
Oleh: Rendra Fahrurrozie
Islam sebagai ajaran yang lengkap dan menyeluruh dalam seluruh
aspek kehidupan (universal), menjadi topik yang sangat menarik dikaji, baik
oleh kalangan intelektual muslim sendiri maupun sarjana-sarjana barat, mulai
tradisi orientalis sampai dengan Islamolog (ahli pengkaji
keislaman).
Tentunya dengan cara pendekatan yang berbeda dari keduanya. Kajian
keislaman dikalangan intelektual muslim lebih mengutamakan pola transmisi
(dakwah dan tarbiyah), sementara kajian keislaman orientalis lebih mengedepankan
kajian kritis atas ajaran, masyarakat, dan institusi yang ada di dunia Islam.
Sehingga dalam pengkajian tersebut menggunakan
pendekatan-pendekatan tertentu yang secara popular di kalangan akademik
dianggap ilmiah. Pendekatan (approach) di sini adalah cara pandang yang
terdapat dalam suatu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami
agama (Islam).
Pendekatan dalam Islam (oleh intelektual muslim) adalah bertujuan
untuk keselamatan hidup di dunia dan akhirat, dengan sumber utama ajaran adalah
Al Qur’an dan Hadits sebagai pedoman dengan jaminan tidak akan pernah tersesat
selamanya.
Untuk memahami Al Qur’an dan Hadits sebagai sumber ajaran Islam,
maka diperlukan berbagai pendekatan metodologi pemahaman Islam yang tepat,
akurat, dan responsibel. Dengan demikian, diharapkan Islam sebagai
sebuah sistem yang bersumber pada Al Quran dan Hadits, dapat difahami secara komprehensif
dan dapat diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan.
Sehingga sangat penting bagi penulis untuk menyajikan makalah ini,
sebab persoalan baru akan terus muncul sesuai zamannya. Pendekatan dalam
memahami Islam pun akan menjadi strategis untuk dikaji dan menjadi solusi dalam
pemecahan masalah yang terjadi. Islam tidak sebatas disampaikan sebagai khutbah
semata, tetapi mempunyai konsep yang menunjukkan cara-cara yang paling
efektif dalam memecahkan masalah manusia.
IDENTIFIKASI PENDEKATAN STUDI ISLAM
Terdapat beberapa istilah yang mempunyai arti hampir sama dan
menunjukkan tujuan yang sama dengan pendekatan, yakni theoretical
framework, conceptual framework, approach, perspective, point of view dan
paradigma. Semua istilah ini dapat diartikan sebagai cara memandang dan
cara menjelaskan sesuatu gejala atau peristiwa.[1]
Pengertian pendekatan memiliki dua orientasi, yakni:
a)
Masih
terbagi dua, yakni:
a. Berarti ”dipandang” atau ”dihampiri dengan”, artinya menjadi paradigma.
b. Berarti ”cara menghampiri” atau “memandang fenomena (budaya dan sosial)”, artinya menjadi “perspektif” atau “sudut pandang”.
b)
Berarti
“disiplin ilmu”, sehingga pendekatan menggunakan teori atau teori-teori
dari disiplin ilmu yang dijadikan sebagai pendekatan.
Dengan melalui
pendekatan, maka kehadiran agama (Islam) dapat dipahami oleh manusia sehingga
Islam dapat berfungsi sebagai solusi masalah dan aturan yang menyelamatkan
manusia.
Dalam melakukan
studi terhadap Islam, diperlukan pendekatan dan metode yang tepat agar dihasilkan
suatu kesimpulan mengenai Islam dalam keseluruhan aspek ajarannya secara tepat
pula.[2]
Berikut beberapa pendekatan yang dipergunakan
dalam memahami Islam.
1.
Pendekatan
Teologis (Normatif)
2.
Pendekatan
Antropologis
3.
Pendekatan
Sosiologis
4.
Pendekatan
Filosofis
5.
Pendekatan
Historis
6.
Pendekatan
Psikologis
7.
Ideologis
Komprehensif
BERBAGAI PENDEKATAN DALAM STUDI ISLAM
Sebagai objek
kajian keilmuan atau objek penelitian ilmiah, agama (Islam) dapat difahami dan
didekati dengan berbagai macam pendekatan (approach). Pada prinsipnya,
masing-masing pendekatan bertujuan untuk meneliti dan mengkaji masalah-masalah
yang spesifik dari berbagai masalah keagamaan, dan juga memiliki metode
penelitian yang khas yang disesuaikan dengan masalah yang ditelitinya.
Namun demikian,
dalam hubungan ini, Hasan Bisri (1997:32) mengemukakan bahwa pendekatan apapun yang digunakan tentu memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Jadi dapat difahami bahwa, tidak ada satu
pendekatan pun yang utuh dan sempuma.[3]
Hal ini bisa
bersumber dari manusianya, baik karena keterbatasan-keterbatasan dalam memahami
peraturan dan menangkap gejala yang dihadapi, maupun karena kerangka acuan (frame
of reference) yang digunakan.
Berikut ini,
akan dikemukakan tentang beberapa pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam
studi Islam.
1.
Pendekatan Teologis Normatif
Pendekatan
teologis normatif dalam memahami agama secara harfiah dapat diartikan sebagai upaya
memahami agama dengan menggunakan kerangka Ilmu Ketuhanan yang bertolak dari suatu
keyakinan bahwa wujud empirik dari suatu keagamaan dianggap sebagai yang paling
benar dibandingkan dengan lainnya.
Pendekatan
normatif dapat diartikan studi Islam yang memandang masalah dari sudut legal
formal atau dari segi normatifnya. Dengan kata lain, pendekatan normatif lebih
melihat studi Islam dari apa yang tertera dalam teks Al Qur’an dan Hadits.
Menurut
Hadidjah dan Karman al-Kuninganiy (2008:56) pendekatan normatif mempunyai
cakupan sangat luas. Pada umumnya pendekatan yang digunakan oleh ahli ushul
fikih (ushuliyyin), ahli hukum Islam (fuqaha) dan ahli tafsir (mufassirin)
dan ahli hadits (muhaditsin) yang berusaha menggali aspek legal-formal
ajaran Islam dari sumbernya selalu menggunakan pendekatan normatif.
Kekurangan
pendekatan teologis antara lain bersifat eksklusif-dogmatis, tidak mau mengakui agama lain dan sebagainya. Kekurangan ini dapat diatasi dengan cara melengkapinya dengan pendekatan sosiologis dan pendekatan lainnya.
Sedangkan
kebihannya, melalui pendekatan teologis normatif ini, seseorang memiliki sikap militansi dalam beragama, yakni berpegang teguh kepada yang diyakininya sebagai
yang benar tanpa memandang dan meremehkan agama lainnya.
Sehingga,
umat Islam tidak hanya memahami Islam melalui pendekatan teologis saja, agar
pemahaman tentang Islam menjadi integral, universal, dan komprehensif. Yakni,
mampu menjelaskan solusi secara faktual dan empiris atas masalah dengan tetap
menjadikan Al Qur’an dan Hadits sebagai ukuran (panduan berfikir), akan tetapi
pemecahan masalah kekinian dapat dicapai.
Namun
pendekatan ini biasanya berkaitan dengan tauhid dan ushuluddin semata.
2.
Pendekatan Historis (Sejarah)
Secara
umum, sejarah mempunyai dua pengertian, yaitu sejarah dalam arti subyektif,
dan sejarah dalam arti obyektif.
Menurut
materinya (subject‑matter)nya, sejarah
dapat dibedakan atas:
a)
Daerah
(Asia, Eropa, Amerika, Asia Tenggara, dan sebagainya)
b)
Zaman,
(misalnya zaman kuno, zaman pertengahan modern)
c)
Tematis
(ada sejarah sosial politik, sejarah kota, agama, seni dll)
Sebuah
studi atau penelitian sejarah, baik yang lalu maupun yang kontemporer,
sebenamya merupakan kombinasi antara analisa dari aktor dan peneliti, sehingga
merupakan suatu realitas dari hari lampau yang konon utuh.
Metode
sejarah menitikberatkan pada kronologi pertumbuhan dan perkembangan. Menurut Soerjono
Soekanto (1969:30), pendekatan historis mempergunakan analisa atas peristiwa‑ peristiwa
dalam masa silam untuk merumuskan prinsip‑prinsip umum.
Metode
ini dapat dipakai misalnya, dalam mempelajari masyarakat Islam dalam hal
pengamalan, yang disebut dengan ”masyarakat Muslim” atau ”kebudayaan
Muslim”.
Metode
ini biasanya dikombinasikan dengan metode komparative (perbandingan).
Contohnya ialah seperti yang digunakan oleh Geertz yang membandingkan bagaimana
Islam berkembang di Indonesia (Jawa) dan di Maroko.
Berdasarkan
penjelasan tersebut, sejarah sebenarnya hanya merupakan gambaran pelaksanaan sebuah
aturan, ajaran dan ideologi tertentu. Namun ia tetaplah bersifat subjektif,
artinya dia tidak bisa menjadi kaidah atau sumber hukum.
Kecuali
sejarah yang diambil dengan riwayat shahih atau terpercaya dan sejarah tersebut
bukan diambil dari pandangan orang kafir dan orientalis. Jika hal ini
dilanggar maka studi Islam akan menjadi sebuah studi yang bersifat ‘gosip’
dan ‘fitnah’ semata.
3.
Pendekatan Antropologis
Dalam
konteksnya sebagai metodologi, Antropologi merupakan ilmu tentang masyarakat dengan
bertitik tolak dari unsur‑unsur tradisional, mengenai aneka warna, bahasa‑bahasa
dan sejarah perkembangannya serta persebarannya, dan mengenai dasar‑dasar
kebudayaan manusia dalam masyarakat.
Memahami
Islam secara antropologis memiliki makna memahami Islam dengan mengungkap
tentang asal‑usul manusia yang berbeda dengan pandangan Teori Evolusi (The
Origin of Species)nya Charles Darwin. Bisa juga memahami misalnya, tentang
kisah Ashabul Kahfi yang tidur (baca: ditidurkan oleh Allah) selama kurang
lebih 309 tahun. Ini merupakan salah satu topik yang menarik untuk diteliti
melalui pendekatan antropologis.[4]
Namun
pendekatan ini penggunaannya bersifat asumtif sehingga tidak bisa membahas perkara
akidah, bahkan perkara syariah, karena karakteristik pendekatan dan metode ini
yang terlalu berpijak pada teori‑teori barat dan bahkan menjauhi metodologi Dirasat Islamiyyah
para ulama muktabar.[5]
4.
Pendekatan Sosiologis
Pada
prinsipnya, Sosiologi merupakan sebuah kajian ilmu yang berkaitan dengan aspek hubungan
sosial manusia antara yang satu dengan yang lain, atau antara kelompok yang
satu dengan yang lain.
Pendekatan
Sosiologi merupakan sebuah pendekatan dalam memahami Islam dari kerangka ilmu
sosial, atau yang berkaitan dengan aspek hubungan sosial manusia antara yang
satu dengan yang lain, atau antara kelompok yang satu dengan yang lain.
Namun
pendekatan ini juga, lagi‑lagi penggunaannya bersifat asumtif sehingga tidak bisa membahas
perkara akidah, bahkan perkara syariah, karena karakteristik pendekatan dan metode
ini yang terlalu berpijak pada teori‑teori barat dan bahkan menjauhi metodologi Dirasat Islamiyyah
para ulama muktabar.
Bahkan
pendekatan sosiologis ini bisa menyebabkan pragmatisme dalam memahami
Islam, atau Islam hanya diamalkan jika bermanfaat saja, bukan semata‑mata
menjalankan perintah Allah.[6]
5.
Pendekatan (Metode) Filosofis
Metode
filsafat berusaha untuk sampai kepada kesimpulan-kesimpulan yang universal dengan meneliti akar permasalahannya. Metode ini bersifat mendasar dengan cara radikal dan integral, karena memperbincangkan sesuatu dari segi esensi (hakikat sesuatu).
Harun
Nasution (1979:36) mengemukakan bahwa berfilsafat intinya adalah berfikir secara mendalam, seluas-luasnya dan sebebas-bebasnya,
tidak terikat kepada apapun, sehingga sampai kepada dasar segala dasar.
Metode
ini sangat lemah, sebagaimana dikemukakan Arkoun (1994:55) bahwa sikap filsafat
mengurung diri dalam batas‑batas anggitan (susunan) dan metodologi yang telah
ditetapkan oleh nalar mandiri secara berdaulat. Selain itu, terkesan metode
filsafat ini melakukan pemaksaan gagasan‑gagasan.
Hal
ini dikemukakan Amal dan Panggabean (1992:19), gagasan‑gagasan
yang dipaksakan terlihat dalam penjelasan para filosof Muslim mengenai
kebangkitan manusia di akhirat kelak. Kemudian, sejumlah besar gagasan asing
lainnya telah disampaikan oleh para filosof ke dalam Alquran ketika membahas
tentang kekekalan dunia, doktrin kenabian, dan lain‑Iain.
Disamping
itu, filsafat sejatinya bukan merupakan pengetahuan semata, tetapi juga
merupakan cara pandang tentang berbagai hal, baik yang bersifat teoritis maupun
praktis. Secara teoritis, filsafat menawarkan tentang apa itu kebenaran? Secara
praktis, filsafat menawarkan tentang apa itu kebaikan? Dari dua spektrum inilah
kemudian filsafat merambah ke berbagai wilayah kehidupan manusia, sekaligus
memberikan tawaran‑tawaran solutifnya.
Karena
itu, dalam konteks inilah, Ibn Qayyim al‑Jauziyah (w.751 H/1350 M) berkesimpulan, bahwa filsafat adalah paham (isme)
di luar agama para nabi. Ditambah lagi, filsafat memang ajaran yang murni
dihasilkan oleh akal manusia.
Jika
demikian faktanya, maka jelas filsafat itu—baik sebagai ajaran maupun pengetahuan—tidak
ada dalam Islam. Sebab, Islam telah mengajarkan tentang al‑haq (kebenaran) dan al‑khair (kebaikan),
termasuk cara pandang yang khas tentang keduanya. Bukan hanya itu, Islam juga
telah menjelaskan hakikat dan batasan akal, metode berpikir dan pemikiran yang
dihasilkannya.[7]
6.
Pendekatan Psikologis
Psikologi
mempelajari tentang jiwa seseorang melalui gejala perilaku yang dapat diamati. Dalam
konteks studi agama, pendekatan Psikologis diartikan sebagai penerapan metode‑ metode
dan data psikologis ke dalam studi tentang keyakinan dan pemahaman keagamaan untuk
menjelaskan gejala atau sikap keagamaan seseorang, atau dengan kata lain,
pendekatan psikologis merupakan pendekatan keagamaan dengan menggunakan
paradigma dan teori‑ teori psikologis dalan memahami agama dan sikap keagamaan
seseorang.
Salah
satu cara yang dapat diterapkan dalam pendekatan ini adalah dengan cara
mempelajari jiwa seseorang melalui perilaku yang tampak yang mungkin saja
dipengaruhi oleh keyakinan yang dianutnya.
Dalam
hal ini, pendekatan psikologis tidak akan mempersoalkan benar tidaknya suatu
agama atau keyakinan yang dianut seseorang, melainkan dengan mementingkan bagaimana
keyakinan agama tersebut terlihat pengaruhnya dalam perilaku penganutnya.
Pendekatan
ini dapat dilakukan ketika berhadapan dengan masalah sikap dan perilaku yang ditampakkan
oleh para pemeluk agama. Penerapan pendekatan ini dalam studi Islam dapat dilihat,
misalnya pada pengaruh yang ditimbulkan oleh ibadah puasa, dan haji terhadap perilaku
yang nampak setelah ibadah tersebut dilakukan.
Pendekatan
ini nampak bersifat asumtif dan individualis, sehingga tidak komprehensif, bahkan
pendekatan ini hanya berbicara kelakuan para pemeluk agama yang belum tentu mencerminkan
agama Islam itu sendiri.
Pendekatan
seperti ini bisa menyebabkan orang yang memandang Islam malah salah paham,
misal: jika sebuah masyarakat mayoritas muslim, lalu disana ada prostitusi, dan
mungkin yang melakukan kemesuman dan maksiat tersebut bisa jadi orang Islam, maka
dengan pendekatan psikologis bisa dianggap bahwa ajaran Islam itulah yang
membolehkan prostitusi. Disinilah letak kelemahan pendekatan psikologis.
7.
Pendekatan Ideologis Komprehensif[8]
Pendekatan
ini bermula dari realitas ajaran Islam itu sendiri secara objektif,
tidak terpengaruh pandangan subjektif keilmuan Barat. Islam adalah agama
(ad‑din) yang
diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad ﷺ untuk mengatur hubungan manusia dengan Allah, dengan
dirinya sendiri dan dengan sesamanya.
Islam
adalah ajaran yang meliputi akidah dan sistem (nizhâm). Akidah
dalam konteks ini adalah keimanan kepada Allah, Malaikat, Rasul, Kitab, Hari
Kiamat serta Qadha dan Qadar, yang baik dan buruknya hanya dari
Allah swt semata.
Sedangkan
nizhâm atau syariah adalah kumpulan hukum syara’ yang mengatur seluruh
masalah manusia. Syariat Islam sendiri berisi aturan (sistem) yang bisa
diklasifikasikan:
1)
Peraturan
(sistem) yang menyangkut hubungan individu dengan Penciptanya (Allah swt),
seperti ibadah, baik shalat, puasa, zakat, haji‑umrah, termasuk
jihad;
2)
Peraturan
(sistem) yang menyangkut hubungan individu dengan dirinya sendiri, seperti
hukum terkait pakaian, makanan, minuman, dan juga hukum seputar akhlak, yang
mencerminkan sifat dan tingkah‑laku seseorang;
3)
Peraturan
(sistem) yang menyangkut hubungan dengan orang lain, seperti masalah bisnis‑perdagangan,
pendidikan, sosial‑ masyarakat, pemerintahan, politik, sanksi hukum‑peradilan
dan lain‑lain.
Karena
itu pendekatan Ideologis komprehensif ini adalah sebuah cara memahami Islam
yang dimulai dari sebuah pandangan bahwa Islam adalah sebuah Ideologi artinya
Islam mengurusi seluruh urusan kehidupan, sehingga harus diterapkan dalam
kehidupan. Metodologi ini menggunakan pendekatan yang integral dimana semua
ilmu keislaman original dikerahkan, mulai dari ilmu tauhid, ulumul
quran, ulumul hadits, fikih, ushul fikih, bahasa arab, dan
lain sebagainya.
Pendekatan ini
juga sesuai dengan khazanah keilmuan Islam yang dikembangkan para ulama muktabar.
Maka dari itu pendekatan ini cocok untuk ajaran Islam. Pendekatan ini
dikenalkan oleh pemikir muslim, Dr. Samih Athif az‑Zain
dalam beberapa karyanya.
File Presentasi, dapat di download di:
https://www.slideshare.net/RendraFahrurrozie/berbagai-pendekatan-dalam-studi-islam
File Presentasi, dapat di download di:
https://www.slideshare.net/RendraFahrurrozie/berbagai-pendekatan-dalam-studi-islam
DAFTAR PUSTAKA
Supiana, 2012. Metodologi Studi Islam, cet. II,
Jakarta: Direktorat Jenderal
Pendidikan Agama Islam.
Prasetiadi, Yan S, 2013. Makalah: Telaah Kritis
Berbagai Pendekatan Studi
Islam. Purwakarta: Ukhuwah Islamiyyah Institute (UISI)
[1] Prof. Supiana, Metodologi
Studi Islam, cet. II, Direktorat Jenderal Pendidikan Agama Islam, Jakarta, 2012.
hal. 76
[2] Metode dipahami lebih sempit dari
pendekatan. Metode memiliki arti cara atau jalan yang dipilih dalam upaya
memahami sesuatu. ; Prof. Supiana, Op. Cit. Hal. 77
[5] Prasetiadi,
Yan S, 2013. Makalah: Telaah Kritis Berbagai Pendekatan Studi Islam. Purwakarta:
Ukhuwah Islamiyyah Institute (UISI). Hal. 2 [diakses pada laman: https://studipemikiranislam.wordpress.com/2013/11/11/telaah‐kritis‐berbagai‐pendekatan‐studi‐islam/]
[7] Ibid, hal. 3
Terimakasih penjelasannya tentang BERBAGAI PENDEKATAN DALAM STUDI ISLAM.
BalasHapusAgar lebih jelas lagi mampir ke Muslimlife ID
semoga berkah