Minggu, 13 Agustus 2017

ISLAM DAN DEMOKRASI DI INDONESIA



oleh: Rendra Fahrurrozie
(Materi Kuliah: Civic Education)

Indonesia dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia, menjadi sorotan dunia apalagi dengan sistem Demokrasi yang mengatur sendi pemerintahan dan  sosial masyarakat yang menjadikan Indonesia unik dimata masyarakat Internasional.

Indonesia menempati urutan ke-3 setelah Amerika Serikat dan India untuk negara terbesar yang menerapkan Demokrasi.

Pasalnya, sudah pasti dengan mayoritas penduduk Muslim ini keinginan menjadikan Islam sebagai sistem yang mengatur kehidupan negara dan masyarakat menjadi sebuah keniscayaan terjadi.

Sebab, ini adalah hal yang alami di negeri yang mayoritasnya Muslim. Apalagi Islam mampu mengatur semua hal dengan detail dan terperinci disetiap sendi-sendi kehidupan. Dan mampu menjawab permasalahan terkini sekalipun.

Untuk itu, perlu ada penelitian atau analisa dari aspek sejarah dan pandangan dari masyarakat (ulama) terkait Islam dan Demokrasi di Indonesia sebagai upaya untuk kebaikan Indonesia dimasa yang akan datang.

MANFAAT DAN TUJUAN
                   I.            MANFAAT
Adapun manfaat pembahasan Islam dan Demokrasi di Indonesia ini, adalah agar:
a.   Mengetahui dan mendalami sejarah masuknya Islam di Indonesia dan upaya-upaya untuk menjalankan Islam dalam sendi kehidupan.
b.      Menyegarkan kembali kepada kita, peristiwa sejarah di Indonesia sehingga Demokrasi menjadi sistem Pemerintahan saat ini.
c.      Mengetahui sejarah Demokrasi dan Islam / sistem Islam di Indonesia

                II.            TUJUAN
Adapun tujuan dari pembahasan Islam dan Demokrasi di Indonesia dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
a.    Mendapatkan pemahaman yang benar untuk menempatkan posisi Demokrasi dan Islam sebagaimana mestinya.
b.  Melihat dan mengetahui dari sisi-sisi yang berbeda tentang Islam Demokrasi atas sejarah, pengertian, dan  konsep sistem dari masing-masing keduanya.

PENGERTIAN ISLAM DAN DEMOKRASI

Islam adalah agama yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad , yang mengatur hubungan manusia dengan Khaliq-nya, dengan dirinya dan dengan manusia sesamanya.

Hubungan manusia dengan Khaliq-nya tercakup dalam perkara akidah dan ibadah. Hubungan manusia dengan dirinya tercakup dalam perkara akhlak, makanan, dan pakaian. Hubungan manusia dengan sesamanya tercakup dalam perkara mu’amalah dan uqubat (sanksi). Dengan demikian Islam merupakan prinsip ideologis yang, mengatur seluruh aspek kehidupan.

Islam mulai mengatur manusia dalam bentuk pemerintahan, sejak Rasul hijrah ke Madinah pada tahun 622 M sampai dengan runtuhnya Khilafah Turki Utsmani pada tahun 1924 M oleh agen Inggris Kemal At Taturk yang mendirikan partai Politik Nasionalis Turki Muda pada saat itu.

Islam pada saat itu mengatur setiap aspek pemerintahan dan politik dengan Khalifah/Amir Al Mukminin/Sulthan sebagai kepala negara dan pemerintahannya dan negaranya disebut Khilafah.

Namun setelah dikaji ada dua bentuk perubahan yang terjadi dalam kurun waktu 1300 tahun Islam mengatur manusia. Pertama, bentuk ke-Khalifahan. Ini bentuk pemerintahan Islam oleh Khulafaur Ar Rasyidin. Kedua, bentuk dinasti/kesultanan. Ini pada Dinasti Umayyah, Dinasti Abassiyah, dan Dinasti Utsmaniyah.

Sehingga, Islam secara faktual pernah menjadi Ideologi Negara dalam mengatur manusia dalam sistem pemerintahan dan dalam masanya Islam pernah mendapat julukan oleh sejarawan Barat sebagai “The Golden Age”.

Adapun Demokrasi, adalah bentuk pemerintahan di mana semua warga negaranya memiliki hak setara dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup mereka (pemerintahan rakyat).
Menurut Abraham Lincoln, Demokrasi adalah sistem pemerintahan yang diselenggarakan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.

Kata "demokrasi" pertama muncul pada mazhab politik dan filsafat Yunani kuno di negara­kota Athena. Dipimpin oleh Cleisthenes, warga Athena mendirikan negara yang umum dianggap sebagai negara demokrasi pertama pada tahun 508/507 SM. Cleisthenes disebut sebagai "Bapak Demokrasi Athena."

Bangsa pertama dalam sejarah modern yang mengadopsi konstitusi demokrasi adalah Republik Korsika pada tahun 1755. Disusul pada tahun 1789, Perancis pasca­Revolusi mengadopsi Deklarasi Hak Asasi Manusia dan Warga Negara dan Konvensi Nasional dipilih oleh semua warga negara pria pada tahun 1792.

Tahun 1848, serangkaian revolusi pecah di Eropa setelah para pemimpin negara dihadapkan dengan tuntutan konstitusi liberal dan pemerintahan yang lebih demokratis dari rakyatnya.

Walaupun tidak disebut demokrasi oleh para bapak pendiri Amerika Serikat, Amerika Serikat memiliki keinginan untuk menguji prinsip kebebasan dan kesetaraan alami di negaranya. Konstitusi Amerika Serikat yang diadopsi tahun 1788 menetapkan pemerintahan terpilih dan menjamin hak­hak dan kebebasan sipil.

Menurut Freedom House (organisasi yang berpusat di Amerika), pada tahun 2007 terdapat 123 negara Demokrasi. Menurut World Forum on Democracy (organisasi forum dunia Demokrasi), jumlah negara demokrasi elektoral mencapai 120 dari 192 negara di dunia dan mencakup 58,2 penduduk dunia. Pada saat yang sama, negara­negara demokrasi liberal (yang dianggap Freedom House sebagai negara yang bebas dan menghormati hukum dan HAM) berjumlah 85 negara dan mencakup 38 persen penduduk dunia.

Secara umum terdapat dua bentuk demokrasi. Pertama, demokrasi langsung. Yakni setiap rakyat memberikan suara atau pendapat dalam menentukan suatu keputusan. Artinya setiap rakyat mewakili dirinya sendiri dalam memilih suatu kebijakan sehingga memiliki pengaruh langsung terhadap keadaan politik yang terjadi. Kedua, demokrasi perwakilan. Yakni seluruh rakyat memilih perwakilan melalui pemilihan umum untuk menyampaikan pendapat dan mengambil keputusan bagi mereka.

Untuk pemimpin dalam Demokrasi, ada 2 macam. Yaitu Presiden dan Perdana Menteri. Keduanya masing-masing memiliki peranan yang berbeda, tergantung negara tersebut menerapkan bentuk pemerintahan Demokrasi.

Ada yang memiliki Presiden saja, sebagai kepala negara dan pemerintahan. Ada pula yang memiliki Presiden dan Perdana Menteri. Dan ada yang memiliki Raja/Ratu tetapi pemerintahannya dijalankan oleh Perdana Menteri.

A.    Perbandingan Islam dan Demokrasi (dari sisi prinsip Ideologinya)

Sebagai dua hal yang berbeda, tentunya terdapat ciri khas masing-masing dari Islam dan Demokrasi. Ini menarik sekali sebagai bahan perbandingan dan kajian dalam setiap pembahasan, karena ada upaya dan pendapat untuk menyamakan Islam dengan Demokrasi sehingga dapat diterima oleh masyarakat Indonesia sebagai pandangan politik yang terbaik untuk saat ini.

Maka dari itu, sudah seharusnya kita dapat membandingkan Islam dan Demokrasi dalam tabel berikut ini:

PRINSIP
ISLAM
DEMOKRASI
Pemilik Kedaulatan
Syara’ (hukum Islam)
Rakyat
Pemilik Kekuasaan
Rakyat
Rakyat
Penyampaian Aspirasi
Majelis Ummat
Parlemen
Sumber Hukum
Syara’ (hukum Islam)
Akal (hukum positif dari pemikiran manusia/rakyat)
Kebebasan Rakyat
Diatur dalam Syara’
Liberte, Egalite dan Fraternite
Standar Kebenaran
Syara’ (hukum Islam)
Pendapat Mayoritas

Tabel 1
Perbandingan Islam dan Demokrasi

Demikianlah sedikit perbandingan dari Islam dan Demokrasi yang masing-masing mempunyai ciri khas dalam menjalankan pemerintahannya.  

B.     Pandangan Tokoh Dunia Islam terhadap Demokrasi

Hubungan Islam dan Demokrasi dan diskursus diantara dua konsep itu, bukanlah perkara baru dalam sejarah pemikiran Islam. Pasca keruntuhan Khilafah Islam pada tahun 1924, dunia Islam memang mengalami serbuan pemikiran Barat. Umat Islam mau tidak mau harus berdiskusi panjang dalam menentukan sikap terhadap pemikiran Barat seperti Demokrasi, HAM, Pluralisme maupun Sekulerisme.

Menurut Riza Sihbudi (Jurnal Ilmu Politik No 12 ), dengan mengutip pendapat Esposito dan Piscatori menyebut ada tiga aliran dalam menjawab hubungan Islam dan Demokrasi.

Aliran pertama, menerima secara penuh bahwa Demokrasi identik dengan Islam antara lain pendapat Muhammad Assad, Jamaluddin Al Afghani, dan Muhammad Abduh.

Aliran Kedua, adalah pendapat yang menyetujui adanya prinsip demokrasi dalam Islam,tetapi di pihak lain mengakui adanya perbedaan di antara keduanya seperti yang digagas oleh Al Maududi.

Aliran ketiga adalah yang menolak secara menyeluruh gagasan bahwa Islam sama dengan Demokrasi. Aliran ini antara lain diusung oleh Syaikh Fadlallah Nuri dari Iran tahun 1905­1911 dengan Gerakan Konstitusionalnya.

Pendapat yang sama muncul dari Sayyid Qutub, tokoh Ikhwanul Muslimin. Pada tahun 1982, Syaikh Muhammad Mutawawali seorang tokoh terkemuka Mesir pernah mengatakan Islam tidak bisa dipadukan dengan Demokrasi. Dan tahun 1953, dari Taqiyudin An Nabhani pendiri Hizbut Tahrir dan Abdul Qadim Zalum pemimpin Hizbut Tahrir setelahnya yang mengatakan bahwa Demokrasi adalah sistem kufur (bukan Islam/wilayah Akidah).

ISLAM DAN DEMOKRASI DI INDONESIA

A. Sejarah dan Upaya Penerapan Islam di Indonesia

Sebelum adanya kemerdekaan Indonesia, sejarah mencatat bahwa hukum dan pemerintahan Islam telah diterapkan oleh kesultanan-kesultanan dari Aceh di Barat sampai Maluku di Timur yang sampai ke Papua saat itu. Dibawah payung pemerintahan Khilafah Turki Utsmani di Istambul, Turki.

Tetapi saat itu Nusantara masuk kedalam wilayah Kewalian Syarif  Mekkah (Gubernur) sebagai tempat bertemu para Ulama Nusantara sambil menunaikan haji sekaligus mendiskusikan tentang penjajahan di negerinya.

Hubungan politik ini, dibuktikan dengan:
a.       Pengiriman Kapal Perang yang berisikan prajurit, pembuat senjata, teknisi, dan peralatan amunisi dan senjata kepada Kesultanan di Nusantara untuk mengusir penjajah.
b.    Pengiriman ulama-ulama ke Nusantara untuk mendakwahkan Islam, membina kesultanan dalam pemerintahan dan peradilan, atau menerapkan keahliannya (skill). Yang lebih dikenal dengan nama Wali Songo (Sunan).

Dari pengamatan kami, sejarah dan upaya penerapan Islam di Indonesia dibagi menjadi 4 masa, yaitu:
1.      Masa Kesultanan Islam (Abad 7 s.d 19 M)
Pada masa ini, rakyat Nusantara sedang dalam penjajahan Portugis, Spanyol, V.O.C (Perusahaan Kapitalis Belanda) dan Inggris sejak abad 16 M.

Yang berperan dalam penerapan Islam pada saat itu adalah Kesultanan-Kesultanan di wilayah Nusantara. Berikut penerapan Islam oleh Kesultanan di masing-masing kepulauan Nusantara saat itu:

a.       Sumatra :
Diantaranya adalah Kesultanan Peureulak, Aceh Darussalam, Palembang dan Samudra Pasai.
Contoh penerapan Islam pada masa ini, diantaranya:
    ·     Sultan Iskandar Muda dari Samudra Pasai pernah merajam anaknya karna berzina dengan Istri seorang perwira.

·   Sultan Alaudin dan Iskandar Muda, memerintahkan Shalat 5 waktu dan Puasa ramadhan dengan diawasi secara ketat.

·      Dibidang ekonomi, Sultan Islandar Muda mengeluarkan kebijakan riba diharamkan.

·         Mata uang : deureuham (berasal dari bahasa Arab: Dirham), beratnya 0,57 gram, kadar 18 karat, diameter 1 cm, dan bertuliskan bahasa arab dikedua sisinya.

·         Pada masa Sultan Malik As Saleh, menganjurkan agar merayakan kelahiran anak dengan Akikah dan sedekah pada fakir miskin, mengkhitan anaknya, dan melakukan tata cara pengurusan mayat.

·         Kerajaan Aceh Darussalam mempunyai UUD Islam bernama Kitab Adat Mahkota Alam.

·         Hubungan luar negeri, Sultan malik Az Zahir dari Samudra Pasai melakukan dakwah dan pembukaan (futuhat) terhadap kerajaan yang belum memeluk Islam, jika berdamai akan diperlakukan baik dengan membayar Jizyah (pungutan pajak).


b.      Jawa :
Diantaranya adalah Kesultanan Banten, Cirebon, Mataram, Demak dan Pajang.
Contoh penerapan Islam pada masa ini diantaranya :
·         Kesultanan Banten pada tahun 1651-1680 M di bawah Sultan Ageng Tirtayasa telah menerapkan sistem peradilan, diantaranya hukuman bagi pencuri dengan kadar 1 gram emas akan dihukum potong tangan. 
     Sebutan bagi Syaikh tertinggi untuk peradilan ini dengan nama Kyai Ali atau Ki Ali kemudian disebut Kali (Qadhi yang dijawakan). Kemudian pada tahun 1650 sebutan Kali diganti dengan Fakih Najamudin, gelar ini selama 2 abad digunakan.

·         Di Kesultanan Demak, untuk Qadhi (hakim) dijabat oleh Sunan Kalijaga.

·         Di Kesultanan Mataram, hukum peradilan Islam mulai diterapkan oleh Sultan Agung diserambi Masjid Agung. Perkara kejahatan diadili dengan Kitab Kisas, yakni kitab Undang-Undang yang ada pada Sultan Agung Mataram.

·         Ada sebutan Penghulu pada Kesultanan Mataram. Yakni gelar untuk Mufti,  sebagai penasehat hukum Islam dalam sidang-sidang peradilan negeri, sebagai hakim, sebagai imam masjid, sebagai wali hakim dan sebagai amil zakat.

c.       Kalimantan
Diantaranya adalah Kesultanan Sambas, Pontianak, Banjar, Pasir, Bulungan, Tanjungpura, Mempawah, Sintang dan Kutai.

·         Di Kesutanan Banjar, mengadopsi UU Sultan Adam yang menyatakan bahwa tanah liar/belum digarap adalah milik Negara/Kesultanan, dan siapa saja yang menggarapnya adalah pemiliknya. Adopsi ini dari Kitab Fathul Jawad yang ditulis oleh Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari yang membahas tentang Ihyaul Mawat.

·         Di Kesultanan Banjar juga mengadopsi Kitabun Nikah yang dari Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari, yang khusus tentang Fikih Muamalah dalam bidang hukum perkawinan berdasarkan fikih mazhhab Syafi’i. Kitab ini dicetak di Turki.

d.      Sulawesi
     Islam diterapkan oleh Kesultanan Gowa, Tallo, Bone, Wajo, Soppeng dan Luwu.

e.       Maluku
     Islam diterapkan oleh Kesultanan Ternate, Tidore dan Bacan.

f.       Nusa Tenggara
     Penerapan Islam oleh Kesultanan Bima.

2.      Masa Perjuangan Melawan Penjajahan Belanda (Awal Abad 20)

Perjuangan untuk terbebas dari penjajahan dan melanjutkan penerapan Islam terus berlanjut.
·         Pada 16 Oktober 1905 berdirilah Sarekat Dagang Islam oleh Haji Samanhudi. Adalah Organisasi yang pertama kali lahir di Indonesia, sebagai perkumpulan pedagang-pedagang Islam yang menentang politik Belanda. Pada kongres I di Solo tahun 1906, namanya menjadi Sarikat Islam.

Pada tanggal 10 September 1912, HOS Tjokroaminoto menghadap notaris B. Ter Kuile di Solo untuk membuat Sarikat Islam sebagai Badan Hukum dengan Anggaran Dasar SI yang baru, kemudian mendapatkan pengakuan dan disahkan oleh Pemerintah Belanda pada tanggal 14 September 1912.

Beliau  mengubah yuridiksi SDI lebih luas yang dulunya hanya mencakupi permasalahan ekonomi dan sosial kearah politik dan Agama untuk menyumbangkan semangat perjuangan Islam dalam semangat juang rakyat terhadap kolonialisme dan imperialisme pada masa tersebut.

·         Pada 18 November 1912, berdirilah Muhammadiyah oleh K.H. Ahmad Dahlan di Kauman Yogyakarta.

Untuk memurnikan ajaran Islam dari pengaruh mistik dan untuk berperan dalam pendidikan diwujudkan dalam pendirian sekolah dasar dan sekolah lanjutan, yang dikenal sebagai Hogere School Moehammadijah.

·         Pada 16 Rajab 1344 H (31 Januari 1926) di Kota Surabaya, lahirlah organisasi yang bernama Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama). Organisasi ini dipimpin oleh K.H. Hasyim Asy'ari sebagai Rais Akbar.

 3.      Masa kemerdekaan ( 1945-1998/Orde lama-Orde Baru)

Pasca kemerdekan 17 Agustus 1945, upaya penerapan Islam dipemerintahan dan politik tetap dilakukan oleh para Ulama dan aktivis Islam. Yakni sebagai berikut:

a.       Terjadi perdebatan sengit antara pejuang Islam dan kalangan sekular yang menolak penyatuan agama dengan negara.

b.      Sebelum proklamasi kemerdekaan, pada 22 Juni 1945 lahirlah Piagam Jakarta sebagai kompromi dari perdebatan itu yang menyebutkan bahwa Negara dibentuk berdasar kepada “Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan Syariah Islam bagi pemeluk-pemeluknya.”

c.       Pemimpin Muhammadiyah, Ki Bagus Hadikusumo menegaskan tidak setuju kata-kata “pemeluk-pemeluknya harus dihapus. Cukup “dengan kewajiban menjalankan Syariah Islam.”

Banyak tokoh yang menyetujui serupa, yakni Abikoesno Tjokrosujoso (Syarikat Islam), Abdul kahar Muzakir (Muhammadiyah), Haji Agus Salim (Partai Penyadar) dan K.H. A. Wahid Hasyim (Nahdhatul Ulama).

d.      Setelah proklamasi tanggal 17 Agustus 1945, ternyata Piagam Jakarta hanya berusia 1 hari dengan dicoretnya kata “dengan kewajiban menjalankan Syariah Islam bagi pemeluk-pemeluknya” pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).

e.       Kejadian menyolok ini dirasakan sebagai ‘permainan sulap’ yang diliputi kabut rahasia. Pada tanggal 3 Januari 1946, urusan Islam hanya diurusi oleh Kementrian Agama saja.

f.       Pada tanggal 27 Januari 1953, Presiden Sukarno berpidato di Amuntai bahwa bila negara yang didirikan berdasarkan Islam, maka banyak daerah berpenduduk Non Muslim akan lepas.

Pidato ini mendapat respon keras dari para tokoh Organisasi Islam, diantaranya NU, Front Mubaligh Islam, Partai Islam Perti, Gerakan Pemuda Islam Indonesia dan Persatuan Islam.

KH. A. Wahid Hasyim menulis, “...Pernyataan bahwa Pemerintah Islam tidak akan dapat memelihara kesatuan bangsa dan akan menjauhkan Irian, menurut pandangan hukum Islam adalah merupakan perbuatan munkar yang tidak dibenarkan Syariah Islam dan wajib tiap-tiap orang Muslimin menyatakan ingkar atau tidak menyetujuinya....”.

g.      Pada tanggal 5 Juli 1959 keluarlah Dekrit Presiden untuk kembali kepada UUD 1945. Yang didalamnya ditetapkan juga, “...Bahwa Piagam Jakarta tertanggal 22 Juni 1945 menjiwai Undang-Undang Dasar 1945 dan adalah merupakan suatu rangkaian kesatuan dengan konstutusi tersebut...”.

h.      Syariah Islam terus disingkirkan. Berikutnya , perjuangan Islam semakin berat. Masyumi dibubarkan. Pada zaman Orde Baru, Islam di marjinalkan (anak tirikan). Siapapun yang tegas-tegas menyuarakan Islam dituduh subversif (pemberontak) dan dipandang musuh negara.

4.      Masa Reformasi (1998-sekarang)
Sekalipun diintimidasi, perjuangan Islam terus bertahan. Pesantren merupakan benteng pertahanan terkuat. Geliat Islam mulai tampak pada era 1980-an dikampus dan kota besar seiring dengan tahun 1401 H sebagai abad kebangkitan Islam.  Islam semakin semarak.

Sejak momentum reformasi, sekalipun sekularisme dan kapitalisme makin dihujamkan, suara Islam semakin nyaring. Seruan penerapan Syariah Islam bergema diberbagai daerah. Muncullah perda-perda bernuansa Syariah Islam.

Seruan penyatuan umat kedalam Khilafah pun makin nyaring terdengar.
Sampai saat ini berbincangan mengembalikan Syariah Islam sebagai sistem pengatur Negara menjadi perbincangan hangat disemua kalangan masyarakat, dari Istana negara sampai rakyat jelata.

B. Penerapan dan Perkembangan Demokrasi di Indonesia

Demokrasi di Indonesia sendiri sebenarnya sudah muncul sejak zaman penjajahan Belanda pada masa itu banyak orang-orang dari kaum elit yang disekolahkan oleh Belanda dan banyak membaca tentang pemerintahan luar negeri sehingga mereka terekspos pada sistem Demokrasi negara Barat.  
    
Dari pengamatan dan literatur yang kami baca, penerapan dan perkembangan Demokrasi di Indonesia menjadi 3 masa, yaitu:

1.      Masa 1945-1965, Orde Lama.
·           Semangat dasar dari Demokrasi pada masa ini adalah nilai-nilai Pancasila.
·         Demokrasi pemerintahan masa Revolusi kemerdekaan.
o   Tidak terlalu banyak membicarakan Demokrasi, akan tetapi lebih pada peletakan dasar bagi Demokrasi Indonesia pada masa selanjutnya.
o   Presiden yang secara kontitusional menentukan ia menjadi seorang diktator kemudian dibatasi kekuasannya ketika KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat) dibentuk untuk menggantikan Parlemen.
o   Maklumat wakil presisen maka terbentuknya sejumlah parpol yang kemudian menjadi peletak dasar bagi sistem kepartaian Indonesia.
·         Demokrasi Parlementer.
o   Masa kejayaan dari Demokrasi Indonesia, karena hampir semua elemen Demokrasi dapat ditemukan perwujudan dalam kehidupan politik di Indonesia.
o   Lembaga perwakilan rakyat (MPR/DPR) memainkan peranan yang sama tinggi dalam proses politik.
o   Kehidupan kepartaian boleh dikatakan memperoleh peluang yang besar untuk berkembang maksimal.
o   Pemilu dilaksanakan menggunakan prinsip Demokrasi.
o   Tapi, menurut Adnan Buyung Nasution (1993) Demokrasi ini gagal, disebabkan adanya persamaan kepentingan antara Soekarno dan Angkatan Darat (AD) yang sama­sama tidak senang dengan proses politik yang sedang berjalan.
·         Demokrasi Terpimpin (1959­1965)
o   Soekarno mengajukan usulan yang dikenal sebagai Konsepsi Presiden, kemudian terbentuklah Dewan Nasional yang melibatkan semua parpol dan organisasi sosial kemasyarakatan (Kabinet Gotong Royong / DPRGR).
Dan mendapat pertentangan kuat dari Partai Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia, tokoh: Hasyim Asyari, Moh. Natsir) dan PSI (Partai Sosialis Indonesia, tokoh: Syahrir).
o   Dengan terbentuknya DPRGR maka peranan lembaga legislatif dalam sistem politik nasional menjadi sedemikian lemah.
o   Sentralisasi kekuasaan semaki dominan dalam proses hubungan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.
o   Terjadi stagnasi (terhenti) dalam menjalankan roda Demokrasi/Pemerintahan.
·         Puncaknya, terjadi pemberontakan G-30S/PKI, dan dilantiknya Suharto sebagai Mandataris MPR dengan berbekal Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret) yang menjadi kontroversi hingga sekarang.

2.      Masa 1966-1997 (Demokrasi Pancasila), Orde Baru.
·   Kekuasan lembaga kepresisenan dikatakan sangat besar.
o   Soeharto mampu mengontrol rekrutmen politik.
o   Memiliki sumber daya keuangan yang tidak terbatas dengan melalui budgetary prosess (sumber pendanaan) yang ketat yang tidak memungkinkan DPR mengontrolnya.
o   Disamping itu ternyata memiliki sejumlah legalitas yang tidak dimiliki siapapun seperti supersemar, mandataris MPR, Bapak Pembangunan serta Panglima tertinggi ABRI.
o   Rotasi kekuasan eksekutif hampir tidak pernah terjadi, kecuali dalam tataran rendah misal: Gubernur, Bupati/Walikota, Camat dan Kepala Desa.
o   Bertekad menjalankan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen, tetapi terjadi penyimpangan semangat dan sekedar slogan/jargon saja.
o   Hanya memperkuat kedudukan saja.
o   Melindungi kepentingan penguasa dan kroni-kroninya.
o   MPR/DPR tidak memberikan pengaruh signifikan dalam fungsi kontrol dan legislasi untuk kepentingan rakyat.
o   Puncaknya, terjadi Demontrasi besar mahasiswa, yang menduduki gedung DPR/MPR yang melengserkan Suharto dari Presiden dan digantikan oleh wakilnya BJ. Habibi.

3.      Masa 1998-sekarang (Demokrasi Pancasila), Orde Reformasi.
Pada masa reformasi, Indonesia sedang mengalami saat yang sangat demokratis. Inisiatif politik yang dimotori oleh Amien Rais mendorong reformasi terus bergulir.

Reformasi yang gegap gempita tersebut memberikan secercah harapan akan munculnya tata kehidupan yang benar­benar demokratis, yang ditandai dengan booming munculnya banyak parpol baru, kebebasan berserikat, kemerdekaan berpendapat, kebebasan pers, dan sebagainya, yang merupakan ciri­ciri demokrasi.

Demokrasi Pancasila adalah paham demokrasi yang bersumber dari pandangan hidup bangsa Indonesia yaitu dari Pembukaan dan Batang tubuh UUD 1945. Jadi kedaulatan rakyat sesuai pembukaan UUD 1945, yang dijabarkan dalam Pasal 1 ayat 2 UUD 1945, “Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Yang asasnya berasal dari sila ke 4 Pancasila, “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan."

Konsekuensi dari kedaulatan rakyat dari sila ke 4 tersebut adalah:
1.      Rakyat ikut serta dalam menentukan garis-garis besar haluan negara.
2.      Rakyat ikut menentukan mandataris dan pimpinan nasional yang akan menjalankan garis-garis besar haluan negara.
3.      Rakyat sebagai subyek (pelaku) Demokrasi.
Wujud dari keikutsertaan rakyat tersebut adalah:
a)      Disalurkan melalui lembaga perwakilan rakyat yang dibentuk melalui PEMILU setiap 5 tahunan.
b)      Hasil PEMILU berupa keanggotaan DPR/MPR sesuai tingkat pemilihan diadakan.
c)      Berlandaskan pada konstitusi/UUD 1945 dengan segala perubahannya dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
d)     Presiden dan wakil presiden, saat ini telah dipilih langsung oleh rakyat melalui PEMILU setiap 5 tahunan, yang dilantik oleh MPR/DPR utnuk melaksanakan UUD 1945 dan UU.
e)      Pemimpin nasional, seperti Gubernur dan Bupati saat inipun telah dipilih langsung oleh rakyat untuk menjalankan pemerintahan daerah.

Sistem politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan serta yang mencakup struktur lembaga negara semua diatur dalam UUD 1945. Yang tercermin dari pasal-pasal yang ada didalamnya.

Tetapi, dari segi yang lain. Penerapan Demokrasi ini sangat rentan sekali dengan krisis ekonomi dan kapitalisme dibidang sumber daya alam dan liberalisasi disendi-sendi kebutuhan rakyat, seperti kesehatan dan pendidikan.

Tanggung jawab negara untuk kesehatan pun dilepas kepundak rakyat dengan membayar premi kesehatan. Sektor Pendidikan demikian pula, akses pendidikan terbaik hanya dinikmati kalangan tertentu. Apalagi dibidang peradilan, hakim mahkamah konstitusi pun terjerembab dalam kubangan korupsi dan suap. Penegakan keadilan tebang-pilih, semakin jauh dari fitrah manusia.



DAFTAR PUSTAKA


Abd Al Majid Al Khalidi, Mahmud/Penulis. Harist Abu Ulya/Penerjemah. 2004. Judul Asli: Qawaid Nizham Al Hukm Fil Islam; Terjemah: Analisis Dialektik Kaidah Pokok Sistem Pemerintahan Islam. Bogor. Al Azhar Press

Amin Ittihad, Zainul. 2009.  Materi Pokok pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta . Universitas Terbuka

Tahrir Indonesia, Hizbut. 2007. Jejak Syariah dan Khilafah di Indoensia. HTI Press

El Moesa Production, 11/7/2016. Sejarah Penerapan Syariat Islam Di Indonesia Seri 1. https://www.youtube.com/watch?v=pmojMuL00SI

Mahifal, SH, MH. Demokrasi Pancasila (Materi Persentasi). Buku Pengangan: Pancasila dan UUD 1945 dalam Paradigma Reformasi ; H. Subandi Al Marsudi, SH.

Wikipedia. 10/31/2016. Demokrasi. https://id.wikipedia.org/wiki/Demokrasi

http://www.suarakhilafah.com/memahami­gagasan­hizbut­tahrir.html. 11/7/2016. Memahami Gagasan Hizbut Tahrir.

Afan Gafftar. Demokrasi. Indonesia: Masa Lampau, Sekarang, Dan Masa Mendatang (Materi Presentasi)


http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:sDzDa71HlgIJ:mfile.narotama.ac.id/files/Umum/JURNAL%2520UMM/Demokrasi%2520Indonesia.pdf+&cd=2&hl=en&ct=clnk&client=opera. 11/7/2016. Demokrasi Indonesia: Masa Lampau, Sekarang, Dan Masa Mendatang
Previous Post
Next Post

Man 'Arofa Nafsihi 'Arofa Robbuhu | #IslamSelamatkanNegeri

0 komentar: