
Oleh: Rendra Fahrurrozie
Risalah Nabi Muhammad ﷺ adalah
menyempurnakan Akhlak manusia di bumi ini. Sehingga perbuatan manusia menjadi terpuji dan bertaqwa kepada Allah SWT, inilah
yang disebut akhlak mulia (Al Akhlak Al Karimah).
Akhlak mulia adalah akhlak yang berada di atas jalur Al-Qur’an dan Sunnah
Nabi Muhammad ﷺ. Kesadaran akan Akhlak
adalah kesadaran manusia tentang dirinya sendiri (hablu binafsi), hingga
manusia melihat atau merasakan baik atau buruknya suatu sikap yang ia perbuat. Disanalah manusia dapat membedakan halal dan haram, hak dan bathil,
boleh dan tidak boleh dilakukan, meskipun dia bisa melakukannya.
Muslim yang
ideal tentu adalah Muslim yang memiliki hubungan yang baik secara vertikal kepada
Allah SWT yang terwujud
dalam akidah dan ibadahnya yang lurus dan baik, sekaligus juga memiliki
hubungan yang baik secara horisontal
dengan sesama manusia yang tercermin dalam akhlaknya yang mulia.
Dengan demikian, setiap perbuatan seorang muslim
diwajibkan berdasar pada syariat Islam terutama di
dalam pergaulan sehari-hari, baik keluarga, kerabat, tetangga, lingkungan kemasyarakatan bahkan bernegara.
Manusia sebagai Khalifah di bumi[1], memiliki kewajiban untuk menjaga
keseimbangan alam (melestarikan bumi). Dunia yang menjadi tempat tinggal manusia
beserta isinya sama-sama makhluk Allah yang selalu memuji asma-Nya. Merusak
alam berarti secara tidak langsung akan merusak kehidupan manusia karena
manusia sangat bergantung pada alam. Akhlak kepada alam berarti tingkah laku
kita kepada lingkungan sekitar, bagaimana kita bisa menjaga apa yang ada
disekitar kita baik berupa hewan, tumbuh-tumbuhan, gunung, sungai dan lain
sebagainya. Bahkan secara lebih luas, Akhlak kepada alam berarti
bagaimana cara kita berbuat baik kepada seluruh ciptaan Allah yang ada di alam
semesta.
PENGERTIAN AKHLAK
Menurut Yusuf
Sukriy Farhat secara etimologis (bahasa), akhlak merupakan bentuk plural dari al‑khulq[u] dan al‑khuluq, yang berasal
dari khalaqa – yakhluq[u] –
khalqah wa khalq[an], yang berarti: awjada
(mewujudkan/mengadakan), abda’a (menciptakan).
Sedangkan al‑khulq dan al‑khuluq itu sendiri berarti: ath‑thab’(tabiat), al‑‘adâh (adat/ karakter).[2]
وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٖ ٤
“ Dan
sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (QS Al-Qalam [68]: 4)
Melihat asal kata Akhlak, yang mengandung arti perbuatan manusia karena itu
objek yang dikaji dalam pembahasan akhlak adalah aspek tingkah laku manusia
dari segi nilai baik atau buruk.
Pengertian Akhlak Secara Istilah
Berikut pendapat para ulama terkait Akhlak.
a.
Imam Al-Gazali.
فالخلق عبارة عن
هيئة في النفس راسخة، عنها تصدر الأفعال بسهولة ويسر من غير حاجة إلى فكر وروية
Al‑khuluq adalah
ungkapan kondisi jiwa yang terdalam, yang darinya
melahirkan perilaku secara gampang dan mudah (spontan), tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.[3]
b.
Muhammad Husain
Abdullah.
الأخلاق
اصطلاحا: هي الصفات التي أمر الله المسلم أن يتصف بها عند قيامه بأعماله
3
|
Akhlak adalah sifat‑sifat yang
diperintahkan oleh Allah SWT kepada seorang muslim, agar ketika ia berbuat menggunakan sifat tersebut.[4]
c. Lafadz khuluq
dalam ayat QS Al-Qalam [68]: 4 menurut Imam
Al‑Mahally dan Asy‑Suyuthi adalah:
dîn (agama), sehingga makna
ayat tersebut adalah, “dan
Sesungguhnya kamu benar‑benar
(memiliki) agama / din / ajaran yang agung.”[5]
d. Jadi Akhlak menurut al‑Ghazali, naluri yang bersifat
fitrah (mirip makna secara bahasa), menurut Imam Mufassir Akhlak adalah ajaran Islam (ad‑dîn,
syariat), menurut Husain Abdullah akhlak adalah sifat yang terpuji (mirip
makna ‘urf).
Ciri-ciri
Perbuatan Akhlak
1.
Tertanam kuat
dalam jiwa seseorang sehingga telah menjadi kepribadiannya. (Al Ghazali)
2.
Dilakukan
dengan mudah tanpa pemikiran (spontan). (Al Ghazali)
3.
Timbul dari
diri orang yang mengerjakannya tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar.
4. Dilakukan
dengan ikhlas dan benar (sesuai syari’at), karna akhlak
dikatakan baik jika sesuai dengan syariat, sedangkan perangai yang buruk adalah
yang tidak sesuai dengan syariat. (Muhammad
Husain Abdullah)
Akhlak Kepada Allah SWT
Sumber untuk
menentukan Akhlak dalam Islam, apakah termasuk akhlak yang baik (mulia) atau akhlak yang tercela, adalah
al-Quran dan as Sunnah Nabi Muhammad ﷺ.
Terlebih lagi akhlak
terhadap Allah SWT, tentunya standar baik dan buruknya adalah berasal dari
aturan-Nya bukan akal atau adat manusia, sebab akan berbeda-beda
ukuran/standarnya.[6]
Jika kita perhatikan, akhlak terhadap Allah ini
merupakan pondasi atau dasar dalam berakhlak terhadap siapapun yang ada dimuka
bumi ini. Jika seseorang tidak memiliki akhlak
positif terhadap Allah, maka ia tidak akan mungkin memiliki akhlak positif
terhadap siapapun. Demikian pula sebaliknya, jika ia memiliki Akhlak al Karimah terhadap
Allah, maka ini merupakan gerbang untuk menuju kesempurnaan akhlak terhadap
orang lain.
Titik tolak Akhlak kepada Allah SWT adalah
pengakuan dan kesadaran bahwa Tiada Tuhan Melainkan
Allah SWT dalam beribadah kepadaNya. [7]
Sebagaimana firman Allah dalam Al Qur’an.
قُلۡ هُوَ ٱللَّهُ أَحَدٌ
١ ٱللَّهُ ٱلصَّمَدُ ٢ لَمۡ يَلِدۡ وَلَمۡ يُولَدۡ ٣ وَلَمۡ يَكُن لَّهُۥ كُفُوًا أَحَدُۢ ٤
“1. Katakanlah:
"Dialah Allah, Yang Maha Esa 2. Allah adalah Tuhan yang bergantung
kepada-Nya segala sesuatu 3. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan 4.
dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia." [QS. al-Ikhlash [112] :1–4]
Dan pula dalam ayat yang
lain.
وَمَا خَلَقۡتُ ٱلۡجِنَّ وَٱلۡإِنسَ
إِلَّا لِيَعۡبُدُونِ ٥٦
“Dan aku tidak
menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi (beribadah) kepada-Ku.”
[QS. alDzariyat [51]: 56]
Pengertian Akhlak Kepada Allah SWT
Akhlak kepada Allah dapat diartikan sebagai
sikap atau perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk,
kepada Tuhan sebagai Al Khalik (Pencipta).
Sehingga Akhlak kepada
Allah dapat diartikan, “Segala sikap atau perbuatan manusia yang dilakukan tanpa
dengan berfikir lagi (spontan) yang memang seharusnya ada pada diri manusia (sebagai
hamba) kepada Allah SWT (sebagai Al Khalik).
Umat Islam diwajibkan
berakhlak baik kepada Allah SWT dengan bertaqwa kepadaNya, Allah SWT yang telah
menjadikan umat Islam dengan sebutan sebagai Umat Terbaik (Khoiru Ummah).
1. Bertauhid kepadaNya (QS. al-Ikhlash [112] :1–4; QS. alDzariyat [51]: 56),
2. Menaati perintahNya (QS. Ali ‘Imran [3]: 132),
3. Ikhlas dalam semua amal (QS. al-Bayyinah [98]: 5),
4. Tadlarru’ dan khusyu’ dalam beribadah (QS. al-Fatihah [1]: 6),
5. Berdoa dan penuh harapan pada Allah SWT. (QS. al-Zumar [39]: 53),
6. Berbaik sangka pada setiap ketentuan Allah (QS. Ali ‘Imran [3]: 154),
7. Bertawakal setelah memiliki kemauan dan ketetapan hati (QS. Ali ‘Imran
[3]: 159),
8. Bersyukur (QS. Ibrahim [14]: 7), dan
9. Bertaubat serta istighfar bila berbuat kesalahan (QS. al-Tahrim [66]:
8).
Alasan Seorang
Muslim Harus Berakhlak Kepada Allah SWT
Menurut Kahar Mashyur, ada 4 (empat) alasan manusia
perlu berakhlak kepada Allah SWT, yakni:[9]
1.
Allah yang menciptakan manusia.
Dia yang menciptakan manusia dari air yang
ditumpahkan keluar dari tulang punggung dan tulang rusuk.
“Maka hendaklah
manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan?. Dia tercipta dari air yang
terpancar. Yang terpancar
dari tulang sulbi dan tulang dada.
[at-Thariq:
5-7]
2.
Allah-lah yang
telah memberikan perlengkapan panca indera.
Berupa
pendengaran, penglihatan, akal pikiran dan hati sanubari, disamping anggota
badan yang kokoh dan sempurna kepada manusia.
“Dan Allah telah mengeluarkan kamu dari perut
ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu
pendengaran, penglihatan, dan hati, agar kamu bersyukur.”
[Q.S an-Nahl : 78]
3. Allah-lah yang
telah menyediakan berbagai bahan dan sarana yang diperlukan bagi kelangsungan
hidup manusia.
Seperti bahan
makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, air, udara, binatang ternak dan
lainnya. [Q.S al-Jatsiyah :12-13]
4. Allah-lah yang
telah memuliakan manusia dengan diberikannya kemampuan didaratan dan dilautan.
“Dan
sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak cucu Adam, Kami angkut mereka dari
daratan dan lautan, Kami beri mereka dari rizki yang baik-baik dan Kami
lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang
telah Kami ciptakan.” [Q.S al-Isra’ : 70]
Setiap
muslim meyakini, bahwa Allah SWT adalah sumber
segala sumber dalam kehidupannya. Allah adalah Pencipta dirinya, pencipta jagad
raya dengan segala isinya, Allah SWT adalah
pengatur alam semesta yang demikian luasnya. Allah adalah pemberi hidayah dan
pedoman hidup dalam kehidupan manusia, dan lain sebagainya. Sehingga jika hal ini mengakar dalam diri setiap muslim,
maka akan terealisasi dalam realita bahwa Allah lah yang pertama kali harus
dijadikan prioritas dalam berakhlak.
Akhlak Kepada Manusia
قال بعض البلغاء: الحَسن
الخُلُق من نفسه ِفي َراحة, َ و الناس منهُ ِفي َ سلامة, والسيئ الخلُق الناس منهُ ِفي
بَلاء,و هو من نفسه ِفي َعناء
“Berkata beberapa ahli Balaghah; bahwa akhlak
yang baik adalah (sikap) yang memebuat diri yang bersangkutan tenang dan orang lain selamat atas
(perbuatan tersebut).
Sementara akhlak yang buruk adalah (perbuatan) yang membuat manusia
mendapat bala dan (pelaku) akhlak buruk itu sendiri sesungguhnya sedang sakit
(jiwa).”
[Adab Dunia dan Agama, Al
Mawardi][10]
Pengertian
Akhlak kepada sesama manusia berarti kita harus berbuat baik kepada sesama
manusia tanpa memandang kepada siapa orang tersebut, sehingga kita mampu hidup
dalam masyarakat yang aman dan tenteram.
Dalam realitas keseharian
kita, kadangkala kita pernah menjumpai seorang Muslim yang mungkin dari sisi ritualitas ibadahnya bagus, namun hal demikian
sering tidak tercermin dalam perilaku atau akhlaknya. Shalatnya rajin, tetapi sering tak peduli
dengan tetangganya yang miskin. Shaum sunnahnya rajin, namun wajahnya jarang menampakkan sikap ramah kepada
sesama. Zikirnya rajin, tetapi tak mau bergaul dengan masyarakat umum. Demikian seterusnya. Tentu
saja, Muslim demikian bukanlah Muslim yang ideal dan ber-akhlaq al-karimah apalagi menjaga muru’ah (kehormatan).[11]
Banyak sekali ruang lingkup Akhlak yang dikemukakan al Quran dan as Sunnah berkaitan dengan Akhlak terhadap sesama manusia. Sebagai contoh dari Al Qur’an.
1. Akhlak kepada Nabi ﷺ, sebab beliau
adalah Rasul yang memperoleh wahyu dari Allah. Atas dasar itulah beliau berhak
memperoleh penghormatan melebihi manusia lain.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya
dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebahagian kamu terhadap
sebahagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu sedangkan kamu tidak
menyadari.” (QS.al-Hujurât [49] : 2)
2. Akhlak kepada sesama (pergaulan dimasyarakat), misal:
·
Larangan menyakiti hati
walaupun diringi dengan sedekah.
“Perkataan yang baik dan
pemberian ma`af lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang
menyakitkan (perasaan sipenerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.” (QS al-Baqarah[2]: 263)
· Akhlak bertamu, bahwa akan
perlunya
privasi (kekuasaan atau kebebasan pribadi).
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada
penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat”. (QS.an-Nûr [24]: 27)
·
Akhlak dalam berbicara haruslah
ucapan yang baik dan benar.
“... serta ucapkanlah
kata-kata yang baik kepada manusia...”
(QS al-Baqarah[2]: 83)
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan-yang-benar”.(QS.al-Ahzâb[33]:70)
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan-yang-benar”.(QS.al-Ahzâb[33]:70)
3. Akhlak kepada Orang tua, tidak durhaka kepada mereka walau hanya berkata “ah”
(menyakitkan hati). [QS. Al Isra : 23-24] dan berbakti kepada mereka
[QS. Lukman:14]
4. Akhlak Al Karimah terhadap tetangga,
kerabat dekat, anak-anak yatim, orang miskin, teman sejawat, dan hamba sahaya
bahkan ibnu sabil (musafir), yakni dengan berbuat baik kepada mereka. [QS.
An Nisa : 36]
5. Akhlak kepada anak, adalah dengan mendoakannya (QS. Al-Furqan [25]: 74),
menafkahinya, meng-aqiqah-kan, memberi nama yang baik,
menyusukan selama 2 tahun, meng-khitan, memberikan ilmu, berlaku adil,
dan mengkawinkan jika sudah baligh.
Dalam sejumlah hadits lainnya, Baginda Rasulullah ﷺ
menyebut sejumlah keistimewaan Akhlak Mulia ini. Saat beliau
ditanya tentang apa itu kebajikan (al-birr), misalnya, beliau langsung
menjawab, “Al-Birr husn alkhulq (Kebajikan itu adalah akhlak mulia.” (HR Muslim).
Beliau bahkan bersabda, “Tidak ada sesuatu pun yang lebih berat dalam timbangan seorang Mukmin pada Hari Kiamat nanti selain akhlak mulia. Sesungguhnya Allah membenci orang yang berbuat keji dan berkata-kata keji.” (HR at-Tirmidzi).
Dalam kesempatan lain Baginda Rasulullah ﷺ pernah ditanya tentang apa yang paling banyak menyebabkan orang masuk surga. Beliau menjawab, “Takwa kepada Allah dan akhlak mulia.” (HR atTirmidzi).
Keutamaan kedudukan orang yang berakhlak mulia juga disejajarkan dengan keutamaan kedudukan orang yang biasa memperbanyak ibadah shaum (puasa) dan sering menunaikan shalat malam. Baginda Rasulullah ﷺ bersabda, “Sesungguhnya seorang Mukmin-karena kebaikan akhlaknya-menyamai derajat orang yang biasa melakukan shaum dan menunaikan shalat malam.” (HR Abu Dawud).
Beliau bahkan bersabda, “Tidak ada sesuatu pun yang lebih berat dalam timbangan seorang Mukmin pada Hari Kiamat nanti selain akhlak mulia. Sesungguhnya Allah membenci orang yang berbuat keji dan berkata-kata keji.” (HR at-Tirmidzi).
Dalam kesempatan lain Baginda Rasulullah ﷺ pernah ditanya tentang apa yang paling banyak menyebabkan orang masuk surga. Beliau menjawab, “Takwa kepada Allah dan akhlak mulia.” (HR atTirmidzi).
Keutamaan kedudukan orang yang berakhlak mulia juga disejajarkan dengan keutamaan kedudukan orang yang biasa memperbanyak ibadah shaum (puasa) dan sering menunaikan shalat malam. Baginda Rasulullah ﷺ bersabda, “Sesungguhnya seorang Mukmin-karena kebaikan akhlaknya-menyamai derajat orang yang biasa melakukan shaum dan menunaikan shalat malam.” (HR Abu Dawud).
Alasan Mengapa Sesama Manusia Harus Saling Berakhlak
1. Akhlak adalah bagian dari Syariat Islam (Hukum Syara’) dan tidak akan mungkin
dipisahkan dari bagian macam‑macam hukum syara’, seperti ibadah, muamalah dan
lain sebagainya.
Misalnya khusyu tidak akan nampak kecuali dalam
shalat, sifat jujur
dan amanah hanya akan muncul pada muamalah, jadi akhlak merupakan bagian
dari hukum syariat, yakni perintah dan larangan Allah SWT yang akan nampak ketika
melaksanakan amal perbuatan.[12]
2. Manusia
merupakan makhluk yang saling membutuhkan satu sama lain, dalam bermasyarakat
kita perlu saling menghargai, misalnya cara bersikap
kepada orang yang lebih tua maupun muda. Ini merupakan alasan mengapa akhlak
sangat penting bagi sesama manusia, karena dengan kita berakhlak, maka kita
akan dapat saling menghargai satu sama lain dan tercipta ketentraman.
Akhlak kepada Alam
Alam ialah segala sesuatu yang ada di langit dan di
bumi beserta isinya, selain Allah (segala sesuatu yang berada di sekitar manusia, baik binatang, tumbuh-tumbuhan,
maupun benda-benda mati).
Allah SWT menciptakan manusia sebagai khalifah (QS. Al Baqarah[2] :
30) yang diberi tugas dan kemampuan oleh
Allah untuk mengelola bumi dan mengelola alam semesta ini, sudah seharusnya melestarikannya dengan baik (tidak merusak alam/bumi).[13]
Sehingga ada kewajiban manusia untuk berakhlak kepada alam sekitarnya. Sebagai contoh didalam Al Qur’an.
- Binatang melata dan burung-burung adalah seperti manusia yang menurut al-Qurtubi tidak boleh dianiaya (Shihab, 1998: 270) [QS. al-An’am (6): 38][14]
- Baik di masa perang apalagi ketika damai akhlak Islam menganjurkan agar tidak ada pengrusakan binatang dan tumbuhan kecuali terpaksa dan sesuai dengan sunnatullah sehingga tidak keluar dari tujuan dan fungsi penciptaan (QS. al-Hasyr [59]: 5).[15]
- Kerusakan lingkungan hidup adalah akibat perbuatan manusia, dan oleh karena itu ia (manusia) harus bertanggung jawab di dunia dan di akhirat (Q.S. alRum [30] : 41).
- Alam sebagai alat untuk tafakkur kepada Allah, merupakan akhlak juga sebab perbuatan ini menjauhkan manusia dari merusak alam. (QS. Ali Imran [3] : 190)
- Memanfaatkan alam beserta isinya, karena Allah ciptakan alam dan isinya ini untuk manusia (QS. Al Baqarah [2] : 22 dan 29).
Alam yang masih lestari pasti dapat
memberi hidup dan kemakmuran bagi manusia di bumi. Tetapi apabila alam sudah rusak maka kehidupan manusia menjadi
sulit, rezeki sempit dan dapat membawa kepada kesengsaraan. Pelestarian alam ini wajib dilaksanakan
oleh semua lapisan
masyarakat, bangsa dan negara, sebab manusia hidup sangat bergantung pada alam sekitar.
Cara
melestarikan alam semesta
Berakhlak
dengan alam sekitarnya dapat dilakukan manusia dengan cara melestarikan alam
sekitarnya sebagai berikut :
DAFTAR PUSTAKA
1. Melarang Penebangan Pohon-Pohon Secara Liar;
2. Melarang Perburuan Binatang Secara Liar;
3. Melakukan Reboisasi;
4. Membuat Cagar Alam Dan Suaka Margasatwa;
5. Mengendalikan Erosi;
6. Menetapkan Tata Guna Lahan Yang Lebih Sesuai;
7. Memberikan Pengertian Yang Baik Tentang Lingkungan Kepada Seluruh Lapisan Masyarakat;
8. Memberikan Sanksi-Sanksi Tertentu Bagi Pelanggar-Pelanggarnya.
DAFTAR PUSTAKA
Al Qur’an Al Karim
Al Hadrami. Salim bin Smeer. 2001 Terjemah Safinah An Najah. Husaini: Bandung
Husain Abdullah, Dr. Muhammad. 1990. Dirâsât fi al‑Fikr al‑Islâmiy, cet. I. Dâr al‑Bayâriq’: ‘Amman
Dr. Marzuki, M.Ag. (Dosen PKn dan Hukum FIS UNY). File PDF: BAB X: KONSEP AKHLAK ISLAM. 30/03/2017:
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/
Hasan. H. Lutfi. (22 May 2016). Akhlak. Diakses di http://hizbuttahrir.or.id/2016/05/22/akhlak/
Nuraeni. Chusnul. (Sabtu, 12 April 2014). Akhlak Kepada Alam Semesta. 3/29/2017:
http://chusnulnuraeni.blogspot.com/2014/04/akhlakkepadasemestaalam.html?m=1
[1] QS.
Al Baqarah [2]: 30 ; “Ingatlah ketika
Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata:
"Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan
membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa
bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman:
"Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
[2] Dr.
Yusuf Syukriy Farhat. Mu’jam at‑Tullâb, cet. I. Dar al‑Kutub al‑’Ilmiyyah – Beirut, 2000. hlm. 168
[3] Abu Hamid Al‑Ghazali, Ihyâ’ ‘Ulûm ad‑Dîn, t.p. t.t. juz II. hlm. 253 (CD Maktabah Asy‑Syamilah versi 2)
[4] Dr. Muhammad Husain Abdullah, Dirâsât fi al‑Fikr al‑Islâmiy, cet. I. Dâr al‑Bayâriq’ – ‘Amman, 1990, hlm. 52
[5] Imam Al‑Mahally dan As‑Suyuthi, Tafsîr Jalâlayn, t.p. t.t.,
juz. II. hlm. 273 (Maktabah Asy‑ Syamilah Ishdar
Ats‑Tsani).
[6] Dr. Marzuki, M.Ag (Dosen PKn dan Hukum FIS UNY). BAB X: KONSEP
AKHLAK ISLAM. Hlm. 176
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/
[7] Dr. Marzuki, M.Ag, op. cit.
Hlm. 178; Sebagai tambahan mengenai kalimat Thoyyibah ini, Salim bin
Smeer Al Hadrami dalam kitabnya Safinah An Najah, mengatakan: “Wa
ma’na Laa Ilaha Illa Allah laa ma’buuda bi haqqin fii al wujuudi illa Allah” (Artinya:
Makna Laa Ilaha Illa Allah adalah tidak ada yang patut
disembah secara haq didalam wujudnya, kecuali Allah). Sehingga ini menjadi
titik tolak (pondasi) bagi semua, baik Akidah, Akhlak, Ibadah, Mu’amalah dan
Uqubat.
[8] Dr.
Marzuki, M.Ag, op. cit. Hlm 178
[9] Kahar
Masyhur, Membina Moral dan Akhlak (Jakarta: Kalam Mulia, 1985) diakses
di :
www.blog.umy.ac.id/rizalmantovani/tentang-saya-3/akhlak-kepada-allah
[10] H. Lutfi
Hasan. (22 May 2016). Akhlak. Diakses di http://hizbuttahrir.or.id/2016/05/22/akhlak/
[11] Ibnu Qayim
al-Jauziah membagi sikap muru’ah menjadi tiga. Pertama: muru’ah
terhadap diri sendiri, yaitu mempraktikkan akhlak mulia dan menjauhi akhlak
tercela kendati tidak dilihat oleh orang lain. Misalnya, orang yang tetap
menutup auratnya saat ke luar rumah sekalipun jauh dari keramaian atau tidak
ada orang yang melihat dia. Kedua: muru’ah terhadap sesama
manusia, yaitu senantiasa berakhlak luhur dan menjauhi akhlak tercela
saat bergaul dengan sesama manusia. Ketiga: muru’ah terhadap
Allah SWT, yaitu merasa malu terhadap Allah SWT sehingga membuat seseorang
senantiasa berupaya melakukan segala perintah-Nya dan menjauhi segala
larangan-Nya.
[12] Dr.
M Husain Abdullah, Dirâsât fi al‑Fikr al‑Islâmiy, cet. I. Dâr al‑Bayâriq’
– ‘Amman, 1990, hlm. 53
[13] “..dan janganlah kamu berbuat kerusakan di
(muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orangorang yang
berbuat kerusakan. (QS. Al Qashash[28] :77)
[14] Dr. Marzuki, M.Ag, op. cit. Hlm 180
tet
BalasHapusBetul sekali, ahlak no 1, nice info Jasa Pembuatan Website Toko Online serta layanan Jasa Pembuatan Website Penjualan Online dan
BalasHapusJasa Pembuatan Online Shop
Grosir Jilbab Murah - Jilbab Segi Empat Terbaru dan Jilbab Instan Terbaru serta Jasa Pembuatan Website Murah serta Buat Toko Online Murah
informasi yang sangat bagus, artikel universitas airlangga juga menyebutkan pentingnya menjaga akhlak berikut link tautannya https://www.unair.ac.id/2022/04/18/ramadan-momentum-tepat-untuk-perbaiki-diri/
BalasHapus