keadilan tebang-pilih,
semakin jauh dari fitrah manusia.
|
DAFTAR PUSTAKA
Abd Al Majid Al Khalidi, Mahmud/Penulis. Harist Abu
Ulya/Penerjemah. 2004. Judul Asli: Qawaid Nizham Al Hukm Fil Islam; Terjemah:
Analisis Dialektik Kaidah Pokok Sistem Pemerintahan Islam. Bogor. Al Azhar
Press
Amin Ittihad,
Zainul. 2009. Materi Pokok pendidikan
Kewarganegaraan. Jakarta . Universitas Terbuka
Tahrir
Indonesia, Hizbut. 2007. Jejak Syariah dan Khilafah di Indoensia. HTI Press
El Moesa
Production, 11/7/2016. Sejarah Penerapan Syariat Islam Di Indonesia Seri 1. https://www.youtube.com/watch?v=pmojMuL00SI
Mahifal, SH,
MH. Demokrasi Pancasila (Materi Persentasi). Buku Pengangan: Pancasila dan UUD
1945 dalam Paradigma Reformasi ; H. Subandi Al Marsudi, SH.
Wikipedia. 10/31/2016.
Demokrasi. https://id.wikipedia.org/wiki/Demokrasi
http://www.suarakhilafah.com/memahamigagasanhizbuttahrir.html.
11/7/2016. Memahami Gagasan Hizbut Tahrir.
Afan Gafftar. Demokrasi. Indonesia:
Masa Lampau, Sekarang, Dan Masa Mendatang (Materi Presentasi)
http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:sDzDa71HlgIJ:mfile.narotama.ac.id/files/Umum/JURNAL%2520UMM/Demokrasi%2520Indonesia.pdf+&cd=2&hl=en&ct=clnk&client=opera.
11/7/2016. Demokrasi Indonesia: Masa Lampau, Sekarang, Dan Masa Mendatang
0 komentar: